• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Sabtu, 18 Oktober 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Esai

Melepas Kasih dalam Balutan Sastra

Nabiilah Chaermy Nanda by Nabiilah Chaermy Nanda
23 Oktober 2021
in Esai
0
Melepas Kasih dalam Balutan Sastra

https://www.behance.net/gallery/16573919/La-Polentina

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Melepaskan sesuatu bukanlah sebuah hal yang mudah untuk dilakukan. Apalagi jika hal tersebut sudah lama kita genggam erat. Akan tetapi, dalam kasus ini kalian harus berani melepaskannya. Karena jika kalian tidak melepaskannya, kalian merasa sesak.

Kasih merupakan sebuah perasaan yang dimiliki setiap manusia. Perasaan tersebut dapat berwujud positif dan negatif. Sebuah perasaan dapat dikatakan positif jika menghasilkan sesuatu yang baik, seperti kebahagiaan, keceriaan, cinta dan kasih sayang. Berbeda dengan perasaan negatif, perasaan ini cenderung menghasilkan sebuah hal yang kurang baik, seperti kekecewaan, kesedihan bahkan kemarahan. Perasaan yang dimaksud bukan sekedar perasaan kepada lawan jenis tetapi bisa kepada orang tua, kakak-adik hingga sahabat.

Memang tidak semua perasaan wajib kita utarakan. Akan tetapi, jika perasaan tersebut hanya membebani kita, maka untuk apa kita menahannya? Perasaan dapat diibaratkan sebagai sebuah kumpulan bahasa yang memenuhi isi hati. Layaknya gelas yang dipaksa untuk terus terisi, padahal wadahnya sudah tidak cukup untuk menampung lagi.

Lalu apa yang terjadi? Meluap. Begitu pula dengan perasaan. Semakin banyak perasaan yang kita pendam, akan semakin besar kemungkinan semua itu meluap. Biasanya hal ini terjadi ketika perasaan dan emosi telah menyatu.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk meluapkan isi hati kita? Mengutarakannya. Kalian dapat mengutarakan isi hati melalui lisan dan tulisan. Jika disuruh untuk memilih di antara keduanya, tentu media tulisan yang terpilih. Mengapa? Karena melalui tulisan kita dapat menyampaikan segala sesuatu tanpa harus bersuara. Atau bisa dikatakan tidak berisik namun melegakan batin.

Ada banyak metode tulis yang bisa kita gunakan untuk mengungkapkan isi hati. Salah satu yang sering digunakan adalah dengan menulis di buku harian. Akan tetapi, yang akan dibahas di sini bukanlah menyuarakan isi hati melalui buku harian, tetapi menyuarakan isi hati melalui sastra. Keren nggak sih? Sebelum lanjut lebih jauh lagi, kalian harus kenalan dulu dengan sastra. Karena ada pepatah yang bilang: tak kenal maka ta’aruf. (Iya, iya, maap.)

***

Sastra merupakan sebuah sarana dalam menyampaikan ide tentang ‘apapun’ dengan menggunakan bahasa. Hasil dari sastra ini dapat dikenal dengan sebutan karya sastra. Karya sastra sendiri sering disebut sebagai cerminan isi hati manusia. Mengapa begitu? Karena karya sastra biasanya dihasilkan dari penggabungan antara ide-ide dengan pengalaman maupun inspirasi penulis yang dituliskan dengan menyertakan perasaan di dalamnya.

Singkatnya karya sastra adalah isi hati seseorang yang dapat dilihat. Lalu karya sastra itu terdiri dari apa saja? Karya sastra dapat berupa puisi, prosa, cerpen, drama, novel dan lainnya. Tetapi yang akan menjadi media dalam menyuarakan isi hati di sini adalah karya sastra berupa puisi dan cerpen.

Perlu diketahui bahwa dalam sastra tidak ada pendapat yang benar maupun salah. Hal ini terjadi karena sastra itu bebas, tergantung kearah mana pemikiran kalian berlayar. Yang pertama kita bahas adalah puisi. Puisi sendiri memiliki merupakan serangkaian kata-kata yang disusun secara baik dan indah agar mudah dipahami dan dinikmati. Untuk dapat menulis puisi kita harus mengetahui jenisnya, ada puisi naratif dan puisi deskriptif.

Puisi naratif biasanya puisi berisikan hal yang dialami penulis. Contoh seperti menuliskan puisi yang bertemakan kesedihan, isinya berisi betapa sedihnya penulis ketika harus berpisah dengan orang tuanya dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Sedangkan puisi naratif berisikan tentang hal yang tidak dialami penulis tetapi menarik perhatiannya. Contohnya menulis puisi tentang keadilan, yang mana puisi ini menceritakan tentang ketidakadilan di masyarakat yang dilihat penulis dan menarik perhatiannya.

