Jika kamu memang suka menulis, terutama yang berbau akademik ilmiah, maka kamu beruntung ketemu dengan tulisan ini (ciye… pede banget raimu!). Di sini saya akan berbagi pengalaman pendek saya bagaimana menulis artikel ilmiah dan bisa tembus di Jurnal Nasional Terakreditasi. Bisa juga beberapa tips yang saya utarakan di sini kamu pakai untuk mendaftar konferensi internasional atau event lomba karya tulis ilmiah yang, biasanya, hadiahnya ‘sangat lumayan’ buat jajan cireng sebulan.
Silakan simak selengkapnya di bawah ini.
Memilih Tema
Rukun pertama yang perlu kamu sanggupi adalah menentukan tema atau topik atau whatever you named it. Intinya, apa yang ingin kamu tulis? Apa yang dalam benakmu terasa penting untuk dibahas? Saat menentukan ini, tentu kamu perlu menimbang-nimbang ketertarikan dan minat risetmu. Dalam kadar paling rendah, setidaknya kamu perlu tertarik dulu dengan apa yang akan kamu tulis, karena inilah bahan bakar yang akan tetap mendorongmu untuk menyelesaikannya.
Kalau tidak tertarik sejak awal, dijamin loyo di tengah jalan—dan jikapun selesai, pasti dengan usaha yang besar untuk menumpas ‘kemageranmu’ sendiri. Maka penting untuk lebih dulu mengetahui minat dan ketertarikanmu di isu apa dan bidang yang mana. Umpamanya kamu gemar membaca ulasan seputar selebgram cum influencer Muslimah, ya silakan bahas itu. Seperti yang dilakukan Rezki dan Kailani, mereka meneliti waktu luang dan identitas influencer Muslim di Instagram (di sini). Atau kalau kuliah di Teknik Mesin dan hobi operasi karbu dan handai taulannya, ya monggo jadikan itu tema.
Apapun itu, intinya cari tema. Jika memang bingung sukanya apa, sementara kampus mewajibkan untuk menulis artikel ilmiah di jurnal, maka silakan gali internet. Temukan isu-isu aktual dan fresh yang membuatmu terpikat untuk menelitinya. Boleh juga diskusi dengan teman sejawat. Langkah lainnya, pakai strategi ini: menghubungkan dua hal atau lebih yang seolah tidak berhubungan tapi kamu ingin menemukan garis sambungnya. Dengan kata lain: mengawinkan konsep.
Tamsil sederhana “mengawinkan dua konsep” atau benda atau sesuatu yang seolah tak berhubungan itu, misalnya, pembahasan antara jumlah pohon dan tingkat kriminalitas (ini contoh dari dosen saya Prof. Noorhaidi Hasan). Jadi apakah ada korelasi signifikan antara jumlah pohon dengan tingkat kriminalitas di suatu kota?
Nyatanya ditemukan, misalnya, wilayah kota dengan jumlah pohon yang semakin sedikit itu tinggi kasus kriminalitasnya. Sementara kota yang rimbun dan banyak pohon sedikit aksi kriminal di sana. Analisis bisa dikaitkan dengan psikologi dan fisiologi bahwa kadar oksigen di suatu daerah juga berpengaruh pada kebahagiaan subjektif individu sekaligus kesehatannya, sehinga makin bagus kadar oksigen, itu akan mampu meredam potensi violence dalam diri seseorang.
Sekarang contoh yang lebih konkret saja, wes. Kalau kamu suka jajan batagor dan kebetulan mahasiswa Kesehatan atau Ahli Gizi, ya kamu bisa meneliti batagor yang kamu beli itu—sekalian sama mamang-nya juga boleh. Ini persis seperti dilakukan Risna Wahyu AP yang meneliti kandungan bakteri E. Coli dan Salmonella sp. pada jajanan batagor di Ciputat sana.
Atau jika kamu jurusan ilmu sosial sama seperti saya, dan masih muda sekaligus penasaran dengan generasi muda, bisa langsung neliti perilaku sosial keagamaan generasi muda masa kini di medsos, misalnya. Yap, kini selamat berburu tema!
Cari dan Kumpulkan Referensi
Usahakan cari sebanyak-banyaknya referensi. Ini berguna buat kita melakukan perbandingan ‘embrio’ ide sekaligus rujukan untuk nanti saat menulis. Perbandingan ide maksudnya agar kita tidak merasa bahwa ide yang kita temukan adalah hal baru dan kitalah kreator tunggalnya. Di dunia ini tidak ada lagi yang orisinal, tersisa hanya gabungan dan rajutan unsur-unsur yang berbeda dan telah ada.
