Pagi pertama saya di Pulau Tarempa disambut dengan matahari yang mulai menyingsing di balik pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Tarempa, Kepulauan Anambas. Setelah mandi dan mempersiapkan diri, kami langsung diajak sarapan dengan luti gendang. Luti gendang merupakan makanan khas daerah kepulauan ini, bentuknya seperti roti goreng di Jawa (odading Mang Oleh kalau di daerah Sunda) namun berisi abon ayam atau sapi. Kata ibu pemilik rumah, porsi sarapan orang Tarempa memang tidak banyak, selain luti gendang, orang Tarempa juga sarapan dengan Mie Sagu. Mie yang terbuat dari batang pohon sagu ini juga sering menjadi opsi sarapan karena di kepulauan ini banyak ditumbuhi pohon sagu.
Pulau yang hanya terdiri dari dua Kecamatan–yaitu Kec. Siantan dan Kec. Siantan Selatan–ini merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Kepulauan Anambas. Di pulau yang saya singgahi ini, terdapat kantor Bupati, kantor DPRD, dan kantor-kantor kedinasan lainnya. Di sebelah pelabuhan Tarempa juga terdapat RSUD Tarempa, yang dengan segala keterbatasannya.
Jika dibandingkan dengan Puskesmas-Puskesmas di Pulau Jawa, fasilitasnya lebih baik Puskesmas di Pulau Jawa daripada RSUD Tarempa ini. Heheheu. Seperti inilah kesenjangan sumberdaya di Pulau Jawa dengan pulau-pulau terluar Indonesia. Rumah sakit rujukan bagi masyarakat Anambas adalah RSUD Palmatak, yang terletak di Pulau Matak (sekitar 15 menit perjalanan laut dari Pulau Tarempa). Di sana terdapat beberapa dokter spesialis, seperti spesialis anak, penyakit dalam, bedah maupun anestesi. Sebagian besar dari mereka merupakan dokter-dokter dari program WKDS (Wajib Kerja Dokter Spesialis).
Kabupaten Kepulauan Anambas ini memiliki 3 pulau utama, yakni Pulau Tarempa, Pulau Matak, dan Pulau Jemaja (Letung). Dari ketiga pulau besar ini, hanya Pulau Tarempa yang tidak memiliki bandara. Kami sampai di Anambas dengan penerbangan tujuan Bandara Pulau Matak. Sedangkan salah seorang anggota tim saya, karena ada udzur tertentu, dia berangkat menyusul dan melewati rute Bandara Pulau Jemaja. Jika dari Pulau Matak ke Pulau Tarempa jarak tempuhnya 15 menit dengan menggunakan speedboat, dari Pulau Jemaja ke Pulau Tarempa jarak tempuhnya 2 jam dengan menggunakan Kapal Feri.
Menurut cerita teman saya ini, di Pulau Jemaja sangat sepi sekali. Sampai-sampai, kata sopir yang mengantar dari Bandara Pulau Jemaja ke Pelabuhan Jemaja, ”Di sini lebih banyak sapi daripada manusianya”. Heheheu. Jadwal penerbangan dari Bandara Pulau Jemaja ke Batam pun hanya 2 hari sekali. Hari Senin, Rabu, dan Jumat penerbangan dari Bandara Pulau Jemaja ke Batam. Sedangkan Hari Selasa, Kamis, dan Sabtu penerbangan arah sebaliknya.
Tugas utama kami di hari-hari pertama adalah koordinasi dengan pemangku kepentingan untuk izin penelitian. Kami didampingi oleh petugas gizi Puskesmas Tarempa yang merupakan local contact kami untuk mempersiapkan segala perizinan. Tempat pertama kali yang kami kunjungi adalah Puskesmas Tarempa. Di pulau ini, transportasi utamanya adalah motor, karena jalan di pulau ini tidak cukup besar untuk dilalui mobil. Sampai-sampai, jika kita memarkir motor di depan rumah, toko, ataupun tempat makan bahkan tanpa menyabut kuncinya, motor itu akan aman.
Pusat keramaian di pulau ini hanya sekitar 1 kilometer persegi. Kantor Bupati, pelabuhan, RSUD, dan beberapa restoran terletak di pusat keramainan Pulau Tarempa. Kalau makan pagi di Tarempa porsinya sedikit, makan siang dan malam cukup membuat usus kerja rodi. Heheheu. Sebagai daerah kepulauan, hasil laut menjadi makanan utama masyarakat Tarempa.
