slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
Babasan dan Paribasa: Sarana Pendidikan Karakter Berbahasa Sunda - Metafor.id

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
Monday, 30 June 2025
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Esai

Babasan dan Paribasa: Sarana Pendidikan Karakter Berbahasa Sunda

Alifia Syahrani by Alifia Syahrani
30 June 2022
in Esai
0
Babasan dan Paribasa: Sarana Pendidikan Karakter Berbahasa Sunda

Sumber gambar: kairaga.com

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Bahasa Sunda secara tidak langsung mempunyai segudang nilai-nilai didaktik dalam kehidupan, baik itu pandangan hidup, nilai filosofis, nilai moralitas, maupun nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai tersebut banyak terkandung di dalam babasan dan paribasa Sunda, atau di dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “ungkapan” dan “peribahasa”.

Dalam kajian linguistik, ungkapan (babasan) didefinisikan sebagai kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna khusus. Sedangkan peribahasa (paribasa) adalah kelompok kata atau kalimat (frasa dan klausa) yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan sesuatu (Ramdani, 2021:39).

Sebagaimana kita tahu, di zaman sekarang telah terjadi pengikisan karakter di dalam tubuh masyarakat Indonesia, tak terkecuali masyarakat Sunda. Pengikisan karakter tersebut terjadi di seluruh tatanan sosial kehidupan masyarakat.

Salah satu dampak yang paling dominan dan terasa adalah pengaruh negatif terhadap sikap dan perilaku masyarakat, di antaranya adalah sikap individualisme, hedonisme. Namun yang paling memprihatinkan adalah mulai jarangnya penggunaan bahasa Sunda di dalam kehidupan sehari-hari, baik itu di dalam ruang lingkup formal maupun non-formal.

Penggunaan bahasa Sunda di dalam ruang lingkup formal sempat menjadi polemik tatkala salah satu anggota DPR-RI mengkritisi seorang Jaksa Agung menggunakan bahasa Sunda di dalam sebuah forum rapat, yang kiranya tidak semuanya rapat itu berjalan seluruhnya menggunakan bahasa Sunda, melainkan hanya beberapa idiom-idiom bahasa Sunda saja yang muncul, semisal sampurasun, kumaha damang dan lain sebagainya.

Pengikisan dan polemik tersebut dipicu oleh pengetahuan tentang bahasa Sunda dan jarangnya pemakaian bahasa Sunda di dalam kehidupan sehari-hari. Berkaca kepada kasus tersebut, muncul akibat dari susahnya mempelajari bahasa Sunda.

Anggapan ini banyak bertebaran di masyarakat, mengingat adanya eufemisme di dalam bahasa Sunda itu sendiri yang dikenal masyarakat Sunda sebagai penghalusan bahasa atau undak-usuk atau tingkatan tuturan di dalam menggunakan bahasa Sunda, yang masuk ke dalam etika menggunakan bahasa.

Meski begitu, kesulitan dan kerumitan tersebut menjadikan bahasa Sunda sebagai bahasa yang unik. Tidak mudah untuk membedah dan meneliti bahasa Sunda, dikarenakan banyaknya problem dan paradigma yang bertebaran di masyarakat, seperti keragaman bahasanya (dialek, idiolek, kronolek, dll.). Di samping hal-hal tersebut, ada unsur yang sangat menarik untuk dikaji, yakni babasan dan paribasa.

Babasan dan Paribasa: Permainan dan Alat Sindir

Bagi masyarakat Sunda umumnya, babasan dan paribasa ini tentunya sudah tidak asing lagi. Berdasarkan maksud yang dikandungnya, menurut Ramdani (2021:40) babasan dan paribasa ini terdiri atas; wawaran luang (informasi pengalaman), pangjurung laku hadé (perintah untuk berbuat kebaikan), dan panyaram lampah salah (pencegah untuk berbuat kesalahan).

Bila dilihat dari uraian tersebut, sangat relevan untuk menjadi salah satu sarana pengedukasian mengenai pendidikan karakter masyarakat Sunda, khususnya di dalam penggunaan bahasa Sunda.