Jumlah rujukan yang perlu kamu capai minimal 30-40 rujukan yang setopik. Jangan lupa terdiri dari 60% atau 70% artikel ilmiah di jurnal yang terbit tidak lebih dari 10 tahun yang lalu—ini tergantung ketentuan jurnal juga, sih. Kemudian agar mudah mendatanya, gunakan aplikasi reference manager seperti Zotero dan Mendeley (selain kedua ini agaknya sulit diterima sekarang).
Usai terkumpul, baca judulnya semua, abstraknya semua, kalau isinya mau detail ya silakan baca semua—jika memang sempat dan rajin. Oh, ya, untuk mesin penelusuran atau situs pencarian referensi buat yang belum tahu, saya sarankan Google Scholar, bisa juga pakai JSTOR, Archive, PDFDrive, Libgen, atau kalau nakal ya silakan pakai Sci-Hub juga. Selain itu monggo cari sendiri.
Buat Outline
Setelah membaca segepok referensi dan mempertimbangkan ide yang akan kamu tulis, kini saatnya kamu membuat kerangka tulisan alias outline. Semacam coret-coret kasar tentang apa yang akan kamu tulis nanti. Di dalamnya termasuk juga sejumlah subbab, poin spesifik, konsep-konsep yang akan disinggung, sampai calon teori yang akan kamu gunakan dan pendekatannya.
Di samping membikin outline, perlu juga kamu mencari celah yang akan kamu isi di ruang akademik. Maksudnya, temukan pembeda dan research gap (knowledge gap) dalam calon karyamu itu. Apa yang membedakan karya tulismu dengan riset-riset terdahulu. Inilah yang dikenal sebagai novelty, alias “kebaruan” dari sebuah riset. Hal ini biasanya juga disebut niche atau sejenis ceruk pengetahuan yang ingin kamu isi. Cari rumusan masalah juga dengan mempertimbangkan gap tadi. Dan biasanya untuk artikel ilmiah cukup 1 saja rumusan masalahnya.
Mulai Riset
Bagimu yang format risetnya adalah penelitian lapangan, maka saatnya terjun ke medan tempur. Sementara buatmu yang studi kepustakaan, silakan berjibun dan bersuntuk-suntuk dengan buku, kertas, layar ponsel dan laptop, baik di kosan maupun kafe-kafe. Sudah waktunya kamu mengambil data. Soal metode atau pendekatan seperti observasi, wawancara, dokumentasi, itu pikir nanti saja. Yang penting terjun riset. Segera mulai telusuri huruf demi huruf dalam referensi dan telaah apa yang kamu cari dan ingin temukan.
Tahap Menulis Draft
Kalau data sudah di tangan, kini waktunya ancang-ancang menulis draft. Tahap awal menulis biarkan mengalir saja. Tidak usah risau dengan berbagai teori dan cong-cing-cong teknis yang membikinmu ragu, kikuk, dan gamang dalam menulis. Hajar saja! Tulis apa yang kamu peroleh dan amati.
Saat menulis, upayakan belajar setia! Jangan serakah juga. Maksud saya, setia itu jangan selingkuh dengan hape atau main mata dengan tetangga di meja kafe sebelah—(bisikan saython: sesekali boleh juga, say). Juga jangan serakah jabatan: sewaktu jadi penulis ya nulis saja, jangan jadi editor. Jabatan editor tunggu gilirannya nanti.
Mengenai urutan nulisnya, saran saya tulis isi lebih dahulu. Baru kemudian analisis yang sudah dibaluri dengan data plus teori. Lantas menuju diskusi dan kesimpulan. Abstrak dan pendahuluan ditulis terakhir.
Jika sudah selesai, kini endapkan dan tunggu. Kalau sedang tidak terburu-buru, peramkan ia minimal 7 hari. Hal ini bertujuan untuk mengempiskan rasa jumawa kita yang sering muncul di menit setelah selesai menulis. Suatu perasaan bangga yang hinggap dan merasa bahwa kita berkualitas dan telah menaklukkan dunia. Padahal tidak. Itulah pseudo-euphoria yang hanya berjalan sesaat, palsu, menipu sehingga perlu dihindari. Usai tahap pengendapan itu, baru tengok dan bertindaklah jadi editor yang kejam bagi dirimu sendiri.
