Metafor.id

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

  • Tentang Metafor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Friday, 1 July, 2022
  • Login
  • Register
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Metafor Resensi

Membaca Pikiran Atheis Sam Harris: Manusia Bebas atau Terjajah Selera?

Resensi Buku "Free Will"

M. Naufal Waliyuddin by M. Naufal Waliyuddin
19 April 2022
in Resensi
0
Membaca Pikiran Atheis Sam Harris: Manusia Bebas atau Terjajah Selera?

sumber gambar: bukalapak.com

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Sejak menuai banyak kecaman dan protes dari kaum religius di Amerika Serikat karena buku perdananya terbit berjudul The End of Faith pada tahun 2004, dua tahun kemudian Sam Harris membalasnya dengan menerbitkan buku bernuansa pledoi pribadi dalam bentuk surat: Letter to a Christian Nation. Tidak kapok akan polemik tersebut, kini Sam Harris menulis karya Free Will (2012) yang tidak kalah menantang.

Melalui buku kecil ini Sam Harris menyuguhkan pada kita semacam dekonstruksi pemahaman akan kehendak bebas dalam diri manusia yang selama ratusan atau bahkan ribuan tahun telah terlanjur diterima tanpa reserve yang signifikan. Pusparagam pertanyaan berlompatan muncul dan melukis tanda tanya besar di benak saya untuk lantas beranak pinak menjadi tanda tanya-tanda tanya kecil.

Seperti, benarkah manusia memiliki kehendak bebas? Apakah ada semacam keleluasaan yang sadar dalam diri manusia saat memutuskan, umpamanya, untuk menjadi pencuri atau orang saleh dalam hidupnya? Atau ketika seseorang pergi ke sebuah kafe dan di antara deretan menu, misal kopi atau jus apel, kenapa orang tersebut memilih kopi dan bukan jus? Kemudian jika ia “bebas” mengubah pilihannya menjadi sebaliknya, yaitu jus apel, kenapa pikirannya bertindak demikian?

Sejak kapan niat itu muncul dan kenapa? Semua misteri yang terwakili oleh pertanyaan tersebut oleh Sam Harris dielaborasi secara sederhana sekaligus kompleks dalam buku Free Will yang cukup tipis namun berbobot ini.

 

Menepis Ilusi untuk Pemahaman yang Lebih Komprehensif

Buku ini mengulas kajian seputar kehendak bebas yang disoroti dari teropong neurosains. Beserta temuan-temuan terbaru, Harris juga menghubungkannya ke kriminologi, moralitas, konsesi sosial dan politik di sepanjang peradaban manusia. Secara garis besar, argumen utama buku ini hendak menepis ilusi free will yang seolah-olah kita miliki, padahal tidak. Dengan bahasa kaum psikolog, perilaku manusia pada dasarnya didominasi oleh hasil ‘metabolisme alam bawah sadar (subconscious) dan tak sadar (unconscious)’.

Semisal ketika kita gatal, kenapa kita menggaruknya? Atau begitu kita haus, mengapa muncul dorongan dalam diri kita untuk segera minum? Anda mungkin akan berpikir bahwa anda punya kehendak bebas untuk duduk diam tanpa gerak di sebuah kursi taman, namun anda tidak bisa menahan dorongan untuk menggeser pantat, membenarkan posisi punggung, dan aneka gerak kecil lainnya.

Maka di manakah kehendak bebas dalam hal ini? Kesemua itu di luar kendali sadar kita. Pemaparan analitis Sam Harris dalam buku ini juga diperlengkap dengan bumbu analogi sederhana semacam tamsil-tamsil partikular di atas.

Kajian seputar kehendak bebas dalam buku ini juga menguak hubungan antara neurosains dengan hukum. Secara ilustratif, bisa terwakili pada contoh berikut: jika kita ketahui ada lelaki yang memperkosa wanita muda dan lantas membunuhnya secara keji, kita sebagai masyarakat dengan aneka institusi moral yang ada, akan mengecapnya sebagai psikopat dan layak dijatuhi hukuman berat. Namun begitu uji klinis, psikologis dan bahkan neurologis dilakukan, ternyata ada tumor kecil di otaknya, tepatnya di wilayah korteks prefrontal medial (pusat pengendalian emosi).

Mendadak seketika itu pula penghakiman kita bergeser. Berubah. Bahwa dia hanyalah korban biologis atas dirinya sendiri. Atau dalam bahasa yang lebih menarik, secara acak dia ketiban apes. Sejenis kesialan kosmik yang entah bagaimana dari sekian juta orang, kok dia yang kena tumor.

