Metafor.id

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

  • Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Tuesday, 21 March, 2023
  • Login
  • Register
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Metafor Cerpen

Lapangan Tembak

Robbyan Abel Ramdhon by Robbyan Abel Ramdhon
10 February 2021
in Cerpen
0
Lapangan Tembak

https://unsplash.com/photos/KDEyt65ApoY

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

“Kenapa diberi nama lapangan tembak?” tanya Sumi pada kekasihnya.

“Sudah dari dulu. Tak ada yang tahu bagaimana sejarahnya, tapi kemungkinan karena tempat itu sering dipakai buat menembak penjahat,” jawab Abeng.

“Siapa yang menembak?”

“Itu juga aku tidak tahu. Ada yang pernah bilang tentara,” kata Abeng menduga-duga.

Sore itu, Sumi dan Abeng sedang duduk di warung Mbah Muhri. Warung yang menurut Abeng paling bagus kualitas gorengan biji kopinya. Warung itu meninggalkan kesan lapuk di kursi-kursi bambu yang sudah reot dan warna dinding gedek yang gosong akibat terlalu sering menyerap asap kompor.

“Mbah Muhri seharusnya tahu semua yang kita pertanyakan ini. Dia sudah lima puluh tahun berjualan di sini,” Abeng meneruskan usahanya menjawab untuk mengobati rasa penasaran Sumi. Sebentar kemudian mereka melihat tembok besar yang membatasi lapangan itu dengan dunia luar.

“Cuma kedengaran suara tembakan. Biasanya setiap tengah malam,” kata Mbah Muhri menimpali percakapan mereka.

Mbah Muhri biasanya menutup warung setiap menjelang subuh. Meski kadang-kadang Irwan, anak lelakinya, ikut membantunya berjualan dan bisa kuat mengajak orang-orang mengobrol sampai jam delapan pagi.

Suami Mbah Muhri pernah mengintip eksekusi mati yang dilakukan di lapangan. Namun setelah itu dia tak pernah sekalipun membuka mulut untuk menceritakan apa yang dilihatnya. Suaminya menderita sakit demam tinggi yang merenggut nyawanya. Mbah Muhri pernah bercerita, bahwa saat sekarat, suaminya begitu terlihat ketakutan. Mata suaminya, katanya saat bercerita, memancarkan kengerian yang luar biasa. Sampai mengembuskan napas terakhir, mata itu masih membelalak menghadap langit.

“Jadi kapan kamu mau melamarku?” tanya Sumi sambil melihat kakinya yang menggantung dari tepi kursi.

“Sekolah belum membayar upahku bulan lalu, bulan lalunya juga. Kemungkinan sampai bulan depan,” Abeng mengatakan alasannya sembari menginjak putung rokoknya.

“Kata teman-temanku, menjadi guru honorer itu memang tidak mudah. Kenapa tidak coba cari pekerjaan lain?”

“Sebenarnya aku sudah ditawari pekerjaan lain oleh Arya,” Abeng menjelaskan pekerjaan yang ditawarkan Arya, temannya yang pulang sebulan sekali karena sibuk di Jakarta, “tapi pekerjaan itu belum jelas.”

Seperti tak ingin membahasnya lagi, Sumi kemudian mengajak Abeng berjalan-jalan sebelum kembali ke rumah masing-masing karena matahari sudah memancarkan sinar kemerahan dan perlahan turun mendekati garis cakrawala.

“Boleh saja. Siapa yang melarang?” Selepas membayar dua kopi pesanannya, Abeng meraih pergelangan tangan kekasihnya itu dan mulai berjalan menuju gerbang masuk lapangan tembak. Gerbang itu berkarat. Dan di beberapa bagian lapangan dipenuhi rumput-rumput raksasa.

Abeng mengajak Sumi berjalan di antara rumput-rumput itu, kemudian mencari kesempatan terbaik untuk menciumnya. Saat mereka asyik berciuman, terdengar suara desahan tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Saat mendekati sumber suara itu, mereka melihat sepasang kaki manusia sedang bergelut. Sumi dan Abeng saling bertatapan seakan mengerti, mereka tidak hanya berdua di tempat itu. Mereka menjauh dari kaki-kaki itu, lalu berjumpa lagi dengan kaki-kaki yang lain. Dari yang sudah mereka hitung, terdapat lima pasangan sedang berpacaran di antara rumput-rumput raksasa. Termasuk mereka.

