slot gacor slot gacor slot gacor slot gacor
Melebur Bersama Tuhan dengan Tarian - Esai - Metafor.id

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
Monday, 07 July 2025
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Esai

Melebur Bersama Tuhan dengan Tarian

Chintya Amelya P. by Chintya Amelya P.
27 December 2020
in Esai
0
Gambar Artikel Melebur Bersama Tuhan dengan Tarian

Javanese Mask Dance, Sumber Gambar: https://www.flickr.com/photos/

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Usai dengan puisi milik Mas Febrian Kisworo yaitu Lewat Tulisan Aku BerTuhan-nya, maka tak ada salahnya juga ikut nimbrung mengutarakan buah pikiran, menuangkannya dalam barisan kata tentang peleburanku bersama Tuhan lewat sebuah tarian.

Entah akan ada banyak kepala yang heran bukan kepalang melihat manusia-manusia ini lagaknya menggampangkan dirinya dalam berTuhan. Namun, jika kendati demikian yang kalian pikirkan, maka lebih baiklah apabila kalian tadaburi buku milik Buya M. N. Kamba, Mencintai Tuhan secara Merdeka—yang resensi nya juga ditulis di Metafor oleh Mbak Atssania Zahroh. Sehingga tidaklah terhanyut pikiran kalian oleh besi-besi penjara yang telah kalian buat sendiri.

“Menurutmu, menari itu apa?” Pertanyaan sederhana dari seorang teman yang berhasil membuatku kebingungan menjawab. Kalau saat itu derita malas datang menghampiri pikiran dan jari ini, maka tentu akan kujawab dengan sederhana pula: bahwa menari itu membawakan sebuah tarian. Namun, malu rasanya jika bertahun-tahun berkecimpung dalam dunia tari dan hanya menjawab pertanyaan tersebut dengan sepetak kalimat yang tak membawa kepuasaan jawaban sama sekali.

Untuk itu, kujawab pertanyaan tersebut dengan mengingat 3 unsur dalam tarian, yaitu “wiragamarasa”. Wiraga, wirama, dan wirasa. Tidak boleh ada unsur yang terbalik, sebab seperti itulah pakem-nya.

Gampangnya, menari adalah menyampaikan rasa ketika kata tidak lagi mampu untuk diucapkan pun didengarkan. Sedangkan penjabaran berdasarkan ketiga unsur di dalamnya dan pemahamanku yang seada-adanya, menari adalah ketika raga bergerak bersama dengan alunan irama dan keduanya disatukan melalui rasa (hati). Dengan begitu, menari juga dapat diartikan sebagai wujud olah diri dalam menyampaikan sebuah pesan melalui gerakan yang berasal dari dalam hati.

Lalu, apa hubungannya antara berTuhan dengan tarian?

Menari itu matoyo. Yang mana jika ditelisik susunan katanya, terdapat kata Toyo (bahasa Jawa) yang berarti Tuhan. Sehingga menari sama artinya dengan menTuhan. Melebur-kan diri dengan / bersama Tuhan.

Namun, tentu tidak semua dapat diartikan demikian. Sebab dalam menari untuk maToyo harus ada keselarasan antara ketiga unsur tadi, yaitu: raga, irama, dan rasa. Sedikit saja kecacatan dalam unsur tersebut, maka menari yang kita lakukan hanya sebatas rentetan gerak tubuh saja. Bahkan antara musik dengan penari pun akan terlihat saling berdiri sendiri.

Dari keberagaman jenis tarian, tari tradisional khususnya tari klasik-lah yang membuatku mampu merasakan peleburan / melebur bersama Tuhan ini. Alunan musiknya pelan. Bahkan menurut beberapa orang sangat pelan, relatif sekali. Gerak demi gerak penuh penghayatan. Bahkan titik atau gong musiknya hanya akan terasa ketika kita telah mampu meleburkan raga dengan irama. Sebab, kebanyakan musik yang digunakan relatif sama nadanya, ajeg.

Sedikit saja fokus kita teralih pada hafalan, jarik, sanggul, kemben yang mau melorot, dan sebagainya, maka akan membuyarkan tarian kita. Yang bisa dilakukan hanya pasrah, mengalun, mengalir, hingga melebur bersama kekosongan batin. Maka segera akan kita temui ketenangan sesungguhnya, ketenangan yang kita cari-cari yaitu saat bersama Tuhan.

Adapun gerakannya juga tidak hanya sekadar gerak, gendingnya tidak hanya sekadar gending biasa, keseluruhannya mengadung doa dan pengharapan pada Tuhan. Ini semua tak akan kita rasa ketika yang kita tonton hanya liuk tubuh penarinya saja atau musiknya saja. Sebab untuk menTuhan perlu menyatu.