Apalagi saat diinterogasi pun, pelaku tidak sadar kenapa melakukan hal sekeji itu. Dari contoh ini dapat disikapi bahwa kita tidak benar-benar berkehendak bebas. Mungkin kita bisa beralih dari yang awalnya memikirkan kuliah, lantas bergeser menjadi memikirkan rancangan bisnis baru. Meski begitu, kita sama sekali buta akan kenapa kita menggeser pemikiran itu atau kenapa kita memiliki niat untuk memikirkan sesuatu tersebut.

Barangkali narasi yang jitu mengemas ilustrasi di atas bisa diwakili oleh kutipan filsuf Arthur Schopenhauer, “Der Mensch kann was er will; we kann aber nicht wollen was er will”. Yang jika mengacu pada terjemahan G. E. Murty dalam buku ini, kalimat itu bermakna: manusia dapat melakukan apa yang dia kehendaki, tetapi dia tidak bisa menghendaki apa yang ia kehendaki. (hlm. 71)

 

Manusia ‘Budak Selera’ (Genom dan Otak)

Dalam sebuah diskusi bertema Spiritualitas dan Neurosains Bersama Dr. Ryu Hasan di kanal Youtube (CakNurian Urban Sufism, 2020), ada kalimat menarik dari Dokdes—panggilan akrab Ryu Hasan: “di saat kita senang, itu senang dulu, baru alasannya muncul belakangan. Seperti saat kita melihat lukisan, itu kita senang dulu, baru mencari-cari, ooo, komposisinya itu begini begitu. Jadi, senang dulu, alasannya kita cari-cari.”

Bertumpu pada uraian di atas, kita menjadi tahu bahwa telah ada suatu default setting dalam pikiran setiap homo sapiens yang tidak disadarinya, dan berada di luar kendali, namun sudah terwariskan sejak lama secara evolusional. Selanggam dengan narasi itu, Sam Harris mengartikulasikan bahwa sejatinya kita bukanlah “pengarang atau penggagas bebas atas pikiran dan tindakan kita sebagaimana yang dipahami orang pada umumnya” (hlm.12). Telah lebih dulu ada anasir sifat, preferensi, dan kecenderungan behavioristik dalam diri manusia. Atas dasar itulah, saya juduli bagian ini dengan frasa: manusia budak selera.

Kita terjajah oleh selera—atau dalam bahasa yang lebih ilmiah: kita diperkuda oleh genom dan neuron dalam otak yang sama sekali bukan hasil request masing-masing individu. Preferensi muncul nyaris di banyak sektor. Selera memperalat kita dalam aneka bentuk, mulai dari selera makan minum, genre musik, corak lukisan, gaya berpakaian, selera bacaan, kecenderungan tema riset, kriteria lawan jenis idaman, sampai bahkan cara mengupil dan cebok yang baik dan benar. Merambah banyak hal, selera tanpa kita sadari ikut mendikte diri kita, sehingga di mana kehendak bebas manusia?

Kenapa saya menulis resensi ini? Karena saya ingin. Tapi kenapa saya ingin? Misteri dan biasanya kita akan mengerahkan kemampuan otak beserta neuron di dalamnya untuk mencari, menghubung-hubungkan, atau bahkan mengarang alasannya. Dari uraian dalam buku Harris ini, saya jadi membuka kembali ungkapan Richard Dawkins dalam The Selfish Gene (Oxford University Press, Cet.III, 2006) pada bab The Gene Machine (hlm.52): “the genes too control behaviour of their survival machines, not directly with their fingers on puppet strings, but indirectly like the computer programmer.”

Memang cara kerja otak manusia mirip komputer. Dan tentu saja pembahasan begini akan bersinggungan dengan paham determinisme dan indeterminisme. Dua corak madzhab pemikiran yang memandang manusia telah ‘ditakdirkan’ sejak awal jalan hidupnya sehingga tidak bisa mengelak, dan pandangan bahwa manusia masih bisa memutuskan apa yang ingin dilakoninya dalam hidup.

Dalam peta sejarah pemikiran Islam, kita mengenal istilah aliran qadariyah dan jabbariyah. Hanya saja di buku ini Sam Harris mengambil posisi selaku ilmuwan neurosains, dan karenanya, ia mendeduksi sekaligus menginduksi sebuah narasi berdasarkan fakta-fakta saintifik, baik riset laboratorium melalui CT-Scan atau fMRI (functional Magnetic Resonance Image) dan EEG (electroencephalography), maupun temuan neurososiologis dan neuropolitik yang terbaru.