Abeng dan Sumi mengitari lapangan. Kemudian berusaha menuliskan nama mereka sebanyak-banyaknya di tembok besar yang menjaga lapangan itu.

“Kamu bawa kapur?” tanya Abeng.

“Kita bisa pakai batu atau bata. Di sini banyak sekali. Tapi lain kali kita sepertinya memang harus membawa kapur setiap pergi berjalan-jalan,” mendengar ucapan kekasihnya, Abeng mengangguk tanda setuju.

Di perjalanan pulang, telepon Abeng berdering, tertera nama Arya. Mereka berhenti sejenak. Seolah tak mau kekasihnya mendengar, Abeng mengambil tempat agak jauh. Menyadari percakapan telepon itu penting dari gelagat Abeng, Sumi berusaha menunggu, sambil melihat ke lapangan yang membentang di belakangnya. Sumi bergidik ngeri karena lapangan itu terasa dingin. Bagaikan ada sisa-sisa kehidupan yang tertinggal dari orang-orang yang mati ditembak.

“Bulan depan aku akan datang ke rumahmu bersama keluargaku,” Abeng berbicara sambil berjalan menghampiri Sumi dengan wajah riang yang sedikit tertahan.

“Sebenarnya tak perlu buru-buru. Jangan hanya karena aku, kamu jadi menerima pekerjaan yang katamu belum jelas itu. Sebaiknya tunggu yang pasti-pasti saja,” Sumi membalas dengan nada pasrah dan diliputi wajah cemas.

Abeng tersenyum, lalu mengajak Sumi kembali berjalan pulang. Mereka  berpegangan tangan, sehingga langkah mereka yang bagai menuju matahari terbenam, sekilas tampak seperti potongan adegan dari sebuah film drama.

***

Keesokan harinya, seperti biasa, Sumi harus bangun pagi sekali untuk membantu ibunya menyelesaikan pekerjaan rumah. Sementara bapaknya mempersiapkan diri sebelum berangkat kerja di sebuah kebun tebu milik orang lain. Kebetulan pada hari itu ada panen besar, anak-anak kecil di kampung, mengambil sisa-sisa tebu yang tak layak dijual. Sedangkan orang-orang dewasa, menunggu di jalan-jalan yang dilalui truk pengangkut tebu dan mencuri batang tebu dengan menariknya dari belakang truk. Para sopir tak begitu peduli dengan hal itu, karena kalau tebu yang dibawa kurang jumlahnya, yang terkena marah adalah para petani. Sedangkan para petani tahu, tebu-tebu itu pasti dicuri oleh anak-anak mereka atau orang-orang yang sudah mereka anggap sebagai keluarga.

Sekitar pukul dua siang, setelah menyelesaikan tugasnya dan beristirahat sebentar, Sumi keluar mencari Abeng yang belum memberi kabar sejak pagi. Padahal Abeng tak pernah terlambat bangun pagi kendati Sumi selalu lebih dulu tidur ketimbang dirinya.

Di rumah Abeng tidak ada siapa pun. Kedua orangtua Abeng juga seorang petani tebu. Sumi tahu, Abeng tak mungkin ikut bertani, orangtuanya selalu melarang karena pekerjaan itu menurut mereka tidak terlalu bergengsi dibandingkan menjadi guru.

Sudah hampir sejam Sumi menunggu di rumah Abeng, dengan dugaan Abeng mungkin terlambat pulang karena ada pelajaran tambahan di sekolah. Namun Sumi kembali mengingat, bahwa pada setiap musim panen besar, anak-anak jarang yang mau masuk sekolah dan sekolah pun tidak mungkin memberi tambahan pelajaran untuk siswa yang berjumlah sedikit.

Sumi pergi ke warung Mbah Muhri. Di sana, hanya ada orang-orang yang sedang menikmati tebu hasil curian mereka.

“Tadi pagi kami melihat Abeng bersama Arya. Mereka tampaknya sibuk sekali,” kata Irwan seakan menyadari maksud kehadiran Sumi, “katanya dia mau memberikan kejutan buat kamu. Lebih baik kamu menunggu bersama kami saja,” Irwan menawari Sumi duduk dengan lagak seorang lelaki nakal yang sedang berhasrat.

“Mungkin dia mau diajak berjalan-jalan ke lapangan tembak!” kata seorang lelaki lain yang memancing tawa teman-temannya.

