kopi yang tumpah
sebelum diangkat
akan jadi badai
arus gelombang
yang menghantam sepi
ampasnya yang hitam
akan jadi pasir pantai
yang dibubuhi gula putih
tapi leleh oleh panasnya sendiri
semut-semut datang berpelesir
menyisir manisnya badai tadi
belum sember berjemur
di bawah matahari bergantung
semuanya telah dihapus bersih.
Bekasi, Desember 2020
Penjual Kopi Sepeda
roda sepeda itu berhenti
ditepian malam yang pekat
seperti kopi yang berhenti
setelah diaduk penjual itu
kendaraan berlalu-lalang
sepi pun kembali hilang
dan orang-orang
satu-persatu memesan malam
di tepian malam yang lain
roda itu kembali berputar
seperti bianglala di pasar malam
yang ditunggunya berhenti
oleh sepasang kekasih itu
penjual itu
mengayuh sepedanya
dengan termos air panas
yang tinggal setengah
dan tiga renceng malam
yang masih tersisa
di keranjang sepeda
lalu kabut datang menyerang
dan ia pun menghilang
di pelipir malam yang kelam.
Bekasi, Januari 2021
Penyair Itu
puisi itu sudah menemukan artinya
sedang penyair itu masih mencari dirinya
yang hilang diantara kata-kata
atau tenggelam dikedalaman makna
puisinya kini tak lagi tercipta
lantaran sibuk mencari dirinya
apa, mengapa, bagaimana, dan di mana?
penyair itu masih belum selesai dengan dirinya
biarkan saja, sampai ia menemukan waktunya.
Bekasi, 11 Agustus 2020
Hujan di Atas Kopi
di atas kopi yang panas,
asap mengepul—menggumpal jadi awan hitam.
di kopi yang lain,
dikirimkannya awan yang tak kalah hitam.
turbulensi terjadi,
ketika kopi itu mulai ia seruput.
awan naik ke atas,
lalu tumpah di ufuk matanya.
hujan pun turun,
jatuh di atas kopi-kopi yang diseduh.
airnya terpadu,
sebab itulah kopi dan rindu bersekutu.
2020