Bidikan yang dituju olehnya adalah sebuah pemahaman yang lebih jujur, komprehensif, dan akurat mengenai manusia. Sebab dari hal-ihwal yang begitulah peradaban manusia akan relatif lebih stabil, maju, dan tidak meleset dalam mengambil keputusan—baik dalam ranah hukum pidana, moralitas, maupun politik. Maka sebelum anda keliru mengambil keputusan, misalnya, untuk melamar gadis mana dan menikah di kota mana, alangkah lebih berfaedah jika anda membaca buku ini.[]

_____________

Data Buku:

Judul: Free Will | Penulis: Sam Harris | Penerjemah: G. E. Murty | Penerbit: CV. Global Indo Kreatif | Kota: Manado| Tahun: Januari 2019 | Tebal: 78 halaman (14 x 20 cm) | ISBN: 978-602-53696-0-5

NB: Edisi asli terbit dalam bahasa Inggris pada tahun 2012.

Tags: bukuFree Willmanusiamanusia budak seleraneurosainsresensiSam Harris
ShareTweetSendShare
Previous Post

Menyuarakan Mereka yang Terbungkam

Next Post

Konsep Cahaya Menurut Suhrawardi dalam Epistimologi Ishraqi (Tasawuf Falsafi)

M. Naufal Waliyuddin

M. Naufal Waliyuddin

Tim Redaksi Metafor

Artikel Terkait

Membaca Cara Kerja Pikiran
Resensi

Membaca Cara Kerja Pikiran

8 April 2022

Jika kamu sudah pernah membaca buku The Secret karya Rhonda Byrne yang sudah dialihbahasakan dan naik cetak ulang berkali-kali itu,...

Ayangophobia pada Buku “Manusia Adimanusia”
Resensi

Ayangophobia pada Buku “Manusia Adimanusia”

6 March 2022

Buku yang saya pegang ini berjudul lengkap "Manusia Adimanusia: Sebuah Komedi dan Sebuah Filsafat", salah satu mahakarya Bernard Shaw yang...

When The Weather is Fine dan Puisi Kesakitan
Puisi

When The Weather is Fine dan Puisi Kesakitan

12 November 2021

Hanya ada satu alasan kenapa aku menyukai musim dingin, karena daun yang menutupi jendelaku berguguran. Dan aku dapat melihat jendelamu...

Heliofilia: Narasi Psikopat dan Kemuraman Berlapis
Resensi

Heliofilia: Narasi Psikopat dan Kemuraman Berlapis

22 July 2021

Sesaat setelah membaca buku ini, saya teringat ungkapan Ernest Hemingway yang pernah dikutip Dea Anugrah dalam salah satu esainya. Bunyinya...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Buya Syakur Yasin: Antara Agama dan Budaya, Menimbang yang Fana dan yang Abadi

Buya Syakur Yasin: Antara Agama dan Budaya, Menimbang yang Fana dan yang Abadi

10 February 2021
Berada di Kota Antah-Berantah

Berada di Kota Antah-Berantah

5 May 2021
Gambar Artikel Gurun Pasir di Indonesia: Pesona Gumuk Pasir Oetune

Gurun Pasir di Indonesia: Pesona Gumuk Pasir Oetune

20 January 2021
Kenapa Lagu Jawa Trending Terus Di Youtube? Ini Jawabannya

Kenapa Lagu Jawa Trending Terus Di Youtube? Ini Jawabannya

17 March 2022
Gambar Artikel Jahm bin Shafwan: Sosok Ekstremis Klasik di Islam

Jahm bin Safwan: Sosok Ekstremis Klasik di Islam

28 December 2020
Gejala Kebudayaan Hilang di Era Pandemi

Gejala Kebudayaan Hilang di Era Pandemi

7 February 2021
Gambar Artikel Wisata di Tarempa : Perjalanan Menuju Tarempa, Kepulauan Anambas

Perjalanan Menuju Tarempa, Kepulauan Anambas

2 November 2020
Alir-an

Alir-an

10 February 2021
Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia

Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia

16 February 2022
Alam Pikiran

Alam Pikiran

9 June 2021

Ikuti Kami di Instagram

  • Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Sobat Muslim semua. Mohon maaf lahir dan bathin yaa sob 🙏
Welcome Ramadhan 1443 H 🥰♥️

#ramadhan #metafordotid #nulisdimetafor
  • [WRITE FOR PEACE 3.1]
“If we have no peace, it is because we have forgotten that we belong to each other.”—Mother Teresa.

