Metafor.id

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

  • Tentang Metafor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Friday, 1 July, 2022
  • Login
  • Register
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Ceriwis

Transformasi Standar Berkat Gendurenan di Era Revolusi Industri 4.0

Mohammad Azharudin by Mohammad Azharudin
13 January 2022
in Ceriwis, Kolom
0
Transformasi Standar Berkat Gendurenan di Era Revolusi Industri 4.0

https://id.pinterest.com/pin/242631498670637184/

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Selama ini, apabila seseorang―bisa juga beberapa orang―membicarakan genduren, pasti nggak akan jauh-jauh dari kata bid’ah. Entah bagaimana ceritanya, topik genduren ini rasanya seolah sangat sempit―hanya seputar ia bid’ah atau bukan. Padahal, bila kita mau mengulasnya lebih detail, ada banyak hal yang bisa dibicarakan dari genduren. Misalnya, kasta emak-emak rewang. Saat ini, kasta tertinggi emak-emak rewang masih dipegang oleh golongan yang memiliki kemampuan menanak nasi pulen dalam jumlah yang banyak. Tak semua orang mempunyai kemampuan unik tersebut. Oleh sebab itu, di daerah saya golongan ini biasanya sudah ditentukan dan diberi pesangon oleh shahibul hajat (tuan rumah).

Kasta kedua dipegang oleh golongan yang memiliki kemampuan memasak serundeng. Sama seperti golongan sebelumnya, golongan ini juga tak sembarang orang bisa mengisinya. Kasta kedua ini seolah punya resep rahasia yang bisa menyulap rasa serundeng menjadi begitu khas. Namun, perlu dicatat bahwa pembagian kasta ini berdasarkan realita yang terjadi di daerah saya, lho, ya. Bisa jadi di daerah Binjai beda lagi tingkatan kastanya. Kendati demikian, kita nggak bisa menafikan begitu saja peran lain dalam rewang. Tetap saja, harus diakui bahwa semua peran itu penting. Antara satu dengan yang lain saling melengkapi, seperti kita. Iya, kita! Kita berdua Indonesia. Nggak nyangka, ternyata implementasi Bhinneka Tunggal Ika bisa teridentifikasi dari kegiatan rewang.

Oke! Kembali ke genduren. Sebenarnya, esensi genduren itu sangat sederhana. Ia merupakan kegiatan doa bersama yang diakhiri dengan pembagian berkat. Namun, belakangan genduren sepertinya terlihat sedikit rumit, khususnya bagi penyelenggara. Pertama, terkait jumlah undangan. Mungkin hal ini terasa sepele, tapi nyatanya tidak. Jumlah undangan tentunya berusaha disesuaikan dengan tingkat ekonomi shahibul bait. Bila terlalu banyak, takut dananya nggak cukup. Bila terlalu sedikit, takut dikira memutus tali silaturahmi terhadap orang yang nggak diundang. Oleh sebab itu, perlu diambil jumlah undangan yang paling sedikit mudharat-nya. Hal ini kadang harus melalui proses diskusi yang tak sebentar. Maka, tak heran bila shahibul bait telah memutuskan mengundang berapa orang meski hari-H genduren terbilang masih agak lama.

Kedua, suguhan. Sebenarnya ini merupakan hak yang sepenuhnya dipegang oleh shahibul bait. Ia bebas mau menentukan jenis suguhan apa saja. Nah, justru kebebasan ini yang acap kali membuat bingung shahibul bait. Kebingungan tersebut pada gilirannya melahirkan sebuah fenomena yang cukup unik, fenomena yang terjadi dalam semesta emak-emak. Biasanya ketika sang Suami pulang dari genduren akan diberi pertanyaan, “Tadi suguhannya apa?”. Entahlah, apakah hal tersebut dijadikan sebatas referensi atau malah kompetisi bagi para emak, saya sendiri kurang mengerti detailnya.

