I.
rinduku merangkak
mengejarmu yang terus berlari
aku bisa apa tanpamu?
sedang senyum yang kau tinggal
ingin sekali kukembalikan.
II.
aku tetap berjudi
pada kisah kita
–yang terjeda
jika aku kalah
kaulah yang menang
jika aku menang
kau pun pemenang
sebab yang penting adalah
bahagiamu
: nasib biar jadi urusanku.
Pare, 12 Maret 2023
Bekalku
kejam dunia dalam pijar
apa yang orang kejar
selebar talas jadi rebutan
dan aku tak kebagian
aku hanya ingin di dekatmu
sebab kau duniaku
dan senyummu yang titisan Tuhan
merangkum segala keindahan
namun hidup terus berjalan
di antara kalah menang
dan doa yang terus kau basahi
Bu, adalah bekalku berlari berdikari.
Baca juga: Puisi-Puisi S. Fio Atmaja “Sunyi dalam Kerinduan”
Dalam Bis
Perjalanan yang jauh, tapi perhatianmu selalu dekat. Sikapmu hangat, selalu cukup melawan AC bis yang begitu dingin. Kita berteman dengan jarak, akrab dengan perpisahan, dikuatkan harapan. Bersimpul sebab temu, bertaut pada rindu, terikat oleh doa.
Jogja, 2022
Al, Namamu
rindu memuncak ketika malam hampir beranjak
sedang jarak yang kian memuai
belum mampu kusebrangi
jiwa bergejolak berbalas
penolakan
menjadi hilang
: sejejak langkah yang
tak punya pijakan
waktu masih meninggalkan kita
di dalam kisah
kasih yang seharusnya
tak perlu sudah
beribu tanya menjamur
sebab kita menuai pisah
menyingsing aku yang tengah
lalai dan lengah
raut wajahmu masih bintang bertebaran
senyummu merekah di cekung purnama
dan tubuhmu menjelma angin
menyapa gigil sendu malam itu
selagi aku khusyuk mengingatmu
di ujung inginku
kembali adalah jalan terjal ke kanan kiri
diapit jurang genggaman pasangan–yang erat sekali
sedang aku seorang diri
mendaki sepi
menuju puncak penyesalan
tanpa suara
temu dan sempat yang kuandai-andaikan
menjadi kangen akut
beranak sungai
mengalir ke hilir harapan yang nyata
meksi tak tergapai
Al, namamu terapal dalam doa
–yang terus kusemai
Ciputat, 2020
Baca juga: Puisi-Puisi Ahmad Yusam Tabrani “Aliran Sungai Maya”
Sandalku Dicuri Tuhan
di siang yang terik
gerimis menjenguk tanah
barisan hamba mulai panik
jalan dan aspal telanjur basah
siang makin menggelisahkan
ketika sandalku dicuri Tuhan
setelah jumatan
baru seminggu kubeli
hari ini ada yang ingin memiliki
siang yang becek
oleh genangan
ibu bumi disucikan lagi
sarung hitam tak kusingsingkan
kaki mungil memijak perlahan
siang–yang baru saja menetas
pulangku penuh kedamaian
sambil terus menggerutu,
“sandalku dicuri Tuhan!”
Matiku
pejam mata memelas
airku mengalir deras
kamu adalah alasan
harapan kehancuran
berkeping-keping menghambur
: hilang dan tak dianggap
–sunyi, sepi, sendiri
senyap
setengah koma
gila
sebelum kau renggut
semua
sayang
kecup aku di leher
: aku ingin mati di mulutmu
Baca juga: Puisi-Puisi Faris Al Faisal “Selamanya Laut”
Laki-laki Paling Pandai Melupakan
ia bahkan lupa
kapan terakhir kali berciuman
bahkan dengan siapanya
ia tiba-tiba lupa
pelacur yang padahal
menjadi langganannya
lupa rasanya senang
juga sedih itu
bagaimana
ia lupa apa pun
sebelum hari ini
ketika ingatannya kau curi