Benang-benang cahaya
memintal tenaga pada kayu tua
lalu rerumputan halaman kian subur
menghijaukan mata-mata gersang
; tertipu kefanaan
setiap ruh yang Ia pinjami tubuh
tanpa sadar, membakar usia dengan sinarnya
baju dan celana yang menjadikannya manusia
merenta seperti kulit kayu tua
habis dimakan masa
Setiap unit bergerak menerka kehidupan
membaca sinyal semesta alam
dari peluk hangat embun pagi
hingga hitam menutup setiap penjuru
dan bayang-bayang lesap tenggelam
lalu mereka benam syukur dalam-dalam
di antara sujud yang terulur-ulur
Banyumas, 8 Februari 2021
Perjalanan Pertama Naik Kereta
sepasang besi berkarat
mengalungi pulau yang ningrat
menjalar seperti alur,
menyampaikan serta meninggalkan
pesan perpisahan
wajah kaca menjelma layar pertunjukan
orkes mesin kereta dan angin mengiringi,
setiap film yang berganti sepanjang mata terbuka
embun sisa subuh masih melekat di atasnya
dingin dan berbinar seperti air mata ibu,
melepasku penuh haru
langit masih kelabu,
belum biru seperti hati ibu
kududuk termangu, mengingat uang saku
adalah keringat bapak dan ibu
yang kugadaikan di altar ilmu
Banyumas, 14 Desember 2020
Pada Suatu Mata
kutenggelamkan pandangan
pada kedalaman laut matamu
lalu, kucoba mengarungi arus air mata
pembawa kata yang bercerita melankolis
membikin hilang wujudku habis, teriris-iris
semakin dalam, gelap tanpa binar
menuju palung hati
aku sempat singgah di suatu goa
isinya nama-nama benda yang kau rubah
menjadi nama kekasihmu, tak lain aku
lalu badai bergemuruh dari getar suaramu
memasuki tempat persinggahan hidupku
katamu, “aku hanya meminjam hidup,
menggadai seluruh barang-barang kali hidup,
dengan nama kekasihku,
semoga tuntas, dibayar lunas.”
dan nampaknya rona jingga merias wajah sayumu
yang tersipu malu, pada godaan langit yang cemburu
kau membiarkan selendangmu dinaiki angin
terbang mengantarkan kabar sendu tertawan rindu
di tengah bola matamu,
putaran memori seperti gangsing bumi
tidak mau berhenti sampai akhir nanti
Banyumas, 20 November 2020