Sumi mengerti maksud ucapan itu setelah kejadian kemarin. Namun Sumi tidak terlalu tersinggung karena mereka juga teman-teman Abeng. Abeng tentu saja akan memaafkannya sebab menggoda perempuan yang belum menikah adalah hal wajar di kampung mereka.

Karena sudah terlanjur di luar rumah, Sumi memutuskan untuk sebaiknya menunggu Abeng di warung Mbah Muhri. Mbah Muhri sedang memotong kuku tangannya saat Sumi mengajaknya bicara.

“Kapan kalian akan menikah?” tanya Mbah Muhri

“Harga sapi masih mahal, Mbah,” gurau Sumi.

Mengerti Sumi tak ingin membahasnya, Mbah Muhri berpindah ke pembahasan lain. Dia juga berpindah memotong kuku kakinya.

“Nanti malam ada yang mau ditembak,” Mbah Muhri berbisik pada Sumi.

Sumi terdiam sebentar. Mencerna maksud perkataan Mbah Muhri. Setelah memandang ke arah tembok lapangan tembak, barulah Sumi mengerti.

“Tahu dari mana, Mbah?”

“Semalam ada orang-orang datang ke sini, dari percakapannya, Mbah mendengar seorang teroris akan dieksekusi.”

“Apakah mereka tentara?” tanya Sumi tergesa-gesa.

“Bukan. Mereka menggunakan pakaian biasa seperti kita. Perawakannya juga tidak seperti tentara,” jawab Mbah Muhri masih dengan cara bicara yang sama.

Sumi langsung teringat pada Abeng: bagaimana seandainya bila Abeng diajak terlibat membantu aksi teroris dengan imbalan uang, bisa jadi dia akan menerima. Pikiran Sumi kacau, meski dia percaya, Abeng orang yang cukup berpendidikan dan sudah sepantasnya bisa menolak ajakan semacam itu.

Kira-kira pukul sebelas malam, Sumi kembali ke warung Mbah Muhri setelah pulang sebentar untuk mandi dan meminta izin pada orangtuanya. Tidak berselang lama setelah sampai di warung, sebuah truk melintas di hadapan Sumi dan memasuki gerbang lapangan tembak. Keinginan mengintip membuat perasaannya terganggu. Mbah Muhri yang menyadari gelagat Sumi, segera mencegahnya.

“Jangan coba-coba mengintip ke sana,” Mbah Muhri memperingatkan Sumi dengan gaya bicara yang tenang, seolah-olah dia sudah terbiasa dengan situasi itu, “tunggu saja di sini, nanti akan terdengar bunyi tembak,” pungkasnya.

Tetapi rasa penasaran telah berhasil mengalahkannya. Sumi pelan-pelan mulai melangkah ke arah gerbang lapangan, sesaat berdiri di sana, lalu dengan ragu-ragu mendekati rerumputan raksasa dan mencari posisi terbaik guna melihat. Tubuhnya sempat bergetar disertai ingatan tentang suami Mbah muhri yang pernah melakukan hal serupa sebelum dia mati dengan mata membelalak ke langit.

Sumi menyaksikan seorang lelaki dikeluarkan dari dalam truk. Kepala lelaki itu dibungkus dengan karung putih, seperti karung yang biasa digunakan anak-anak kecil untuk membawa hasil tebu curian mereka.

Beberapa lelaki lain mengeluarkan senapan. Saat mereka bersiap-siap untuk mengeksekusi, terdengar suara langkah kaki dari belakang tempat Sumi mengintip. Sumi memperhatikan sosok yang datang menghampirinya; Abeng yang langsung meraih tangan Sumi dan berusaha menyeretnya keluar.

“Kenapa kau di sini?” tanya Abeng yang tertahan karena Sumi menolak bergerak.

“Aku yang harusnya bertanya, kenapa tidak memberi kabar dan tiba-tiba muncul mengagetkanku?” Sumi membuang muka dan kembali melihat ke arah orang-orang yang sudah mengacungkan senapan ke sasarannya.

Abeng ikut menonton eksekusi mati itu, sambil menjelaskan alasannya tidak menghubungi Sumi.

“Aku dapat pekerjaan di Jakarta. Bos tempat Arya bekerja mencari guru pribadi untuk anaknya. Gajinya tiga kali lebih besar daripada menjadi guru honorer di sekolah. Aku sudah menandatangani kontrak, juga menerima gaji di muka,” Abeng berhenti sejenak lalu melanjutkan, “kalau kau siap, bulan depan kita sudah bisa menikah,” Abeng mengakhiri penjelasannya dan memegang lengan kekasihnya sebagai tanda bahwa ajakannya serius.

