Sepucuk bangunan telah nampak
Dari tempat kakimu berpijak
Di tengah gurun yang kadal-kadal menyertainya
Setelah menyingkap rawa dengan kecebong-kecebongnya
Tampak elok, aman, lurus kedepan saja
Jalan yang akan kau tempuh
Ternyata kotor, beresiko, berkelok-kelok pula
Maka di tengah-tengah langkah kau bersimpuh
Hitam seolah-olah putih
Langit seolah-olah bumi
Surga seolah-olah Neraka
Neraka seolah-olah Surga
Dan dengan bangganya
Merasa di dendangan keindahan surga
Padahal dibakar lebur di dalam neraka
*****
Ketidakpastian. Adalah posisi keberadaan sebuah makhluk bernama manusia. Adalah yang luput untuk disertakan dalam nafasnya. Merasa betul-betul pasti, padahal tidak sebiji sawi pun kepastian yang dapat dipastikannya.
Setelah perjalanan yang sampai kini kalian jalani, seberapa lelah kalian? Sudah berapa ton beban pikiran dan perasaan yang kalian korbankan? Berapa liter air mata yang sudah menetes dari pipi kalian?
Juga, bagaimana perjalanan kalian selama ini? Tidak ada kendala sama sekali? Lurus-lurus saja tanpa hambatan? Atau berkelok-kelok sebagaimana jalanan di daerah tinggi?
Coba renungi, amati, dan jawab pertanyaan tadi sejujur-jujurnya. Jawaban ditulis tangan di buku masing-masing. Besok saya tagih, selesai ndak selesai dikumpulkan.
Andai saja, lho, kita ini sudah dikasih tahu skenario hidup kita di dunia mulai dari A-Z oleh Tuhan, tentu bakal mudah. Nanti pagi ada kejadian apa, besok malam apa yang bakal kita dapat, umur sekian tahun akan menikah dengan Mbak A, misalnya. Jadi kita bisa sedini mungkin kenalan, mendekati, sampai akhirnya saling mencintai.
Atau mungkin kita dikasih hidup cuma dua jam lagi, yang mana ndak bisa nambah billing seperti di warnet, maka dua jam itu bakal dimanfaatkan semantap mungkin buat menyembah, meminta, memohon, meratap, dan mengemis-ngemis pada Tuhan agar lekas terampuni dosanya. Terus Tuhan menatap ke pendoa itu dan bilang,
“Wingi-wingi koe nyolong jambune Cak Kamidi, njotosi Anton anake Yuk Nah, ora njaluk sepuro nang wong-wong kui disik. Kok wis njaluk nyepurani Aku. Cek penake.”
Andai saja, lho.
Itupun sudah enak, dikasih notifikasi kalau beberapa waktu lagi bakal dinonaktifkan hidupnya. Buat orang yang ndak diberi notifikasi, ya cuma bisa berusaha dalam dimensi kemungkinan atau ketidakpastian.
Kata motivator, kuncinya adalah berusaha. Kata agamawan, jalannya adalah berdoa. Kata Mas Jaber, ya dua-duanya. Hmmmm ….
*******
Oleh karena hidup dalam dimensi kemungkinan itulah, ketangguhan daya juang kita diujikan. Seberapa tangguh melewati berkelok-keloknya jalan menuju kepastian.
The Beatles, lebih tepatnya Om Paul McCartney, pernah menuliskan balada rayuan kepada Tuhan—yang banyak orang menafsirkan balada tersebut adalah untuk rekan-rekan Beatle lain yang waktu itu sedang crash. The Long And Winding Road, salah satu nomor di album Let It Be (1970), menjadi daily music saya saat ini. Dengan tanpa mengesampingkan Yesterday, Something, While My Guitar Gently Weeps, dan In My Life, tentunya.
Tersebut diatas, betul kalau album Let It Be ini digarap saat Beatle sedang panas-panasnya. Terjadi pertengkaran internal dan lain-lain. Sehingga Om Paul McCartney sebagai imam para Beatle, merasa kita (The Beatles) hendaknya melingkar sebagaimana mestinya. Tertulislah lagu The Long And Winding Road ini.
