Penulis Muda yang Pernah Putus Asa
pada Rabu yang lapuk
termakan jam kerja dan taring cita-cita
ada sisa pertemuan
antara isi kepala dan
kompromi dunia nyata
seperti di meja kafe tempatku mengetik ini
masih membekas jejak cangkir
yang panas dan basah
berisi setuang kegelisahan
dan pahit nasib seorang penulis
yang tak kunjung berhasil
memikat masyarakatnya
maka apa yang musti kuperbuat
di masa yang kebak musik ajeb-ajeb
dan foto-foto palsu di instastory
sedang kata sejawat–yang sama putus asanya,
“era tulisan sudah mati”
jurnalis banyak yang frustrasi
katanya audiovisual sudah
membikin punah para munsyi
dan juru aksara
juga infografis, sajian TikTok
dan unggahan reels
kepalang menjadi konsumsi pokok
setiap hari
tapi memang survival of the fittest
tidak beradaptasi berarti mati
memilih berubah atau menjadi arsip sejarah
tapi apa yang musti kuperbuat
di zaman berkalang kompetisi
yang bertopeng kolaborasi
sementara waktu hanyalah penipu
: detak detik ajal yang tak kehabisan cara
untuk membunuhku
Blandongan, Maret 2022
Ketika Temanku Bertanya
semalaman aku berjibaku dengan lampu
di keremangan usia
bersama ponsel, derit suara kasur tetangga,
dan gorengan dingin
keheningan kosan mendadak dipecah
oleh tamu yang langkah kakinya tak terdengar
dan dengan tenangnya ia pun masuk
tanpa merasa perlu mendapat izin dariku
setelah mengedarkan mata
mengeja kumpulan kolase tempel sobekan koran,
tulisan tangan, dan buku-buku bisu
ia bertanya padaku, “kenapa kau menulis?”
“kenapa kau tak menulis?” jawabku ketus
sebab pertanyaannya terdengar di telingaku
: kenapa aku bernapas
dan orang idiot di kolong langit manakah
yang memerlukan alasan
untuk sekadar menghirup
gerak udara
dan selain demi melanjutkan kehidupan
—yang tak pernah kita minta
maka alasan apa lagi yang perlu kita karang
selain keabadian dan ingin terkenang
Umbulharjo, Maret 2022
Mitos Puisi yang Harus Diberangus
puisi yang baik adalah
yang tidak kau mengerti
kalimatnya gelap
dan sama sekali gaib
bagi akalmu
puisi yang bagus adalah
yang membuatmu minder bin insekyur
dan seperti ingin berkata, “duh, ini bukan maqomku
untuk memahaminya
karena terlalu tinggi bahasanya”
puisi yang indah adalah
yang selalu bersajak dan berima
sehingga satu bait sekali baca
mulutmu bisa mangap, mecucu,
atau mangap mecucu – mangap mecucu
puisi yang wow dan mindblowing adalah
yang diberi kata pengantar oleh penyair senior
sampai membuatmu beriman padanya
dan mencocok-cocokkan nalarmu
untuk mengamininya
padahal bagiku, puisi hanyalah
nama seorang anak—yang lahir
dari pertemuan antara mataku
dengan senyummu
lalu kau bilang: hilih, mbelgedes!
Yogya, 2022
Hombilahompimpah Alaihom Ledung
hombilahom
bilahom
hom hom
bilahom
bilahom
hom hom
pimpah alaihom
gambreng
cak nDlahom makan sate tengkleng
mangapo lambemu
meremo matamu
mekrok’o irungmu
lalu tak lelo lelo lelo ledung
cup menengo mantanku sing manis
kangmas-mu lagi lungo menyang kali
nyangking watu lan krikil
kanggo balang jumroh ning senayan
wes cep menengo mantanku
kae korupsi ndadari
koyo buto nggegilani
lagi ngecapi bidadari
tak lelo lelo lelo ledung
cep menengo yok hompimpah bareng
dolanan mending rame-rame
yen sepi mending nyolong wae
(Yogya, 2022)