Perkataan Abeng yang terakhir berhasil membuat Sumi berpaling padanya. Sumi menatap kekasihnya itu dengan suka cita dan langsung menjatuhkan perhatian pada bibir Abeng. Mereka berciuman berbarengan dengan suara tembakan yang meletus di tengah lapangan.***

Tags: cerpenlapangan tembakpasanganromantis
ShareTweetSendShare
Previous Post

Beberapa Adegan di Balik Pintu yang Tak Terkunci

Next Post

Buya Syakur Yasin: Antara Agama dan Budaya, Menimbang yang Fana dan yang Abadi

Robbyan Abel Ramdhon

Robbyan Abel Ramdhon

Penulis lahir di Mataram, 5 Januari 1998. Sejumlah cerpennya pernah diterbiatkan baik oleh media cetak dan daring. Juga bergiat di Komunitas Akarpohon.  Robbyanabel (Instagram)

Artikel Terkait

Tamu
Cerpen

Tamu

10 July 2022

Aku akan pindah rumah. Sudah sejak tadi pagi segalanya telah dipersiapkan. Orang-orang, para tetanggaku yang baik hati itu, bersedia meluangkan...

Pulang
Cerpen

Pulang

22 April 2022

Pak Tua adalah seorang pengemis yang mangkal di kawasan Perempatan Jalan. Setiap harinya, Pak Tua biasa menjalankan profesinya di sudut-sudut...

Seorang Indigo dan Suara-Suara Bertubuh Kupu-Kupu
Cerpen

Seorang Indigo dan Suara-Suara Bertubuh Kupu-Kupu

4 April 2022

Selalu ada kebisingan menggerayangi telinga. Bebatuan bertasbih menolak kesedihan dengan membisu. Tembok, candi, arca berbicara. Kata-kata tanpa aksara beterbangan menjelajah,...

Pengakuan
Cerpen

Pengakuan

11 March 2022

Saat itu pukul tiga sore, aku memasuki rumah makan Bakmi GM di sekitar jalan Medan Merdeka Timur, Jakarta. Dari sebuah...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Bukti Pemerintah Serius Menangani Pandemi Covid-19

Bukti Pemerintah Serius Menangani Pandemi Covid-19

9 August 2021
Gambar Artikel Sunyi dalam Kerinduan

Sunyi dalam Kerinduan

29 December 2020
Gambar Artikel Syafaat Rasul Menurut Abu Mansur al-Maturidi

Syafaat Rasul Menurut Abu Mansur al-Maturidi

3 December 2020
Pencarian di Sudut Rindu

Pencarian di Sudut Rindu

1 December 2021
Gambar Artikel Pesona dan Kuliner Kepulauan Anambas

Pesona dan Kuliner Kepulauan Anambas

19 November 2020
Tempat: Kenangan dan Seisinya

Tempat: Kenangan dan Seisinya

28 January 2021
Hadir itu Bukan Kamu

Hadir itu Bukan Kamu

25 August 2021
Gambar Artikel Tabiat Arunika dan Kotak Pandora

Tabiat Arunika dan Kotak Pandora

24 November 2020
Gambar Artikel Lewat Tulisan Aku BerTuhan

Lewat Tulisan Aku BerTuhan

18 December 2020
Hartojo Andangdjaja: Menulis Puisi dengan Bahasa yang Jernih

Hartojo Andangdjaja: Menulis Puisi dengan Bahasa yang Jernih

11 October 2021

Ikuti Kami di Instagram

  • Halloo sobat
Ga terasa ya sudah bulan Juli...
Waktunya Meta ngumumin
💫metafor award💫
🤩🤩🤩

Oiya karena satu dan lain hal Meta mohon maaf yaa pengumuman Metafor award yang seharusnya dilaksanakan sejak bulan Januari 2022 jadi ngaret di bulan Juli 2022😭🙏🙏

Stay tune ya sobat. Bakal mimin umumkan pemenangnya tanggal 20 Juli 2022

Cek kategorinya di slide kedua yaa sobat

#metaforawards #metafordotid #nulisdimetafor #comingsoon‼️
  • Halloo sobatt
Saatnya Meta umumkan metafor award 2021. 
Ini dia para pemenangnya:
1. Terbaik kategori puisi
- Sobrun Jamil
- Krisnaldo Triguswinri