Tidak masalah dengan ikut memeriahkan tarian modern di era seperti ini. Namun, akan menjadi salah ketika tidak ada rasa ingin melestarikan tari tradisi yang kita miliki. Betapa banyak nilai kehidupan hingga religiusitas yang kita dapat ketika kita mau menyelaminya. Sayang sekali, jika hanya tutur kata berucap melestarikan namun abai. Berucap melestarikan, tapi ogah-ogahan menarikan dan mempelajarinya.

Jika negara luar mengklaim tarian kita sebagai tariannya, barulah melakukan protes tidak terima dan berujar pencurian. Padahal kita sendiri yang terlalu terperdaya oleh siasat mereka agar fokus kita terpecah pada budaya mereka. Jadi, siapa yang salah? Atau biar tidak menghakimi, pertanyaannya diubah, “Jadi, apa yang salah?” Fokus kita, niat kita, atau tindakan kita?

Sembari merenungi pertanyaan di atas, pahami pula sejatinya mencari Tuhan banyak ragamnya. Ibadah terletak pada niat. Dan segala sesuatu di jagat besar ini adalah bentuk ibadah jika meniatinya untuk ibadah. Termasuk tarian. Sehingga ibadah tidak mandek hanya sebatas ibadah yang kita tahu saja.

Merdekalah dalam menTuhan. Dan cara yang paling ampuh untuk meleburkan diri dengan-Nya, ya dengan meleburkan diri pada dirimu sendiri. Siapa yang mengenal dirinya sendiri, maka dia akan mengenal Tuhan-Nya, bukan? Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Rabbahu.[]

Tags: JawasenispiritualtaritasawuftradisonalTuhan
ShareTweetSendShare
Previous Post

Menghidupkan Tuhan yang Telah Mati

Next Post

Jahm bin Safwan: Sosok Ekstremis Klasik di Islam

Chintya Amelya P.

Chintya Amelya P.

Mahasiswa asal Tuban, Jawa Timur, yang merasa salah jurusan. Kuliah di Yogyakarta. Kesibukan sekarang kuliah dan menulis saja. Bisa disapa di Instagram @chintyaamelyaa.

Artikel Terkait

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024

Sepuluh menit setelah tanggal berganti menjadi 29...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1

1 April 2024

28 Maret 2024 Masehi. Malam 18 Ramadhan 1445 Hijriah. Saya tiba di Ladaya, Tenggarong, setelah menempuh lebih dari satu setengah...

Maraknya Perundungan Tanda Rendahnya Budaya Literasi
Esai

Maraknya Perundungan Tanda Rendahnya Budaya Literasi

17 March 2024

Belakang ini isu perundungan bagai bom waktu. Setiap hari bisa meledak di mana-mana, baik di sekolah hingga pesantren elite sekalipun....

Public Speaking Bukan Hanya Keterampilan Orang Terpelajar
Esai

Public Speaking Bukan Hanya Keterampilan Orang Terpelajar

4 April 2023

Berbicara, sebagai kebutuhan primer dalam berinteraksi, dapat membuat sebuah pertemuan menjadi lebih hidup. Bagi kebanyakan orang, sering atau banyak bicara...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Alir-an

Alir-an

10 February 2021
Ya Afu, Ya Jingan!

Ya Afu, Ya Jingan!

12 July 2021
Dan Kita Asing di Depan Matahari

Dan Kita Asing di Depan Matahari

11 October 2021
Berada di Kota Antah-Berantah

Berada di Kota Antah-Berantah

5 May 2021
Gambar Artikel Anomali Rokok dan Sepak Bola

Anomali Rokok dan Sepak Bola

8 January 2021
Senja Carita

Senja Carita

24 April 2021
Indonesia Tidak Punya Filsafat?

Indonesia Tidak Punya Filsafat?

27 April 2021
Rindu Bersaung di Senaru

Rindu Bersaung di Senaru

10 March 2021
Gambar Artikel Jasong Pengalaman Menjadi Pramusaji

Jasong

26 January 2021
Pop Culture Buat Isti

Pop Culture Buat Isti

3 April 2021
Facebook Twitter Instagram Youtube
Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya
  • Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
  • Penjual Susu dan Puisi Lainnya
  • Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta
  • Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival
  • Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib
  • Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan
  • Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1

Kategori

  • Event (11)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (9)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (63)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (50)
  • Metafor (207)
    • Cerpen (51)
    • Puisi (137)
    • Resensi (18)
  • Milenial (46)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (11)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In