• Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kerjasama
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
Wednesday, 03 December 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Esai

Pahlawan Bukan Hanya tentang Sejarah, Tapi Juga Pemuda

Ahmad Yusam Tabrani by Ahmad Yusam Tabrani
23 November 2020
in Esai
0
Gambar Artikel Pahlawan Bukan Hanya Tentang Sejarah, tapi Juga Pemuda

Sumber Gambar: refinery29.com

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Merayakan Hari Pahlawan di zaman sekarang menjadi hal yang bisa dibilang wajib, meski hanya lewat story di WhatsApp dan Instagram, atau di Twitter. Anak zaman sekarang sangat semangat ketika membagikan kiriman-kiriman konten seperti itu. Seolah memberitahu kepada teman, kerabat, atau bahkan gebetan, bahwa mereka sangat menghormati pahlawan dan mengenang jasa mereka. Dan tak jarang yang mereka bagikan adalah konten yang sudah disediakan media massa atau lembaga serta organisasi yang mereka aktif di dalamnya.

Hal-hal seperti tadi sudah menjadi hal wajar dan sangat mudah untuk ditemui ketika ada peringatan hari-hari besar, termasuk Hari Pahlawan. Tapi perlu dipertanyakan sebenarnya: seluas apa pengetahuan mereka tentang apa yang mereka bagikan?

Bakal menjadi hal yang tidak bisa dibenarkan ketika mereka membagikan suatu hal tetapi tak bisa mempertanggungjawabkan apa yang mereka bagikan itu. Konteksnya akan sama seperti kita membagikan sebuah berita, tetapi kita tidak tahu-menahu asal-usul dari berita tersebut. Apakah yang mereka bagikan itu hal yang sudah benar atau malah suatu kebohongan.

Tapi ketika yang kita bahas adalah pahlawan, jelas tak mungkin disangkut-pautkan dengan kebohongan. Yang mana jasa mereka sudah benar-benar kita rasakan. Bukan dalam artian tak setuju atau bahkan melarang mereka untuk menyampaikan sebentuk kebahagiaan menyambut hari pahlawan. Yang dipermasalahkan dalam hal ini, apakah mereka yang membagikan konten sebagai bentuk apresiasi terhadap jasa pahlawan paham betul akan makna dari pahlawan itu sendiri.

Saya pada tulisan ini sebenarnya sangat takut, ketika melihat orang-orang atau bahkan anak muda membagikan konten-konten untuk merayakan Hari Pahlawan, namun hanya menganggap pahlawan adalah sebagian bentuk dari sejarah Indonesia.

Saya sangat tidak setuju kalau pahlawan dianggap hanya sebagai sejarah bangsa Indonesia.

Apabila saya ditanya apakah pahlawan berpengaruh terhadap sejarah, saya sangat setuju akan hal itu. Tapi pahlawan sebenarnya bukan hanya soal sejarah. Bukan cuma soal orang-orang yang berjuang di medan perang untuk mengusir para penjajah. Bukan pula mereka yang memperjuangkan lewat strategi diplomatik untuk menjadikan Indonesia negara yang merdeka.

Makna pahlawan sebenarnya tidak sesempit itu. Jika kita melihat makna pahlawan lewat Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Dari pengertian tersebut dapat kita peroleh bahwa makna pahlawan bukan sesempit yang banyak anak zaman sekarang pahami.

Jika mereka cuma memahami pahlawan sebagai bentuk sejarah, mereka bakal menganggap pahlawan hanya ada di masa lampau. Padahal makna pahlawan sebenarnya tak mengenal waktu dan tak mengenal tempat. Mereka semua hanya bakal mengetahui adanya seorang pahlawan tanpa mendapat motivasi untuk menjadi seorang pahlawan.

Mungkin mereka bakal bertanya, “Bagaimana bisa kita menjadi seorang pahlawan? Sedangkan dunia sendiri sudah damai.” Pemahaman-pemahaman yang kurang tepat seperti itu sudah telanjur mengakar di pemikiran anak-anak zaman sekarang.

Kalau menurut saya, kita sebagai anak muda sebenarnya masih berpeluang besar menjadi seorang pahlawan. Dan yang pasti bukan pahlawan yang dikenang atas perjuangannya di medan juang. Mungkin mereka sudah banyak lupa dengan nama-nama seperti Taufik Hidayat, Susi Susanti, Bambang Pamungkas, dan juga Boas Salossa. Menurut saya, mereka semua itu merupakan pahlawan, yang mana dalam hal ini mereka telah berjuang mengharumkan nama Indonesia di kancah olahraga.

Apakah salah jika mereka dilabeli sebagai seorang pahlawan? Tentu tidak. Orang-orang di negara kita saja yang masih menutup mata untuk melihat kebenaran itu.

