ELEGI
: Buat Dwi Hartini
Menyusup masuk ke ruang tidur laksana teja, dirimu menjelma keping-keping bianglala
Sambil berlalu
Sekuntum bunga, berguguran dari tepi bibirnya
Bersiul sepoi-sepoi angin menanggalkan hamparan lautan, meregang di tiang-tiang jembatan menuju lentera cakrawala, mengisi ruang bintang-bintang
Kemudian menguap melengkung dan lenyap, saat tangismu menyanyi dan rindu ini bertangkai sepi
2022
Karena
: Buat Dwi Hartini
Karena aku mencintaimu; maka setiap senja kulukis wajahmu di udara
Sebagai pertanda bagi umat manusia bahwa widodari itu nyata. Pelupuknya mengerjap seperti matahari, desah nafas yang harum itu merangkai kebahagiaan dari satu pulau ke pulau lainnya mengitari dunia. Karena aku mencintaimu maka kusisihkan kabut-kabut itu agar lembah dan tanah menumbuhkan bunga di atasnya, untukmu saja.
Karena aku mencintaimu, maka kupandang wajahmu dengan cinta, meski hanya wajah yang terpantul dari telaga atau bunga mimpi semata
Karena aku mencintaimu, maka kucuri cahaya matahari, karena aku mencintaimu maka nanananana…nanana..na…nanana…nana… karena aku mencintaimu, maka dalam urat darahku mengalir kertap namamu
Karena aku mencintaimu; tak kan kubiarkan riap air mata meleleh darimu barang setetes, biar aku saja yang menampung semua itu, biar aku simpan suara sedih itu di sepi gua, sejauh-jauhnya darimu kekasihku
Di samping daun-daun kemuning yang tanggal, di pinggir telaga yang tenang arusnya. Ku sebut namamu dengan suara yang penuh rindu
Karena aku mencintaimu, manisku, dengan cuaca berwarna biru
2022
Sebuah Limerick yang Gagal
: Buat Dwi Hartini
Di depan hujan yang tak tidur dan butiran sajak yang terus meleleh
Menjadi gurindam, atau peribahasa yang mengalirkan air mata
Seseorang mencintai perempuan itu secara tak lazim. Ketika perempuan itu hendak menuju samudera
Dalam sedu-senda cuaca.
Tiba-tiba cinta dan rindu berhimpitan. Malam menjadi prisma yang susut; angin kisut
Enam belas jam kemudian tak ada obor yang menyala. Perempuan itu menangis, lalu kapas-kapas cahaya mengusap pipinya.
2022
Kau Mendengar Bunga-Bunga
: Buat Dwi Hartini
Kau mendengar bunga-bunga dari malam yang sunyi
Juga selaksa nada yang menyusuri kegelapan hati
Langit itu menderu. Seperti lonceng di depan ruang tunggu. Adakah opera akan segera tersingkap tirainya?
Dari perasaan kita. Ada sayup-sayup kedengar. Langit memoles bintang-bintang, malam menjadi requiem yang paling purba
Kau sendirian merapal doa kemudian menerbangkannya bersama peri-peri kecil ke rembulan yang jenuh akan kefanaan
Kau sendirian, satu per satu daun menemui kematian. Musim gugur tiba-tiba singgah masuk ke hati kita, mungkin juga mereka
Ada sepasang laron bergelayutan mencari pesanggrahan abadi, kau sendiri
2022
Sajak-Sajak Tua
: Buat Dwi Hartini
Kita saling memandu, angin yang tiba-tiba melarung sepi sebelum menjulang ke atas matahari. Kita saling berdekatan menyaring kata-kata juga bunyi.
Ada hutan yang harus kita tinggali
Ada laut yang musti kita sebrangi
Dan aku senantiasa menepi, dari riak-riak udara panas atau kota yang tumbuh di dalam orkestra rahasia. Ketika hujan tiba kau menjelma sajak-sajak tua.
2022