2. Terbaik kategori esai: Syukur Budiharjo

3. Terbaik kategori cerpen: Yuditeha

4. Penulis terproduktif: Syukur Budiharjo

Selamat kepada para pemenang, tolong balas DM Meta untuk konfirmasi hadiahnya yaa sobat.
Terima kasih semua kontribusi yang diberikan oleh para penulis. Selamat menanti metafor award 2022😍🥳

#metaforawards2021 #nulisdimetafor #metafordotid #pemenangaward2021
  • Halloo sobatt
Semoga selalu sehat dan berbahagia ya sobat
Meta mau umumkan pemenang award dari tim metafor.id
Ini dia pemenangnyaa:
1. Redaktur teraktif diraih oleh kak @fajrizuliaramdhani 
2. Desainer terbaik diraih oleh kak Ibrahim Hasan Maulidi
3. Tim media teraktif diraih oleh kak @okta_raras 

Semoga bahagia dan membahagiakan~
😍😍😁
Sehat selalu sobatt

#metaforawards2021 #metafordotid #nulisdimetafor #2021
  • Selamat hari anak nasional sobat meta. Tiap-tiap kita memiliki jiwa anak anak dalam diri rawatlah jiwa anak anak itu dan berbahagialah (juga bersedihlah).
Oiya Meta kasih satu cuplikan dari buku Le Petite Prince karya Antoine de Saint-Exupéry nihh

Grown-ups never understand anything by themselves, and it is tiresome for children to be always and forever explaining things to them.
Antoine de Saint-Exupéry
--------☆--------☆---------☆

(Orang dewasa tidak pernah memahami sesuatu sendiri dan betapa melelahkan menjadi anak-anak yang harus selalu menjelaskan banyak hal pada mereka.)

Sudah pernah baca bukunya sobat? Kalau sudah cuss kirim resensinya ke email: redaksi@metafor.id yuk sobat😁😁😁

#harianaknasional
#metafordotid
#nulisdimetafor #2022
  • [Media partner]

LOMBA ESAI TINGKAT NASIONAL
UNTUK SANTRI INDONESIA

Dalam Rangka :
Harlah ke-4 Santri Mengglobal

Tema :
"Santri, Dunia Digital dan Tantangan Global"

SUB TEMA :
◼️Pendidikan
◼️Kesehatan
◼️Perdamaian
◼️Kesetaraan Gender
◼️Kesejahteraan Masyarakat
◼️Perubahan Iklim

TIMELINE KEGIATAN :
◼️Pembukaan : 7 Agustus 2022
◼️Deadline : 30 September 2022
◼️Penjurian Esai : 1-17 Oktober 2022
◼️Pengumuman : 28 Oktober 2022

PERSYARATAN UMUM :
1). Tercatat sebagai Mahasantri Indonesia
2). Peserta adalah Alumni Pesantren 5 Tahun terakhir
3). Mengisi data diri dan mengirimkan tulisan pada tautan; selambat-lambatnya tanggal 30 September 2022 (Pukul 24.00 WIB)
4). 15 naskah terbaik akan diterbitkan dalam bentuk Buku; 3 Naskah terbaik akan mendapatkan hadiah sebagaimana disebutkan

PEMENANG :
1). Juara 1 Trip ke Luar Negeri (3 Negara; Malaysia, Singapura, dan Thailand)
2). Juara 2 Tiket PP Luar Negeri; Jakarta - Malaysia
3). Juara 3 Biaya Pembuatan Paspor

15 Esai terbaik akan diterbitkan dalam bentuk Buku; Seluruh Peserta mendapatkan Sertifikat

REGISTRASI :
📝 Registrasi Lomba 
  sebelum 30 September 2022

🔰 Juknis Lomba :
https://bit.ly/lombaesaiharlahsm4

🔰 Link Pendaftaran :
https://bit.ly/lombaesaiharlahke4sm

#saatnyasantrimengglobal
#mediapartnermetafordotid
#santrimengglobal #lombaesai #eventnulis
  • [Media partner]
LOMBA VIDEO KREATIF TINGKAT NASIONAL
UNTUK SANTRI INDONESIA

Dalam Rangka :
Harlah ke-4 Santri Mengglobal

Tema :
"Santri, Dunia Digital dan Tantangan Global"

SUB TEMA :
◼️Mimpiku Studi ke Luar Negeri
◼️Santri dan Dunia Digital
◼️Santri Scholarship Hunter
◼️Santri dan Tantangan Global