Mereka tak pernah menyadari betapa memotivasinya seorang Boas Salossa di Papua. Sewaktu anak kecil yang bermain bola ditanya, “Mau jadi apa kamu nanti?” Mereka bakal lantang menjawab, “Kami ingin jadi seperti kaka Boas”. Terdengar sangat sederhana, tapi bagi mereka sosok Boas Salossa terpandang sangat istimewa dan menjadi sewujud motivasi untuk semakin semangat berlatih demi meraih cita-cita–menjadi seorang pemain sepak bola. Hal yang sangat bisa dijadikan alasan untuk melabeli seorang Boas Salossa sebagai seorang pahlawan.

Hanya saja, cara berpikir kita yang belum dikembangkan untuk memahami hal-hal sederhana seperti itu. Coba bila hal-hal seperti itu benar-benar terealisasi, daya juang anak muda pasti sangat-sangat besar untuk mencapai cita-cita. Bukan hanya dalam hal olahraga. Ada banyak hal lain yang bisa diapresiasi untuk kita labeli sebagai seorang pahlawan, meski yang paling mudah untuk diterima pada bidang olahraga. Tapi sebenarnya di bidang lain juga tak menutup kemungkinan untuk bisa meraih sebuah pencapaian luar biasa, setidaknya mencapai kancah internasional dan membuat harum nama Indonesia.

Hal-hal demikian yang seharusnya ditanamkan kepada generasi milenial bangsa ini. Sehingga mereka menghikmahi Hari Pahlawan bukan sekadar mengenang jasa para pahlawan kemerdekaan. Tetapi juga menjadi penyemangat supaya mereka jadi lebih termotivasi untuk menjadi pahlawan-pahlawan baru ke depannya. Menjadikan bangsa ini makin dipandang oleh bangsa lain lewat karya dan dedikasi mereka terhadap negara.[]

Tags: esaihari pahlawankritikmilenialpahlawanpemudarefleksi
ShareTweetSendShare
Previous Post

Membersihkan Luka dengan Alkohol Vs Air Bersih

Next Post

Tabiat Arunika dan Kotak Pandora

Ahmad Yusam Tabrani

Ahmad Yusam Tabrani

Pemuda kelahiran Gresik, penikmat kopi tanpa glukosa. Mulai menulis sejak kuliah di UINSA Surabaya. Twitter @yusamtab dan Instagram @yusamtab.

Artikel Terkait

Pulau Bajak Laut, Topi Jerami, dan Gen Z Madagaskar
Esai

Pulau Bajak Laut, Topi Jerami, dan Gen Z Madagaskar

21 October 2025

Penulis: Jean-Luc Raharimanana Penerjemah: Ari Bagus Panuntun   2002. Buku-buku dibakar di depan rumah ayahku. Adalah militer. Adalah milisi. Mereka...

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
Esai

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna

5 August 2025

Malam itu, saya belum ingin tidur cepat. Hingga lewat tengah malam dan hari berganti (Rabu, 23 Juli 2025) saya duduk...

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
Esai

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

28 July 2025

Jika bulan Juni sudah kepunyaan Sapardi, Juli adalah milik Hemingway. Pasalnya, suara tangis bayi-Hemingway pecah di bulan yang sama (21...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024

Sepuluh menit setelah tanggal berganti menjadi 29 Maret 2024, teks cerpen Agus Noor dihidupkan di ampiteater Ladaya. Sejumlah kursi kayu...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Gambar Artikel Puisi Aku Telah Bermimpi

Aku (Telah) Bermimpi

26 January 2021
Gambar Artikel Puisi untuk Ibu : Mamak dan Kudapan Hina

Mamak dan Kudapan Hina

1 December 2020
Membaca Pikiran Atheis Sam Harris: Manusia Bebas atau Terjajah Selera?

Membaca Pikiran Atheis Sam Harris: Manusia Bebas atau Terjajah Selera?

19 April 2022
Di Balik Bilik Kamar

Di Balik Bilik Kamar

12 March 2021
Gambar Artikel Surat Cinta Awal Tahunku

Surat Cinta Awal Tahunku

5 January 2021
Makassar dalam Arus Niaga Internasional

Makassar dalam Arus Niaga Internasional

13 March 2022
Gambar Artikel Tut Wuri Golek Rai

Tut Wuri Golek Rai

25 November 2020
Bersetubuh dengan Kata

Bersetubuh dengan Kata

24 March 2021
Gambar Artikel Metafora Mutualisme

Metafora Mutualisme

8 November 2020
Mendikte dan Menyombongi Tuhan

Mendikte dan Menyombongi Tuhan

12 February 2021
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Mempersenjatai Trauma: Strategi Jahat Israel terhadap Palestina
  • Antony Loewenstein: “Mendekati Israel adalah Kesalahan yang Memalukan bagi Indonesia”
  • Gelembung-Gelembung
  • Mengeja Karya Hanna Hirsch Pauli di Museum Stockholm
  • Di Balik Prokrastinasi: Naluri Purba Vs Tuntutan Zaman
  • Pulau Bajak Laut, Topi Jerami, dan Gen Z Madagaskar
  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu

Kategori

  • Event (14)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (12)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (66)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (53)
  • Metafor (217)
    • Cerpen (55)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (49)
    • Gaya Hidup (26)
    • Kelana (13)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kontributor
  • Hubungi Kami

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Kami
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Hubungi Kami
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.