Dalam hal menyuarakan isi hati, maka jenis puisi yang kalian tulis adalah puisi naratif. Karena berhubungan secara langsung dengan apa yang kalian rasakan. Sedangkan dari segi penyampaiannya ada dua: “puisi kamar” dan “puisi auditorium”. Untuk kalian yang merasa bahwa puisi kalian hanya untuk diri kalian sendiri dan orang-orang tertentu, maka puisi kalian termasuk puisi kamar. Sedangkan puisi auditorium cenderung dapat diceritakan kepada khalayak banyak.

Selanjutnya cerpen atau cerita pendek. Sesuai dengan namanya cerpen merupakan sebuah peristiwa yang diceritakan secara singkat. Di dalam cerpen biasanya terdapat tokoh, alur, latar waktu, latar tempat atau yang lainnya. Biasanya untuk menyuarakan isi hati melalui cerpen dengan cara menceritakan hal yang dianggap perlu untuk diceritakan.

Hal yang diceritakan ini biasanya bisa menjadi hal yang ingin selalu diingat dalam jangka waktu yang panjang, karena seperti yang diketahui ingatan manusia itu terbatas. Misalnya, kalian ingin mengingat bagaimana proses perjalan hidup kalian, tentang apa saja yang sudah kalian lalui hingga dapat berada di titik ini.  Proses-proses tersebut nantinya akan kalian ceritakan kepada anak cucu, sehingga ketika ajal menjemput kenangan-kenangan tersebut akan terabadikan dalam tulisan dan dapat diceritakan kembali.

Sastra bukanlah sekadar sarana menyatukan ide-ide, tetapi sebuah media untuk menciptakan sejarah dan menyampaikan segala hal yang dirasa. Sejarah yang dimiliki oleh setiap manusia, yang memiliki arti tersendiri. Sastra memang tidak bersuara, namun kata-katanya dapat mengingatkan peristiwa yang tidak mampu disimpan secara sempurna oleh manusia. Dari sastra kita belajar bahwa yang jauh akan terasa dekat dan yang dekat akan terasa semakin erat.[]

Sumber Bacaan:

Ahyar, Juni. 2019. Apa Itu Sastra, Jenis-Jenis Karya Sastra dan Bagaimanakah Menulis dan Mengapresiasi Sastra., Yogyakarta: Deepublish

Kamus Besar Bahasa Indonesia online diakses pada 10 Oktober 2021.

Tags: esaiMelepas Kasih dalam Balutan Sastramenulis puisimetaforsastra
ShareTweetSendShare
Previous Post

Balapan yang Dibudayakan

Next Post

Jalan Sunyi dengan Ribuan Bunyi

Nabiilah Chaermy Nanda

Nabiilah Chaermy Nanda

Lahir dan besar di Jakarta kemudian bermigrasi ke daerah Depok, tepatnya Sawangan. Sedang menempuh Pendidikan S1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Bisa disapa di instagram @chaermyn

Artikel Terkait

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
Esai

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna

5 Agustus 2025

Malam itu, saya belum ingin tidur cepat. Hingga lewat tengah malam dan hari berganti (Rabu, 23 Juli 2025) saya duduk...

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
Esai

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

28 Juli 2025

Jika bulan Juni sudah kepunyaan Sapardi, Juli adalah milik Hemingway. Pasalnya, suara tangis bayi-Hemingway pecah di bulan yang sama (21...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024

Sepuluh menit setelah tanggal berganti menjadi 29 Maret 2024, teks cerpen Agus Noor dihidupkan di ampiteater Ladaya. Sejumlah kursi kayu...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1

1 April 2024

28 Maret 2024 Masehi. Malam 18 Ramadhan 1445 Hijriah. Saya tiba di Ladaya, Tenggarong, setelah menempuh lebih dari satu setengah...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Gambar Artikel Bias Kegelisahan dan Kenangan

Bias Kegelisahan dan Kenangan

17 November 2020
Bebatuan dan Anyir Air

Bebatuan dan Anyir Air

23 Maret 2021
Cengkraman Lelaki Idaman

Cengkraman Lelaki Idaman

18 Januari 2022
Kopi yang Tumpah Sebelum Diangkat

Kopi yang Tumpah Sebelum Diangkat

3 Maret 2021
Resiko Tinggal di Ujung Kalimantan

Resiko Tinggal di Ujung Kalimantan

4 Juni 2021
Gambar Artikel Puisi Tentang Pandemi : Puisi-Puisi Fajar Sedayu (Yogyakarta)

Puisi-Puisi Fajar Sedayu (Yogyakarta)

31 Oktober 2020
Gejala Kebudayaan Hilang di Era Pandemi

Gejala Kebudayaan Hilang di Era Pandemi

7 Februari 2021
Telur, Susu, dan Viagra di Cafe Puisi Mbeling

Telur, Susu, dan Viagra di Cafe Puisi Mbeling

27 Januari 2021
Menyoal Cinta Vs Primbon Weton Jawa

Menyoal Cinta Vs Primbon Weton Jawa

26 Juli 2021
Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu
  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (216)
    • Cerpen (54)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.