Kata orang, lagu yang bagus itu yang bisa ditafsirkan oleh para pendengar, bukan cuma eksplisit bilang “Aku cinta kamu”, lantas selesai. Bukan bertele-tele, sebab keindahan lah yang menjadi muaranya. Maka segera buka aplikasi platform musik kalian, dan segera putar lagu itu agar lebih yoi sembari membaca tulisan ini.
Kemudian saya menangkap romantisme, keputusasaan, dan optimisme yang melebur jadi satu.
The long and winding road
That leads to Your door
Will never disappear
I’ve seen that road before
It always leads me here
Lead me to Your door
Jalan yang panjang dan berliku-liku. Panjang bukan karena jaraknya yang jauh, namun ketidakpastian tentang jarak itulah yang membuatnya panjang. Pun berliku-liku, padahal kukira jalanku lurus-lurus saja. Jalan sunyi atau jalan ramai, keduanya menuju pada-Mu.
Tidak. Tidak akan pernah hilang jalan menuju pada-Mu. Sebab aku telah melangkah sekejap dan kurasa aku sudah sampai. Namun entah bagaimana, kebodohanku membelokkan akal dan hatiku untuk berpaling dari apa yang pernah kutempuh. Terombang-ambing dalam lika-liku menuju kepastian-Mu.
The wild and windy night
That the rain washed away
Has left a pool of tear
Crying for the day
Why leave me standing here
Let me know the way
Pada Malam yang Kau pun bersumpah dengan namanya. Malam yang gelap sebab pekat sudah hitam hatiku menempuh jalan ini. Pekat hatiku sebab liar sudah tindakanku dari petunjuk-Mu. Liar tindakanku sebab dihempas habis oleh ketidaktangguhanku melawan diriku sendiri.
Hingga Kau meneteskan air-Mu, agar supaya tangisku larut dalam ledakan kesunyianmu. Sekolam air mata ini keluar sudah menangisi kebobrokanku. Maka, Tuhan, dengan amat sangat, izinkan aku mengetahui jalan kepastian-Mu, setelah aku menyalahkan-Mu atas ketidakpedulian-Mu padaku.
Many times I’ve been alone
And many times I’ve cried
Anyway you’ll never know
The many ways I’ve tried
Berulang-ulang kali aku bercumbu dengan sunyi, dengan kebodohanku sendiri. Berulang-ulang kali pula aku menangis sebab disingkirkan, dicampakkan, dan bahkan diharamkan keberadaanku diantara mereka, orang-orang yang sudah merasa paling mulia.
Maka teruntuk kalian yang mencampakkanku sedemikian rupa, terima kasih. Beribu-ribu terima kasih. Sebab atas pengharaman kalian atas kehadiranku, aku lebih tahu bahwa kalian tidak ada apa-apanya dibanding Tuhanku. Dan tiada penting pula, bahwa kalian takkan tahu jalan-jalan yang telah dan terus kususuri hingga kini.
And still they lead me back
To the long and winding road
You left me standing here
A long long time ago
Don’t leave me waiting here
Lead me to Your door
Maka bersamaan dengan kegelapan, keliaran, dan terjangan angin di malam itu, aku dituntun kembali. Ke jalan yang panjang dan berliku. Yang masih saja tak kutahu seberapa jauh jarak yang akan kutempuh.
Maka setelah Engkau menamparku dengan kejutan kebahagiaan itu, aku tak lagi menyalahkan bahwa Engkau yang pergi. Bodoh aku memang. Yang pergi adalah aku dengan kebodohanku, untuk menyatakan bahwa Engkau meninggalkanku.
Duh, Tuhanku, jangan sampai hilang lagi ketangguhanku untuk menempuh jalan-Mu. Berikanlah daya juang tinggi untuk mengoptimalkan fungsi akal dan hatiku ini. Sebagaimana telah Engkau tunjukkan jalan cinta-Mu pada kekasih-kekasih-Mu. Bukan sebagaimana telah Engkau tunjukkan pula jalan murka-Mu pada pembohong-pembohong yang berselingkuh dari-Mu.
صِرَاطَ الَّذِیْنَ اَنْعَمْتَ عَلَیْهِمْ ﴰ غَیْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَیْهِمْ وَ لَا الضَّآلِّیْنَ۠(۷)
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.
Kadipiro, 13 Februari 2021