Menu makan siang di warung-warung didominasi dengan berbagai macam ikan laut (kerapu, kakap merah, selar), berbagai jenis moluska seperti cumi, sotong, gurita, kerang, serta beberapa jenis artropoda kelompok krustacea seperti udang dan kepiting. Pengeluaran makan siang/malam dibandingkan makan pagi pun sangat terbanting. Satu tim saya (6 orang)jika sarapan pagi hanya menghabiskan 50.000 – 100.000 rupiah. Sedangkan makan siang dan malam, sekali makan satu tim sekitar 200.000 – 400.000 rupiah.
Salah satu restoran terkenal di Tarempa bernama “Laluna” hampir setiap malam ramai oleh turis lokal maupun mancanegara. Setiap pelanggan yang memesan menu ikan, akan ditawarkan untuk memilih ukuran dan jenis ikan sendiri di dapur restorannya. Saya selalu ikut untuk memilih ikan yang akan kami pesan. Selama di sana, menu ikan favorit saya adalah ikan kerapu bakar, karena daging nya yang lembut dan sangat sedap bumbunya. Namun jika ditanya, menu yang hampir setiap hari saya pesan adalah percumi-cumian, dengan berbagai macam spesies (sotong, gurita) dan variasi ukurannya.
Dan tentunya, berbagai macam bumbu mulai asam manis, saus padang, saus tiram, semua saya coba. Kata petugas restoran yang beberapa kali bertemu saya saat makan di tempat tersebut, “Bapak makan cumi di sini, dibanding di Jakarta. Di Jakarta cumi sudah mati 1000 kali baru dimasak. Kita cumi dari laut tadi pagi, malam bapak makan”. Pantas cumi-cumi di sini sangat menggoda saya. Hmm…
Setelah 1 minggu lebih kami di Pulau Tarempa, kami mulai bosan dengan makanan seafood setiap harinya. Bahkan mie khas tarempa, juga dicampur dengan cumi atau udang. Kami coba mencari warung mie instan (warmindo). Setelah mengelilingi beberapa tempat, akhirnya kamu memutuskan ke salah satu warung yang menampilkan mie instan di etalasenya. Kami berenam langsung memesan Mie.
Kontan setelah hidangan siap, kami tercengang, indomie goreng maupun kuah yang kami pesan, tidak tampak seperti apa yang biasa kami lihat di warmindo. Ternyata, cara orang Tarempa memasak mie berbeda. Setelah Indomie goreng direbus, lanjut digoreng dengan beberapa bumbu alami tambahan dari penjual, dan jadilah mie goreng ala Tarempa.
Kami yang terbiasa makan Indomie goreng ala Warmindo di Pulau Jawa pun terkaget. Menjadi kurang bisa menikmati Indomie ala Tarempa ini. Setelah selesai makan (dalam kondisi beberapa piring mie tidak habis), kami pindah mencari warung mie yang lain. Dan, kenyataan nya, cara memasaknya pun sama. Alhasil, kami menyimpulkan, cara memasak mie instan di pulau ini memang berbeda. Nyentrik.
Selain menu seafood, akhirnya kami juga menemukan warung dengan menu ayam, daging, serta jangan sop (sayur sop) , dan sayur-sayuran yang lain. Di warung ini, porsi ayam nya besar sekali, dan juga mahal. Setelah beberapa hari makan di warung ini, kami sedikit banyak mengobrol dan bertanya-tanya pada penjualnya. Ternyata, sebagian besar ayam di warung-warung Pulau Tarempa ini, dikirim dari Batam dengan menggunakan kapal.
Pantas saja harga seporsi ayam sangat mahal. Selain itu, harga sayur-sayuran disini cukup mahal, jika dibandingkan di Pulau Jawa. Menurut salah satu petani yang kami temui, hal ini dikarenakan di Pulau Tarempa tanahnya tidak begitu subur untuk ditanami sayur-mayur. Pulau Tarempa sebagian besar dibentuk dari bebatuan-bebatuan yang akhirnya membentuk sebuah pulau. Alhasil, sayur-sayuran tidak mudah tumbuh disini, hanya ada sedikit petani di Pulau Tarempa. Sektor laut, tetap menjadi pekerjaan mayoritas penduduk Pulau Tarempa.
Sekian dulu artikel pesona dan kuliner kepulauan anambas, To be continued…. (Air Terjun Temburun dan Wisata di Pulau Temawan).
Baca juga tulisanku sebelumnya : Perjalanan Menuju Tarempa Kepulauan Anambas
Comments 2