Kalau soal kualitas tulisan dan pengemasan narasi, bagi saya itu soal jam terbang. Semakin sering nulis, ya otot nulismu semakin terlatih. Jangan lupa juga perbanyak baca. Makin banyak baca, makin banyak gaya yang bisa kita terapkan dalam membungkus argumen atau menganyam narasi deskriptif. Jangan cuma buku akademik, buku sastra juga penting dan memperkaya diksi. Ini akan bermanfaat untukmu tanpa kau sadari kelak.
Yang Perlu Dihindari (Don’ts)
- Hindari bahasa lebay atau bombastis. Ini karya akademik. Jadi jangan kebanyakan kata “sangat”, “teramat” dan sejenisnya. Kosakata yang hiperbolik yang kerap dipakai di sastra juga perlu dicegah, seperti “terpontang-panting”, “melintang-pukang”, “porak poranda” wa akhowatuha.
- Jangan jadi pengkhotbah atau penceramah. Sering kali reviewer jurnal menolak hanya karena naskahnya memang bukan naskah akademik, melainkan bulletin atau materi khotbah Jumat. Narasinya dipenuhi “seharusnya”, “semestinya umat Islam bla-bla-bla”, “Yang Allah inginkan adalah…”, dst.
- Bias kognitif yang misalkan si Hanacaraka, mahasiswa Muslim asal Pesantren Datasawala, menulis artikel di bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Karena ia juga seorang Muslim, kalimat yang ditulisnya jadi begini: “Al-Qur’an adalah kitab suci yang paling benar dan patut menjadi pedoman hidup bagi seluruh manusia.” Tentu dalam ranah akademik ini salah tempat. Gunakan siasat dalam mengemas narasi yang terkesan dakwah karena bias kognitifmu, seperti mengubahnya menjadi, misalnya, “Bagi umat Islam, kitab suci Al-Qur’an diyakini sebagai pedoman hidup melingkupi tatanan sosial, budaya, sampai bahkan inspirasi sains.” Mudah, kan? Tinggal ditambah kata kunci “Bagi umat Islam” dan ini bisa diterapkan di suku, kelompok agama, atau subjek penelitian apapun yang kamu teliti.
- Typo atau salah ketik. Ini memang human error dan manusiawi. Saya sendiri juga masih sering luput. Namun di fase penyuntingan, kiranya penting untuk lebih teliti membaca ulang apakah ada yang salah atau tidak.
Kirim ke Jurnal Target
Tentu saja kirim ke jurnal yang relevan dan selanggam dengan topik risetmu. Jangan kirim artikel Kesehatan Gigi, misalnya, “analisis metode pembersihan karang gigi” ke jurnal di bidang Al-Qur’an dan Tafsir. Itu sama saja dengan kamu mau nambal ban tapi ke tukang las. Dungu murokkab. Alias meta-genius: idiot.
Usahakan kirim selambat-lambatnya 3 bulan sebelum edisi terbit. Pertimbangkan juga penyesuaian template dan ketentuan spesifik masing-masing jurnal. Cari yang akreditasi Sinta berapa pun, selalu pertimbangkan dengan relevansi topik dan kualitas artikelmu. Nah, di bawah ini saya lampirkan contoh hasil riset dan artikel ilmiah saya yang sudah terbit. Barangkali bisa jadi bacaan atau contoh. Selamat mencoba berkarya!
Lampiran:
- Religious Expression of Millenial Muslims within Collective Narcissism Discourse in Digital Era (SINTA-2)
- Global Youth in A Local Area: Hybridisation of Identity among Young Muslims in Yogyakarta Interfaith Community (SINTA-2)
- Pendidikan Nilai Perspektif Psikosufistik (Integrasi Psikologi Dan Tasawuf Dalam Mengembangkan Spiritualitas Dalam Pendidikan) (SINTA-3)
- Fenomena Narsisisme Religius Kolektif dan Ajaran Sufi sebagai Upaya Pengobatan dan Pencegahannya (SINTA-3)
- SPIRITUALITAS DALAM PERSPEKTIF TASAWUF DAN NEUROSAINS: RELASI KOMPLEMENTER ATAU KOMPARTEMEN? (Belum SINTA, karena ini hasil ikutan lomba dan kebetulan terpilih jadi Juara 2 dan mendapat uang Rp.750.000, kan lumayan buat jajan + bayar kosan. Heuheu.)
i am very intersted in the information contained in this post.
Visit UMJ Islami