• Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kerjasama
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
Wednesday, 03 December 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Esai

Buku Mengajak Bicara dengan Diri Sendiri

Livia Arya Kinanti by Livia Arya Kinanti
17 December 2021
in Esai
0
Buku Mengajak Bicara dengan Diri Sendiri

http://booklover.tumblr.com/

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

The reading of all good books is like conversation with the finest men of past centuries.

—Rene Descartes

Dalam masa perkembangannya, usia remaja merupakan usia di mana seseorang sedang mulai asyik mencari jati diri yang sebenarnya. Remaja berkembang dan memupuk diri melalui interaksi bersama teman seusianya baik di dunia nyata maupun maya. Dalam setiap pribadi manusia, rasa percaya diri merupakan sebuah peran penting guna mewujudkan keberhasilan dalam hubungannya dengan segala kegiatan yang dilakukan. Namun, hal yang tak dapat dipungkiri adalah tingkat kepercayaan diri yang dimiliki oleh setiap individu itu berbeda satu dengan yang lain.

Berangkat dari rasa percaya diri yang berbeda-beda itu, dewasa ini kata ‘insecure’ sedang menjadi topik yang tiada habisnya. Insecure ialah suatu istilah dalam ranah kesehatan mental yang saat ini menjadi perhatian masyarakat luas. Kata insecure acap kali diucapkan oleh orang-orang yang sedang merasakan kekhawatiran terhadap suatu hal. Selain itu, insecure juga acap kali diucapkan ketika seseorang merasa tak nyaman dengan dirinya sendiri maupun dengan situasi tertentu.

Kaitannya dengan insecure, self-healing juga ramai dibincangkan akhir-akhir ini terutama oleh kaum remaja zaman now. Self-healing merupakan suatu proses penyembuhan diri yang umumnya terjadi akibat tekanan mental, tekanan jiwa dan sebagainya, karena terpendam luka batin masa lalu yang disebabkan diri sendiri maupun orang lain. Tujuan self-healing yakni agar dapat memahami diri sendiri, dalam menerima kekurangan dan ketidaksempurnaan, serta membentuk pikiran positif dari hal-hal yang sudah terjadi.

Ketika berhasil melakukan self-healing, maka seseorang nantinya akan dapat menjadi pribadi yang lebih kuat dalam menghadapi situasi yang sulit, kegagalan, dan tekanan di masa lalu. Kita akan dapat melihat bahwa segala persoalan hidup dapat memberikan pelajaran yang tidak diajarkan oleh siapa pun, kecuali diri sendiri. Singkatnya, orang yang memiliki rasa insecure baiknya memerlukan self-healing untuk menyembuhkan luka batin karena rasa insecure-nya tersebut.

Banyak cara yang dapat dilakukan untuk self-healing, salah satunya adalah dengan membaca buku. Salah satu buku self-healing yang sedang ramai dibicarakan adalah sebuah buku berjudul “Insecurity Is My Middle Name”, karya seorang penulis muda bernama Alvi Syahrin. Buku tersebut merupakan salah satu buku self-healing yang populer di kalangan remaja saat ini.

Insecurity dan Buku Self-Healing

Setiap individu tentunya pernah merasa insecure. Hanya saja perasaan insecure yang dialami oleh setiap individu itu berbeda satu sama lain. Insecure itu wajar dan normal. Masing-masing manusia yang hidup pastinya mengalami berbagai kejadian, baik itu kejadian yang membuatnya bahagia, sedih, kecewa, dan lain sebagainya. Ketika menginjak usia remaja, mengalami yang namanya patah hati adalah hal yang lumrah saja. Salah satunya yakni patah hati yang disebabkan karena penolakan. Entah itu ditolak seseorang, maupun perusahaan yang sedang didambakan.

Insecurity selama ini memang dirasakan oleh siapa saja tanpa memihak pada siapa pun. Mulai dari usia remaja sampai-sampai usia dewasa. Bentuk dari insecure-nya pun bermacam-macam. Bisa insecure karena merasa bahwa fisiknya tidak semenarik fisik orang lain, merasa bahwa keadaannya tidak seberuntung yang lain, sampai merasa rendah diri karena pada usia yang dimilikinya saat ini belum bisa berhasil menggapai tujuan apapun.