Munculnya babasan dan paribasa di dalam masyarakat Sunda tidak terlepas dari kebiasaan orang Sunda yang lebih senang “permainan” bahasa sebagai alat untuk “menyindir” atau memberitahu tentang suatu hal dengan cara yang halus tanpa menyakiti perasaan orang lain.

Keduanya muncul dari hasil kebudayaan masyarakat Sunda dalam pakeman-pakeman atau konvensionalitas bahasa atau ungkapan-ungkapan masyarakat Sunda terdahulu (Sutisna, 2015:2). Dari paparan tersebut, secara tidak langsung orang-orang terdahulu (leluhur) masyarakat Sunda telah melakukan pendidikan karakter yang di mana aspek bahasa sebagai sarana pengedukasiannya.

Mengacu kepada standar etika masyarakat Sunda dalam tataran sosial tergambarkan dengan beberapa babasan dan paribasa, berikut ini sekurang-kurangnya ada dua belas babasan dan paribasa hasil dari inventarisasi pribadi, seperti:

  1. Soméah hadé ka sémah (berperilaku baik kepada tamu).
  2. Amis budi (ramah; bahasanya santun dan murah senyum).
  3. Datang katingali tarang, undur katingali punduk (jika pergi, tidak begitu saja; pamitan lebih dahulu ketika akan pergi seperti ketika datangnya).
  4. Dihin pinasti anyar pinanggih (segala hal yang terjadi sekarang sesungguhnya sudah ditakdirkan lebih dulu oleh Tuhan).
  5. Disakompétdaunkeun (disamaratakan, tidak dipisah-pisah).
  6. Élmu tungtut dunya siar, sukan-sukan sakadarna (hidup harus menuntut ilmu untuk keselamatan dunia akhirat, serta harus hidup sederhana).
  7. Genténg-genténg ulah potong (walaupun hasilnya tak seberapa, tidak apa-apa daripada luput sama sekali; walaupun sakit parah, semoga saja jangan sampai meninggal dunia, mudah-mudahan bisa sembuh seperti sedia kala).
  8. Hadé gogog hadé tagog (baik budi bahasanya, baik sikapnya; tahu adat dan sopan santun).
  9. Hampang birit (rajin; giat).
  10. Handap asor (mau menghargai atau menghormati orang lain).
  11. Hérang caina beunang laukna (berhasilnya apa yang kita inginkan tidak lantas menimbulkan akibat buruk bagi orang lain atau tidak menimbulkan konflik).
  12. Indung tunggul rahayu, bapa tangkal darajat (keselamatan serta kebahagiaan seorang anak tergantung kepada ridho dan doa ayah ibunya.

Dari babasan dan paribasa hasil inventarisasi tersebut sangatlah relevan sebagai sarana untuk mengedukasi pendidikan karakter masyarakat Sunda, apalagi dikomparasikan dengan pembelajaran bahasa Sunda baik itu di tingkat SD-sederajat, SMP-sederajat, serta SMA-sederajat bahkan sekalipun di perguruan tinggi.

Di samping pengkomparasian dengan lembaga pendidikan formal, babasan dan paribasa juga bisa juga dikaitkan dengan norma-norma etika yang berlaku di masyarakat Sunda umumnya. Dalam masyarakat Sunda, ada bererapa cara melakukan pendidikan karakter untuk menghasilkan masyarakat yang masagi paripolahna (baik dalam kehidupannya; bertutur kata dan perbuatannya), seperti pendekatan kerohanian; agama.

Untuk menyampaikannya, diperlukan unsur untuk menjadi sarananya. Babasan dan paribasa bisa dijadikan sarana, berkaitan dengan penyampaiannya. Sebagai contoh, babasan dan paribasa:” indung tunggul rahayu, bapa tangkal darajat” dan hadé gogoh hadé tagog”.

Kedua contoh ini bila dilihat dari maknanya mengandung nilai-nilai keagamaan, karena ridho Tuhan ada di ibu dan ayah; keselamatan serta kebahagiaan seorang anak tergantung kepada ridho dan doa ayah ibunya (contoh 1) dan seorang manusia harus baik di dalam perilaku dan bertutur kata untuk mewujudkan manusa yang berakhlakul karimah (contoh 2).

