• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Kamis, 31 Juli 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Esai

Wahdatul Wujud: Sebuah Dialog Singkat Islam-Kristen

William Christopher Hariandja by William Christopher Hariandja
10 Januari 2021
in Esai
0
Gambar Artikel Wahdatul Wujud: Sebuah Dialog Singkat Islam-Kristen

Sumber Gambar: fineartamerica.com

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Tentu, di benak kita pernah terlintas sebuah pemikiran nakal, misalnya “Wujud an sich Allah itu seperti apa?”, “Seperti apa jika kita bersemuka dengan Allah, seperti dua orang yang sedang berbicara atau bagaimana?”, dan masih banyak pertanyaan nakal lainnya. Menurut saya, sah-sah saja apabila seorang beriman bertanya demikian. Dengan berpikir tentang Allah, seorang beriman sedang ingin mengenal secara mendalam Siapa yang ia sembah. Bukankah ada peribahasa “tak kenal maka tak sayang”?

Frasa wahdatul wujud terbentuk dari dua kata: “wahdat” yang berarti satu atau kesatuan dan “wujud” yang berarti esensi. Maka, wahdatul wujud berarti kesatuan wujud. Umumnya, seorang beriman percaya bahwa Allah adalah “Al-Haq” alias Sang Kebenaran. Allah yang adalah Sang Kebenaran dapat dikenal dengan banyak cara, misalnya merenung-hayati alam semesta. Dalam tradisi mistik Kristiani, terdapat pula konsep demikian. Bonaventura—salah seorang pengikut Fransiskus dari Assisi—mengatakan bahwa iman, yang adalah sebuah peziarahan jiwa, kepada Allah dapat sungguh-sungguh dihayati dengan memandang pewahyuan-Nya yang nyata melalui alam (natura est vestigium Dei, alam adalah tapak-tapak Allah).

Alam menjadi salah satu cara untuk mengenal Allah. Cara demikian merupakan sebuah tradisi yang ada di hampir semua agama. Cara mengenal Allah yang demikian ini memiliki potensi ke arah panteisme, sebuah paham yang melihat bahwa esensi Tuhan dapat ditemui dalam alam semesta. Konsep demikian yang oleh agama-agama Abrahamik umumnya dipandang ‘berbahaya’, karena akan mengganggu pemahaman tentang esensi Tuhan yang Mahasuci, berada di surga, memiliki batas dengan dunia manusia yang fana, dan sebagainya. Nurudin Al-Raniri, seorang ulama Aceh yang menghayati kemuslimannya dengan konsep yang mirip panteisme justru dianggap menyimpang dari prinsip Tauhid.

Satu konsep lain yang menghantar manusia untuk mengenal wahdatul wujud Allah adalah Manunggaling Kawula Gusti. Konsep yang lahir dari agama-agama bumi—di mana Yang Ilahi tidak ditemukan jauh mengawang-awang di luar sana, melainkan selalu sudah hadir di dalam hati orang-orang yang percaya kepada-Nya—kemudian ‘dipinjam’ sebagai sebuah konsep beriman dalam agama-agama Abrahamik. Dasar dari konsep ini terdapat juga di dalam agama-agama Abrahamik, di mana penyerahan diri kepada Allah dan Allah yang menanggapi keluh kesah manusia. Dalam istilah familiar, itu disebut juga sebagai doa, cara manusia berkomunikasi dengan Allah.

Dalam “Manunggaling Kawula Gusti”, roh manusia bersatu dengan Roh Ilahi dalam penyembahan. Kesatuan antara manusia dengan Allah bukan terjadi di tingkat jasad, melainkan di alam roh, di mana materialisme ditinggalkan. Dan yang terjadi tinggal “Solo Dios basta” (“Hanya Tuhan, cukup”), apabila kita ingin mengutip dari pengalaman mistik Teresia dari Avilla yang juga memiliki pengalaman “Manunggaling Kawula Gusti”.