Hallo sobat meta, siapa yang sudah menunggu program spesial yang diadakan For Peace Project?
Sekarang saatnya sobat ikuti agenda kegiatannya. Selengkapnya bisa klik link yang ada di story yaa sobat😃😃
_________________________________

How long have you waited to join our special annual program? Your patience is paid off now. Write For Peace is here! It is an annual event run by For Peace Project that selects the prospective youth in Southeast Asia to contribute by voicing their concerns about human rights and peacebuilding through writing. 

In this edition of Write For Peace, we try to bring up the overlooked issues on peace and human rights, including the rights of indigenous peoples, refugee & asylum seeker rights, Sexual and Gender-Based Violence (SGBV), and unrecognized beliefs and religious issues. Therefore, we provide a platform to understand and explore the problems mentioned by inviting four outstanding speakers in their respective fields. 

This activity aims to stimulate youth ideas and concerns and then manifests their thoughts through writing. 

There are a series of activities of Write For Peace 3.1: 
Registration: 16 March - 14 April 2022
Presentation Session: 16 - 17 April 2022
Open Submission: 18 - 30 April 2022
Article Publication: 25 April - 7 May 2022

What are you waiting for? Join us by clicking the link below for more information:

https://bit.ly/Guidelines_WFP31

Save the dates and see you in April!

#Writing #Writer
#ASEANYouth
#ASEAN #IndigenousPeople #GenderBasedViolence
#TraditionalReligion
#Refugees
#AsylumSeekers
#Peacebuilding 
#humanrights
  • [WRITE FOR PEACE 3.1]
“If we have no peace, it is because we have forgotten that we belong to each other.”—Mother Teresa.

How long have you waited to join our special annual program? Your patience is paid off now. Write For Peace is here!

Ini adalah acara tahunan yang diselenggarakan oleh @forpeaceproject dengan memilih pemuda Asia Tenggara untuk berkontribusi dalam menyuarakan kekhawatiran mereka berkaitan dengan hak asasi manusia dan pembangunan perdamaian melalui tulisan.

Dalam Write For Peace edisi kali ini, kami mencoba mengangkat isu-isu yang terabaikan tentang perdamaian dan hak asasi manusia, termasuk hak masyarakat adat, hak pengungsi & pencari suaka, Kekerasan Berbasis Seksual dan Gender (SGBV), serta kepercayaan dan agama yang tidak diakui. Oleh karena itu, kami menyediakan wadah untuk memahami dan mendalami permasalahan tersebut dengan mengundang empat pembicara luar biasa di bidangnya masing-masing.

Kegiatan ini bertujuan untuk merangsang ide dan kepedulian kaum muda dalam mewujudkan pemikiran mereka melalui tulisan.

Berikut rundown kegiatan Write For Peace 3.1: 
Registration: 16 March - 14 April 2022
Presentation Session: 16 - 17 April 2022
Open Submission: 18 - 30 April 2022
Article Publication: 25 April - 7 May 2022

What are you waiting for? Join us by clicking the link below for more information:

https://bit.ly/Guidelines_WFP31

Save the dates and see you in April!

#Writing #Writer
#ASEANYouth
#ASEAN #IndigenousPeople #GenderBasedViolence
#TraditionalReligion
#Refugees
#AsylumSeekers
#Peacebuilding 
#HumanRights
  • [WRITE FOR PEACE 3.1]
“If we have no peace, it is because we have forgotten that we belong to each other.”—Mother Teresa.

How long have you waited to join our special annual program? Your patience is paid off now. Write For Peace is here!

Ini adalah acara tahunan yang diselenggarakan oleh @forpeaceproject dengan memilih pemuda Asia Tenggara untuk berkontribusi dalam menyuarakan kekhawatiran mereka berkaitan dengan hak asasi manusia dan pembangunan perdamaian melalui tulisan.

Dalam Write For Peace edisi kali ini, kami mencoba mengangkat isu-isu yang terabaikan tentang perdamaian dan hak asasi manusia, termasuk hak masyarakat adat, hak pengungsi & pencari suaka, Kekerasan Berbasis Seksual dan Gender (SGBV), serta kepercayaan dan agama yang tidak diakui. Oleh karena itu, kami menyediakan wadah untuk memahami dan mendalami permasalahan tersebut dengan mengundang empat pembicara luar biasa di bidangnya masing-masing.

Kegiatan ini bertujuan untuk merangsang ide dan kepedulian kaum muda dalam mewujudkan pemikiran mereka melalui tulisan.