PEMENANG :
1). Juara 1 Trip ke Luar Negeri Malaysia/Singapura
2). Juara 2 Tiket PP Luar Negeri; Jakarta - Malaysia/Singapura
3). Juara 3 Biaya Pembuatan Paspor
5 Video Favorit Mendaoatkan Voucher Gopay atau OVO senilai 500.000 untuk 5 Peserta Favorit

🔰 PERIODE PROGRAM:
10 Agustus - 30 September 2022

🔰 SYARAT DAN KETENTUAN:
https://bit.ly/videoharlah4sm

🔰 PENDAFTARAN: 0895373361616 https://bit.ly/lombavideoharlahsm4

#saatnyasantrimengglobal
#metafordotid #mediapartnermetafordotid #eventlombavideo #lombavideografi
  • Selamat hari kemerdekaan sobattt.
Apakah kamu sudah merdeka dari segala hal yang menjajahmu?¿
😁

#metafordotid #nulisdimetafor #kemerdekaanindonesia #hutri77
  • [Puisi]
Diam dan Merapal Hujan
Sajak-sajak M. Ridho Muslim Goffar
Oleh M. Ridho Muslim Goffar

Diam

/1/
sudah sejak lama
aku diam-diam menunggumu
dan sialnya, secara diam-diam
kau juga menungguku

/2/
kini aku sudah bernyali,
tapi secara diam-diam,
Tuhan menakdirkanku
untuk tetetap diam

/3/
apa sudah sepantasnya
aku diam saja? Dan
apakah dengan diam,
aku sudah pantas?

/4/
aku hanya tak ingin
diam-diam mati
terkubur penantianku sendiri

/5/
kututup diamku
dengan semoga—
aku tak pernah bisa diam
mendo’akanmu
secara diam-diam

Selengkapnya di https://metafor.id/metafor/puisi/diam-dan-merapal-hujan/

#metafordotid #nulisdimetafor #puisi #kolompuisimetafor
  • [Milenial, Gaya Hidup]

4 Alasan Fundamental Mengapa Kita Perlu Membaca
Oleh Mohammad Azharudin

Mungkin beberapa dari kita sudah mengetahui apa saja manfaat membaca, sehingga hal tersebut mendorong mereka untuk lebih giat membaca. Nah, bagi yang belum tahu manfaat membaca, mungkin bisa cari alasan terlebih dahulu mengapa mesti membaca. Apa saja sih manfaat membaca sobat?
Swipe untuk membaca manfaatnya yuuk
Untuk baca artikel selengkapnya silakan menuju link
https://metafor.id/milenial/4-alasan-fundamental-mengapa-kita-perlu-membaca/
atau klik link di bio meta yaah sobat!

#metafordotid #nulisdimetafor #manfaatmambaca #kolommilenialgayahidup #lifestyleblogger #readingtime
  • Metafor.id menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas berpulangnya prof. Azyumardi Azra, ketua dewan pers dan salah satu tokoh cendekiawan Indonesia.
Selamat berpulang, prof...

#metafordotid
  • Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan🙏

#tragedikanjuruhan
  • Selamat memperingati maulid Nabi Muhammad Saw
12 Robiul awwal 1444 H

#metafordotid #maulidnabi
Facebook Twitter Instagram Youtube
Metafor.id

Metafor.id adalah “Taman Literasi Digital” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Ode untuk Martir Pengetahuan: Puisi-puisi Moch Aldy MA
  • Ruang Tunggu: Puisi-puisi Habib Muzaki
  • Anthony Giddens: Agensi dan Strukturasi Sosial
  • Mengapa Perlu Membaca Sastra?
  • Dari Rongsokan ke Cambridge dan Harvard
  • Menyoal Tirani: Pelajaran Penting Demokrasi Abad Ini
  • Tamu
  • Diam dan Merapal Hujan
  • Menjajaki Belanda: Dekapan Mimpi yang Jadi Nyata
  • Doa Pengembara
  • Babasan dan Paribasa: Sarana Pendidikan Karakter Berbahasa Sunda
  • Istirahat dan Pelukan Ibu

Kategori

  • Event (4)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (2)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (57)
    • Ceriwis (12)
    • Esai (45)
  • Metafor (194)
    • Cerpen (47)
    • Puisi (130)
    • Resensi (16)
  • Milenial (44)
    • Gaya Hidup (23)
    • Kelana (11)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (68)
    • Cangkem (16)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In