Selain konsep panteisme, wahdatul wujud Allah juga dapat dikenal dengan cara lain. Konsep al-muwahhid misalnya, sebuah konsep yang meneguhkkan prinsip Tauhid. Konsep yang lahir dari pemikiran Ibn ‘Arabi ini mau mengatakan bahwa Allah tercermin pada alam dan alam adalah cerminan Tuhan. Esensi Allah secara an sich tidak sama dengan alam, namun sifat-sifat-Nya dapat kita kenal di alam semesta.

Bagi Ibn ‘Arabi, alam terdiri dari tingkatan-tingkatan, seperti jamadat (benda padat), nabatat (tumbuhan), hayawanat (hewan), insaniyat (manusia), dan malakut (malaikat). Wujud semua yang ada ini pada hakikatnya adalah wujud Allah yang dipinjamkan kepada semesta. Konsep ini juga dapat kita temukan dalam tradisi Kristiani. Bagi Bonaventura, alam adalah “vestigium Dei” (‘tapak-tapak’ Allah) di mana seluruh atribut-Nya—Mahabaik, Mahapenyayang, dan sebagainya—dapat kita temukan di alam semesta.

Selain konsep al-muwwahid, Ibn ‘Arabi juga menggunakan penjelasan matematis untuk membuktikan esensi Allah. Bilangan-bilangan, yang banyak dan terbatas, berasal dari satu sumber (dengan pengulangannya). Bilangan sendiri ada karena ada yang dibilang. Walaupun bilangan itu berasal dari satu sumber, namun setiap unit bilangan adalah realitas mandiri. Jadi, “yang banyak” berasal dari “Yang Satu”, dan “yang banyak” berada dalam tegangan antara ‘mandiri’ (berdiri sendiri sebagai sebuah realitas), namun juga berasal dari “Yang Satu” (karena membawa nilai-nilai dari “Yang Satu” ini).

Sama seperti hukum matematis, demikian pula Ibn ‘Arabi menalar Allah melalui cara pikir yang metaforis (majaz). Menurut saya, alur pemikiran Ibn’ Arabi ini justru banyak meminjam konsep dari Plotinos tentang pemikirannya akan “Yang Satu”.

Pola pikir mendasar mengenai wahdatul wujud adalah tajalli al-haq (penampakan diri Sang Kebenaran). Secara umum, agama-agama Abrahamik menyebut ini sebuah pewahyuan, di mana Dia yang awalnya tidak kita kenal, lantas memperkenalkan diri dengan pewahyuan. Bagi Ibn ‘Arabi, wahyu bukan hanya teofani (penampakan Tuhan dalam wujud nyata), melainkan fayd (emanasi, meminjam konsep filsafat Yunaninya Plato), zuhur (pemunculan, penampakan, kelahiran), tanazzul (penurunan), dan fath (pembukaan).

Nantinya, Ibn ‘Arabi membedakan antara isi pewahyuan (esoteris) dan ‘kulit’ pewahyuan (eksoterik). Di wilayah esoteris, Ibn ‘Arabi memiliki konsep kesatuan. Segala pencarian agama-agama tentang Yang Ilahi bermuara pada Sang Esa. Pengalaman mistik menjadi jalan utama mengenal Sang Esa, karena pengalaman mistik merupakan sarana non-dualistik, tanpa bentuk, dan tanpa kejamakan. Jalan pengalaman mistik menjadi jalan paling tepat untuk menjumpai Sang Esa. Namun, di wilayah eksoterik, Ibn ‘Arabi melihat bahwa manusia akan “menginstitusikan” jalan untuk mencari Sang Esa, yang oleh Ibn ‘Arabi ditemukan dalam Islam sebagai sebuah kesempurnaan jalan.

Bagi saya, Ibn ‘Arabi—dan para mistikus lain—selalu mau memurnikan jalan sebuah agama yang terkadang justru lebih nampak sebagai sebuah institusi daripada sebuah pencarian iman. Melalui pemikiran mistikus, kita diajak mencari Sang Esa dengan ketulusan dan kemurnian. Hanya dengan jalan demikian, kita dapat menjumpai Pribadi Sang Esa tersebut pada Diri-Nya, karena kita sudah lepas dari dualisme diri.