Berikut rundown kegiatan Write For Peace 3.1: 
Registration: 16 March - 14 April 2022
Presentation Session: 16 - 17 April 2022
Open Submission: 18 - 30 April 2022
Article Publication: 25 April - 7 May 2022

What are you waiting for? Join us by clicking the link below for more information:

https://bit.ly/Guidelines_WFP31

Save the dates and see you in April!

#Writing #Writer
#ASEANYouth
#ASEAN #IndigenousPeople #GenderBasedViolence
#TraditionalReligion
#Refugees
#AsylumSeekers
#Peacebuilding 
#HumanRights
  • Selamat Hari Kartini untuk semua sobat perempuan. ♥️🌸

#harikartini2022 #emansipasiwanita #metafordotid #nulisdimetafor
  • Selamat Hari Bumi 2022 🌍🌎🌏

Today
  • Selamat Hari Buku Sedunia sobat Meta 🥳📚

Lagi baca buku apa nih sobat?
Geser untuk liat koleksi buku self improvement Meta dong, ada favoritmu? 😍
Komen di bawah yaaaa 🙆‍♀️

#worldbookday #metafordotid #nulisdimetafor
  • Selamat hari buruh, sobat.
(KBBI: Buruh= orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah; pekerja)

#hariburuhnasional #metafordotid #1mei2022
  • Selamat hari pendidikan nasional sobat.
Ada yang bilang pendidikan adalah proses menemukan yang dikehendaki Tuhan atas hidup kita.
Kalau menurut sobat, pendidikan itu apa?

#metafordotid #haripendidikannasional #belajar
  • Takbiran Buruh, Hardiknas Ki Hadjar Dewantara dan Lebaran Pascapandemi

Oleh M. Naufal Waliyuddin

Salah satu contoh dampak buruk doktrin kemandirian tersebut adalah ketidakmampuan individu dalam menakar dan menghargai jasa orang lain—yang sangat mungkin tidak disadarinya. Kadang seseorang merasa mandiri, bisa mengurus KTP, SIM, nyuci pakaian, masak, sampai daftar kuliah dan hal lainnya dengan dirinya sendiri. Namun ia lupa, bahwa makanan yang ia beli, pakaian yang ia kenakan, pasti melibatkan multiperan dari berbagai profesi manusia.

Selengkapnya di 
https://metafor.id/kolom/takbiran-buruh-hardiknas-ki-hadjar-dewantara-dan-lebaran-pascapandemi/

#metafordotid
#nulisdimetafor
#bacaartikel
  • Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun
.
.
.
Turut berbelasungkawa atas berpulangnya Buya Syafii. Semoga bertemu di kehidupan selanjutnya, buya.

(Sumber foto: web Antara)
  • Selamat Hari Lahir Pancasila, semoga kita senantiasa terus berkontribusi untuk Indonesia Sobat.

Jangan lupa kirim tulisanmu di website kami 👋

#pancasila #bhinnekatunggalika #metafordotid #nulisdimetafor
Facebook Twitter Instagram Youtube
Metafor.id

Metafor.id adalah “Taman Literasi Digital” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Panitia Hari Besar Islam: Representasi Toleransi Keumatan dalam Peringatan Idul Fitri di Kabupaten Klungkung
  • Berteman dengan Kegagalan
  • Takbiran Buruh, Hardiknas Ki Hadjar Dewantara dan Lebaran Pascapandemi
  • Mati dan Pagi Hari di Cikajang
  • Pulang
  • Konsep Cahaya Menurut Suhrawardi dalam Epistimologi Ishraqi (Tasawuf Falsafi)
  • Membaca Pikiran Atheis Sam Harris: Manusia Bebas atau Terjajah Selera?
  • Menyuarakan Mereka yang Terbungkam
  • Sekala Niskala
  • Minyak Goreng: Objek Doktrin Ekonomi Politik Klasik “Laissez-faire”
  • Pilih Masjid yang Tarawih 8 atau 20? Ada yang Dua-duanya lo!
  • Seni Memahami (Diri)

Kategori

  • Event (5)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (3)
  • Inspiratif (30)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (18)
  • Kolom (55)
    • Ceriwis (12)
    • Esai (43)
  • Metafor (186)
    • Cerpen (46)
    • Puisi (125)
    • Resensi (14)
  • Milenial (43)
    • Gaya Hidup (23)
    • Kelana (10)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (68)
    • Cangkem (16)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Login
  • Sign Up

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In