Buku self-healing berjudul “Insecurity Is My Middle Name” karya Alvi Syahrin adalah salah satu jalan keluar agar kita dapat berdamai dengan perasaan insecure tersebut. Pada hakikatnya, kekuatan perasaan akan membentuk pribadi yang akan mempengaruhi perilaku seseorang.

Dalam buku itu, penulis mengajak kita agar berdamai dengan perasaan insecurity yang ada di dalam hati dan pikiran dengan cara yang positif. Kemudian beranjak memanfaatkan perasaan insecurity itu sendiri, menjadi pemicu untuk terus berkembang dan bergerak menjadi diri sendiri, menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya. Melalui buku self-healing ini, seolah-olah buku ini sedang mengajak bicara dengan diri sendiri, menjadi teman di kala kesepian, membawa kita untuk merenung dan berbincang atas ketidakpercayaan diri yang selama ini terpaku pada masing-masing individu.

Memiliki konsep yang menarik dan menyuguhkan halaman depan serta tampilan yang apik hingga membuat buku self-healing ini mampu menenangkan pembacanya. Alvi Syahrin membawa pembacanya untuk memahami tentang pola pikir insecurity dan cara berdamai dengan diri sendiri. Di buku inilah penulis mengajak pembacanya untuk berdamai dan memandang insecurity dari sudut pandang yang berbeda. Bukan dijadikan sebagai suatu penghalang, akan tetapi berbalik agar menjadi energi pendorong yang membuat diri kita semakin menjadi lebih baik.

Atensi Remaja terhadap Buku Self-Healing

Remaja yang adalah generasi penerus bangsa, kini sayangnya, memiliki minat baca yang tergolong sangat memiriskan. Bahkan menurut UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia adalah terendah kedua dari 61 negara. Artinya, Indonesia menduduki peringkat ke-60. Generasi masa kini telah disuguhkan dengan berbagai teknologi yang canggih, namun sangat disayangkan bahwa perkembangan teknologi yang semakin canggih tersebut tidak dibarengi dengan meningkatnya minat baca.

Munculnya media sosial menjadi salah satu contoh perkembangan teknologi yang kini menyedot perhatian sekaligus ‘merampok’ waktu kita–bahkan secara pemilikan saja, banyak dari kita yang memiliki lebih dari satu akun. Salah satu medsos yang digandrungi, yakni Instagram, menjadi salah satu platform yang paling banyak digumuli para remaja karena menyuguhkan lebih banyak media visual berupa gambar dibandingkan dengan platform media sosial yang lain.

Dari sini, di samping tantangan waktu yang direnggut, tetapi pemanfaatan medsos untuk mengampanyekan minat baca dan literasi sungguh penting diterapkan. Sebagai contoh, Alvi Syahrin, penulis buku self-healing ini memanfaatkan media sosial sebagai ajang untuk mengenalkan karya-karyanya. Salah satu karyanya yang saya sebut di atas, telah menarik perhatian saya saat menggulir laman instagram. Buku yang baru terbit pada pertengahan tahun 2021 ini, menarik perhatian lebih dari 20.000 pembaca hingga awal November 2021. Artinya, atensi remaja terhadap buku self-healing ini tergolong cukup banyak.

Hal-hal positif seperti ini perlu sekali mendapat perhatian lebih di kalangan remaja. Pasalnya, masa remaja merupakan masa yang labil dalam bertindak dan mengambil keputusan. Sehingga remaja sangat rentan terpengaruh dengan hal-hal yang sifatnya baru bagi mereka.

Perhatian remaja sering kali hanya terfokus pada hal-hal yang sifatnya kurang esensial, sedangkan perhatian terhadap buku rasanya seperti terabaikan. Hal ini menjadi tantangan khususnya bagi para penulis buku. Penulis harus tahu betul bagaimana memanfaatkan peluang yang ada, sehingga karyanya dapat memikat perhatian sasaran pembacanya.

Membaca sejatinya merupakan hal yang mudah untuk dilakukan. Remaja yang sedang mencari jati dirinya semestinya mampu berusaha meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pola pikirnya. Salah satu langkah awal yang dapat dilakukan adalah dengan cara membaca buku. Buku self-healing berjudul “Insecurity Is My Middle Name” karya Alvi Syahrin ini dapat menjadi salah satu alternatif bacaan bagi remaja yang sedang mencari jati dirinya.