Semangat “bersemuka dengan Allah” inilah yang digali kembali. Jangan sampai, agama hanya sebatas sebagai polisi moral yang lepas dari kenthos (pokok biji)-nya, yakni membawa orang “menemukan Dia di dalam aku dan aku di dalam Dia”. Agama harus membuat ‘anak-anak’ yang bernaung di bawahnya melihat sosok Allah sebagai Pribadi yang tremendum et fascinosum (menggetarkan dan memukau). Semoga![]

 

Sumber Bacaan:

Nurcholish, Ahmad – Alamsyah M. Dja’far. 2015. Agama Cinta: Menyelami Samudera Cinta Agama-agama. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Tags: agamaBonaventuraIbnu 'ArabiislamKristenmanunggaling kawula gustipengalaman mistiksufismeWahdatul Wujud
ShareTweetSendShare
Previous Post

Munajat dari Atas Kasur

Next Post

Penjelas Masa Lalu

William Christopher Hariandja

William Christopher Hariandja

Mahasiswa lajang asal Sleman yang juga aktif di komunitas pemuda lintas iman di Yogyakarta (YIPC). Bisa disapa di Instagram @wch.98

Artikel Terkait

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
Esai

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

28 Juli 2025

Jika bulan Juni sudah kepunyaan Sapardi, Juli adalah milik Hemingway. Pasalnya, suara tangis bayi-Hemingway pecah di bulan yang sama (21...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024

Sepuluh menit setelah tanggal berganti menjadi 29 Maret 2024, teks cerpen Agus Noor dihidupkan di ampiteater Ladaya. Sejumlah kursi kayu...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1

1 April 2024

28 Maret 2024 Masehi. Malam 18 Ramadhan 1445 Hijriah. Saya tiba di Ladaya, Tenggarong, setelah menempuh lebih dari satu setengah...

Maraknya Perundungan Tanda Rendahnya Budaya Literasi
Esai

Maraknya Perundungan Tanda Rendahnya Budaya Literasi

17 Maret 2024

Belakang ini isu perundungan bagai bom waktu. Setiap hari bisa meledak di mana-mana, baik di sekolah hingga pesantren elite sekalipun....

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Gambar Cerpen Sertifikat Hak Milik

Sertifikat Hak Milik

4 Februari 2021

Bahagia itu Sederhana

3 Juli 2021
Kebanyakan Fafifu

Kebanyakan Fafifu

3 Mei 2021
Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah di Indonesia: Refleksi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

Pembaharuan Pendidikan Muhammadiyah di Indonesia: Refleksi Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan

11 Februari 2021
When The Weather is Fine dan Puisi Kesakitan

When The Weather is Fine dan Puisi Kesakitan

12 November 2021
Gambar Artikel Gerakan Mosi TIdak Percaya: Sumpah dan Nasionalisme (Tertinggi) Pemuda

Gerakan #MosiTidakPercaya : Sumpah dan Nasionalisme (Tertinggi) Pemuda

5 November 2020
Gambar Artikel Melebur Bersama Tuhan dengan Tarian

Melebur Bersama Tuhan dengan Tarian

27 Desember 2020
Gambar Artikel Pesona dan Kuliner Kepulauan Anambas

Pesona dan Kuliner Kepulauan Anambas

19 November 2020
Doa

Doa

18 Juni 2021
Gambar Artikel Flow di Era Sosmed Efek Dahsyat Mengikat Makna

Flow di Era Sosmed; Efek Dahsyat Mengikat Makna

6 November 2020
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya
  • Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
  • Penjual Susu dan Puisi Lainnya
  • Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta
  • Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (64)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (51)
  • Metafor (210)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (138)
    • Resensi (18)
  • Milenial (46)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (11)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.