Sebenarnya, babasan dan paribasa ini tak terhitung jumlahnya, dipengaruhi pemakaian, perkembangan bahasa, dan ragam bahasa (dialek) di dalam bahasa Sunda itu sendiri.

Pendidikan karakter yang dimana babasan dan paribasa sebagai sarananya akan terwujud apabila penggunaan bahasa Sunda di masyarakat masih tetap eksis. Eksistensi bahasa Sunda sendiri tergantung kepada masyarakatnya, apakah masih memiliki kesadaran atau tidak. Karena “lamun ilang basana, tangtu ilang bangsana”. Cag! Hurip Sunda![]

Tags: aksara sundabahasa sundabudayaesaiparibahasapendidikan karaktersunda
ShareTweetSendShare
Previous Post

Istirahat dan Pelukan Ibu

Next Post

Doa Pengembara

Alifia Syahrani

Alifia Syahrani

Seorang peminat Kajian Bahasa dan Budaya Sunda serta Indonesia, yang kini tercatat sebagai mahasiswa di Program Studi Sastra Sunda, Universitas Padjadjaran. Bisa ditemui di instagram @masse22_

Artikel Terkait

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024

Sepuluh menit setelah tanggal berganti menjadi 29...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1

1 April 2024

28 Maret 2024 Masehi. Malam 18 Ramadhan 1445 Hijriah. Saya tiba di Ladaya, Tenggarong, setelah menempuh lebih dari satu setengah...

Maraknya Perundungan Tanda Rendahnya Budaya Literasi
Esai

Maraknya Perundungan Tanda Rendahnya Budaya Literasi

17 March 2024

Belakang ini isu perundungan bagai bom waktu. Setiap hari bisa meledak di mana-mana, baik di sekolah hingga pesantren elite sekalipun....

Public Speaking Bukan Hanya Keterampilan Orang Terpelajar
Esai

Public Speaking Bukan Hanya Keterampilan Orang Terpelajar

4 April 2023

Berbicara, sebagai kebutuhan primer dalam berinteraksi, dapat membuat sebuah pertemuan menjadi lebih hidup. Bagi kebanyakan orang, sering atau banyak bicara...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Di Bandara Boston ke Jenewa dan Puisi Lainnya

Di Bandara Boston ke Jenewa dan Puisi Lainnya

21 December 2023
Dalam Buku untuk Bersikap Mangap

Dalam Buku untuk Bersikap Mangap

11 February 2021
Gambar Artikel Kedalaman dan Sajak untuk Novel Baswedan

Kedalaman dan Sajak untuk Novel Baswedan

3 December 2020
Gambar Artikel Rasa Berbahan Sutera

Rasa Berbahan Sutera

30 December 2020

Angklung: Warisan Budaya Sunda

6 December 2021
Tempat: Kenangan dan Seisinya

Tempat: Kenangan dan Seisinya

28 January 2021
Gambart Artikel : Analisis Puisi Goenawan Muhammad Saya Cemaskan Sepotong Lumpur

Analisis Puisi Goenawan Mohamad “Saya Cemaskan Sepotong Lumpur”

23 April 2021
Meneladani Sufi Jenaka: Nashrudin Hoja & Keledainya

Meneladani Sufi Jenaka: Nashrudin Hoja & Keledainya

3 January 2022
Gambar Artikel Kemarin dan Rindu

Kemarin dan Rindu

31 October 2020
Penulis Muda yang Pernah Putus Asa

Penulis Muda yang Pernah Putus Asa

6 April 2022
Facebook Twitter Instagram Youtube
Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya
  • Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
  • Penjual Susu dan Puisi Lainnya
  • Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta
  • Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival
  • Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib
  • Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan
  • Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1

Kategori

  • Event (11)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (9)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (63)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (50)
  • Metafor (207)
    • Cerpen (51)
    • Puisi (137)
    • Resensi (18)
  • Milenial (46)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (11)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In