Sebagai penutup, saya akan mengakhirnya dengan sebuah kutipan mengena dari seorang penulis berkebangsaan Amerika.

“Buku adalah pembawa peradaban. Tanpa buku, sejarah itu sunyi, sastra itu bodoh, sains lumpuh, pemikiran dan spekulasi terhenti. Buku adalah mesin perubahan, jendela di dunia, mercusuar yang didirikan di lautan waktu.”

—Barbara W. Tuchman

Tags: Buku Mengajak Bicara dengan Diri Sendiriesailivia arya kinanti
ShareTweetSendShare
Previous Post

Revolusi Kurikulum

Next Post

Proses Menuju dan Lika-Liku Menjalani Hidup di Jerman

Livia Arya Kinanti

Livia Arya Kinanti

Lahir di Purbalingga, 24 Agustus 2001. Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Berdomisili di di Purbalingga dan bisa dihubungi melalui ig: @liviaaryaaa.

Artikel Terkait

Pulau Bajak Laut, Topi Jerami, dan Gen Z Madagaskar
Esai

Pulau Bajak Laut, Topi Jerami, dan Gen Z Madagaskar

21 October 2025

Penulis: Jean-Luc Raharimanana Penerjemah: Ari Bagus Panuntun   2002. Buku-buku dibakar di depan rumah ayahku. Adalah militer. Adalah milisi. Mereka...

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
Esai

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna

5 August 2025

Malam itu, saya belum ingin tidur cepat. Hingga lewat tengah malam dan hari berganti (Rabu, 23 Juli 2025) saya duduk...

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
Esai

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

28 July 2025

Jika bulan Juni sudah kepunyaan Sapardi, Juli adalah milik Hemingway. Pasalnya, suara tangis bayi-Hemingway pecah di bulan yang sama (21...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024

Sepuluh menit setelah tanggal berganti menjadi 29 Maret 2024, teks cerpen Agus Noor dihidupkan di ampiteater Ladaya. Sejumlah kursi kayu...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Di Bandara Boston ke Jenewa dan Puisi Lainnya

Di Bandara Boston ke Jenewa dan Puisi Lainnya

21 December 2023
Upaya Menemukan Kepastian Hidup Ala Spinoza

Upaya Menemukan Kepastian Hidup Ala Spinoza

25 November 2021
Gambar Artikel Mind Management

Mind Management

27 November 2020
Gambar Artikel Puisi Dengan Angin

Dengan Angin

19 January 2021
Perjalanan dan Jarak

Perjalanan dan Jarak

19 April 2021
Bukti Pemerintah Serius Menangani Pandemi Covid-19

Bukti Pemerintah Serius Menangani Pandemi Covid-19

9 August 2021
Gambar Artikel Ternak Ilmu(wan)

Ternak Ilmu(wan)

1 December 2020
https://unsplash.com/photos/g4I_Lq-p4o0

Pengguna VPN Bukan Berarti Pecinta Bokep

14 February 2021
Jumat Berkah dan Kelahiran

Jumat Berkah dan Kelahiran

18 March 2022
Babasan dan Paribasa: Sarana Pendidikan Karakter Berbahasa Sunda

Babasan dan Paribasa: Sarana Pendidikan Karakter Berbahasa Sunda

30 June 2022
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Mempersenjatai Trauma: Strategi Jahat Israel terhadap Palestina
  • Antony Loewenstein: “Mendekati Israel adalah Kesalahan yang Memalukan bagi Indonesia”
  • Gelembung-Gelembung
  • Mengeja Karya Hanna Hirsch Pauli di Museum Stockholm
  • Di Balik Prokrastinasi: Naluri Purba Vs Tuntutan Zaman
  • Pulau Bajak Laut, Topi Jerami, dan Gen Z Madagaskar
  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu

Kategori

  • Event (14)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (12)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (66)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (53)
  • Metafor (217)
    • Cerpen (55)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (49)
    • Gaya Hidup (26)
    • Kelana (13)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kontributor
  • Hubungi Kami

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Kami
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Hubungi Kami
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.