Mata-mata itu telah turun dari pandangannya
Kelopaknya terkapar dibungkam letih, ditusuk lelah
Semalaman mereka menjaga cahaya
Agar gelap tak mencuri jalan rizkinya
Telinga-telinga itu telah hilang dari pendengarannya
Mengistirahatkan suara, mengistirahatkan sengsara
Semalaman mereka mendengar derap harapan
Namun tak kunjung jua langkahnya
Mulut-mulut itu telah bergegas dari kata-katanya
Membawa puisi derai kembali’ dalam diamnya
Semalaman mereka menyumpal pahit
Yang menerka-nerka hidupnya
Tubuh-tubuh itu telah pulang dari penatnya
Langkahnya terkulai diterpa hal-hal rancu kehidupannya
Jiwanya telah dimandikan pegal dan linu
Seribu doa ia langitkan, satu kecewa ia pendam
“Oh Tuhanku, hidup ini setengah dari surga. Oh negeriku, hidup ini setengah dari neraka”.
Dukuhtengah, 2019
Pulang
Kepala itu telah pulang memikul lelah dan mencangking ransel berisi susah
Jiwanya telah sampai tepat pada Magrib, pakaiannya riuh belum ia lepas masih menempel bersama masalah-masalahnya.
Ia duduk menghitung laba tenaganya, satu lembar dua lembar belum juga dengan pas terbayar. Ia letakkan pikirannya, matanya mulai layu termakan ragu, ia yakinkan dirinya sepenuh yakin.
Perempuannya datang merebut lamunannya, “bagaimana kang?” Tanyanya yang memaksa telinga, seolah-olah menagih janji di waktu Subuh yang ia beri.
Sedikit ia beranjak dari masalah satu ke masalah lainnya, satu helai ia lepas yang dikenakannya meninggalkan meja yang berserakan lembaran seolah meja itulah yang menjawabnya. Mulutnya diam, pikirannya ramai.
Ia membersihkan sisa-sisa lelah menghadap penciptanya
“Seluruh jiwa kupasrahkan, seluruh kebutuhan engkau sudah meyakinkan”
Perempuannya bingung setengah kepalang, ingin marah tapi canggung.
Setelah itu mereka duduk menyimpan masalahnya di laci masing-masing,
“Tuhan sedang asyik bermain dengan kita” ucapnya di lahan mata perempuannya.
Dukuhtengah, 2019
Ingin Kerja
Pagi-pagi ia memeluk semangat, mengenakan seragam dan sepatu yang telah ia kibas dari debu nganggur
Semalaman ia menyiapkan menu untuk esok
Kertas baik , tulisan baik , dan jiwa yang baik.
Sebelum lamarannya ia serahkan kepada pimpinan harapan
Ia panjatkan terlebih dahulu kepada Tuhan
“Tuhan ditanah-tanah kering kebingungan, dihidup-hidup penuh kerisauan, terimalah lamaran ini. Di dalamnya terdapat hidup dan setumpuk keinginan”
Rayunya yang penuh khidmat, ia simpan nganggurnya di dalam laci.
Dukuhtengah, 2019