Sudah cukup lama aku berkutat dengan Kemarin dan Rindu. Kubabat habis sudah semua overthinking-ku itu. Bukan, bukan berarti aku sudah selesai dengan kedua momok itu. Buat apa juga dipikir terus. Wis hop, hadapi saja. Kok rasanya seperti belajar teori musik dari modulasi, dominant scale, sampai rumus progresif yang wah, tapi ndak ada praktiknya sama sekali. Buat apa.
Anyway, bicara about music, memang literally unique. Ya meskipun that’s all tentang your preference. Duh, bahasaku kayak argumen selebtwit sewaktu didebat netizen lain. Hmmm….
Aku bukan pengamat musik yang tahu betul kualitas musikalitas, sejarah, hingga sebab-akibat kenapa musik itu lahir. Ibarat Al-Qur’an, ini bukan tafsir tekstual yang butuh ilmu tinggi untuk melakukannya. Melainkan tadabbur, pemaknaan berdasarkan pengalaman atau perjalanan hidupku selama ini.
Selesai dengan Kemarin dan Rindu, sekarang malah mumet dihantam ragu. Bukan semata-mata ragu, lho. Ini ragu yang di dalamnya ada keyakinan. Ya ragu, ya yakin. Pokoke begitu.
Lagi-lagi The Beatles. Dengan musikalitas dan lirik yang selalu yohi, membuatku ingin terus-menerus mengulik perihal karya-karya mereka. Salah satunya, lagu berjudul “Something” yang ditulis oleh The Quite Beatle, George Harrison. Meski tak banyak mendominasi penulisan lagu The Beatles, bukan berarti dia tak bisa menulis sebaik Lennon-McCartney.
Lagu yang menjadi bagian dari album “Abbey Road” (1969) ini, dinobatkan sebagai lagu yang paling banyak dibawakan ulang (bahasa kini: cover lagu) oleh musisi saat itu. Elvis Presley, James Brown, Frank Sinatra, dan banyak lagi. Ndak heran sih, wong liriknya bikin hmm begitulah.
“Something in the way she moves
Attracts me like no other lover”
Sesuatu perihal bagaimana dia bertindak. Menarik rasaku layaknya tiada pencinta yang lain. Kagum? First impression? Atau cinta pada pandangan pertama, mungkin? Orang-orang ini memang cerdas betul. Cuma ngerti wajahnya dan lihat gerak-geriknya saja sudah bisa bikin katresnan. Heuheu….
“Something in the way she woos me
I don’t want to leave her now
You know I believe and how”
Sesuatu perihal caranya merayuku. Aku tiada ingin meninggalkannya. Kamu tahu, kan, bagaimana aku begitu yakin?
Entah bagaimana dan siapa lawan bicara si “Aku” di lagu ini. Sepengawuranku, “Dia” ini ya seseorang yang bikin si Aku ini katresnan. Kalau “Kamu”, bisa merujuk ke dua pihak; si Dia sendiri, atau ada orang lain yang diajaknya bercerita—dalam kasus ini adalah pendengar lagu—tentang si Dia itu.
Di bait kedua ini, si Aku menunjukkan keyakinannya mencintai Dia. Ditunjukkan lah keyakinannya itu pada si Kamu. Dengan “hanya” menyaksikan bagaimana Dia bertindak dan merayu, si Aku semudah itu jatuh cinta dan yakin dengannya.
“Somewhere in her smiles, she knows
That I don’t need no other lover”
Di suatu ruang dalam senyumnya, dia tahu. Ya, dia tahu bilamana aku ini tak membutuhkan pencinta yang lain. Mung cah kae tok. Valid no debat. Kalau pengen debat, nyalon presiden saja.
“Something in her style that shows me
I don’t want to leave her now
You know I believe and how”
Sesuatu dalam gayanya yang diperlihatkan padaku. Duh, aku tiada ingin meninggalkannya. Kamu tahu, kan, Cuk, aku ini begitu yakin bagaimanapun itu.
Di bagian verse, terlihat bagaimana si Aku begitu yakin, haqqul yaqin, kalau dia sedang mencintai. Setidaknya begitulah pengakuannya pada si pendengar. Lantas bagaimana, bila tetiba saja si Dia mempertanyakan: cintakah si Aku pada si Dia? Bagian bridge akan menjawabnya. Jangan kemana-mana tetap simak di Metafor setelah pariwara berikut. Hmmm.
“You’re asking me will my love grow
I don’t know, I don’t know”
Kau mempertanyakan, akankah cintaku ini akan tumbuh, bukan sebagaimana cinta yang begitu-begitu saja? Aku tiada tahu, Dik. Aku tiada tahu akan itu.
“You stick around and it may show
I don’t know, I don’t know”
Kau selalu membersamaiku dan itu mungkin tunjukkan cintamu padaku. Terus terang aku tak tahu. Aku tak tahu akankah cintaku tumbuh, hendakkah aku menumbuhkannya, atau mungkin punyakah aku kehendak atas tumbuhnya perasaanku ini.
Entah bagaimana kalian, Para Pembaca, memaknai sebuah ketidaktahuan. Apakah itu menunjukkan betul-betul tak tahu? Apakah dominasi keraguan yang menyertai si pengucap, sehingga terlontarlah “Aku tak tahu”.
Memang janggal si Aku ini. Katanya di bagian verse tadi, dia yakin betul dengan cintanya. Tetiba kala ditanya langsung oleh yang bersangkutan, keyakinan itu nampak lenyap dengan keraguan berwujud “Aku tak tahu”.
Atau jangan-jangan, si Aku ini tak ingin cintanya diketahui oleh si Dia? Tak ingin membuat si Dia merasa kecewa lantaran si Aku mungkin saja melukainya suatu hari nanti. Ya memang semua itu ada resikonya.
Atau jangan-jangan, si Aku ini masih menunggu waktu yang tepat buat menyampaikan cintanya? Bukan hal remeh, lho, menyampaikan cinta seperti halnya si Aku ini. Entah urusan insecure, entah urusan dengan diri sendiri, dan lain-lain.
Pertanyaan si Dia mungkin juga pernah dialami para pembaca, dengan pola pertanyaan yang sama namun kata-katanya variatif. Misal, “Kita ini apa, sih?” Modar kowe.
Juga, pertanyaan si Dia ini mengingatkanku pada dhawuh-nya Mbah Sujiwo Tedjo, “Perempuan memang suka es krim dan coklat, tapi lebih suka kepastian.”
Tiada salahnya juga, toh, kalau ada sebutir keraguan dalam segunung keyakinan? Memang kita ini siapa, kok merasa paling bisa meyakinkan segala hal? Padahal ketidakpastian manusia itu pasti. Cuma Tuhan yang kepastiannya memang pasti.[]
Comments 2