Ketiga, berkat. Secara etimologi kata “berkat” (mungkin) asalnya dari kata barokah. Definisi barokah sendiri ialah ziyadah al-khair (bertambahnya kebaikan). Makna tersebut sangat relevan dengan realitas sosial yang terjadi pada berkat itu sendiri. Ya! Jamaah genduren sudah disuguhi makanan satu piring, ketika hendak pulang mereka masih diberi tambahan pemberian dalam bentuk berkat. Namun, sebagian orang berpendapat bahwa kata  “berkat” merupakan akronim dari “Lak wis bar, diangkat” (jika sudah selesai, diangkat). Ya iya lah diangkat, masa mau diseret?

Ada aturan khusus ketika kita hendak mengisi sebuah berkat. Misalnya, bila kita nylameti orang yang telah meninggal, maka jajanan yang semestinya dihadirkan adalah apem. Sependek yang saya dengar, penamaan “apem” ini bukan tanpa alasan. Kata “apem” lahir karena lidah orang Jawa dahulu tidak bisa mengucap kata ‘afwan (ampunan). Jadi, kehadiran apem dalam berkat tersebut merupakan representasi doa mohon ampun dari yang hidup kepada Allah, diperuntukkan bagi yang telah meninggal. Mungkin hal itulah yang membuat apem tak pernah hilang dari peredaran berkat, bentuknya sekarang malah cukup variatif.

Lain halnya dengan jajanan lain. Di era revolusi industri 4.0 ini, standar berkat telah jauh berubah. Dan, hal ini menjelma sebagai salah satu kompleksitas yang harus dihadapi shahibul bait. Banyak hal dari berkat yang bertransformasi. Transformasi ini kemudian memicu sebuah aturan baru, aturan tidak tertulis yang membuat persepsi masyarakat menjadikannya sebagai standar. Misalnya, dahulu wadah berkat adalah takir yang banyak lubangnya. Tapi sekarang beda, sekarang wadahnya pasti baskom. Bukan hanya wadahnya saja, sampai jenis kreseknya pun juga terjadi perubahan—mungkin lebih tepatnya peningkatan—.

Hal berikutnya yang juga mengalami perubahan adalah jajan. Sekarang, jajan selalu dibungkus dalam mika ukuran 2a. Jenis jajannya apa saja? Harus variatif pastinya, pokok pie carane mika kui kudu kebek. Saat ini, Teh Gelas dan wafer masih menempati posisi terfavorit untuk mengisi kekosongan mika. Dua makanan tersebut nggak pernah ada dalam berkat ketika saya masih kecil dulu. Bahkan, jika shahibul bait sedang malas membuat jajan atau nggak mau ngerepotin jamaah rewang terlalu jauh, berkat cukup dilengkapi hanya dengan wafer seharga Rp5.000. Jadi, emak-emak yang rewang nggak perlu bikin jajanan buatan sendiri.

Walhasil, era revolusi industri 4.0 ternyata nggak cuma mempengaruhi kehidupan dalam bidang teknologi industri dan digitalisasi. Era termaktub nyatanya juga mempengaruhi realitas sosial yang lekat dengan kehidupan agraris. Mungkin bisa disimpulkan bahwa era revolusi industri 4.0 menciptakan era revolusi berkat 4.0.

Tags: budayaIndonesiamakananMohammad Azharudintransformasi standar berkat di era revolusi industri 4.0
ShareTweetSendShare
Previous Post

Perjalanan Wahyu Nirwaktu

Next Post

Homo Digitalis dan Kebutuhan Kita pada Filsafat

Mohammad Azharudin

Mohammad Azharudin

Asal Banyuwangi, Jawa Timur. Anak muda biasa yang suka belajar. Bisa disapa di Instagram @mas_azhar.27

Artikel Terkait

Takbiran Buruh, Hardiknas Ki Hadjar Dewantara dan Lebaran Pascapandemi
Kolom

Takbiran Buruh, Hardiknas Ki Hadjar Dewantara dan Lebaran Pascapandemi

2 May 2022

Kemarin tanggal 1 Mei adalah Hari Buruh Internasional, yang kebetulan hari itu pula menjadi malam takbiran umat Muslim diselenggarakan. Kalimat...

Konsep Cahaya Menurut Suhrawardi dalam Epistimologi Ishraqi (Tasawuf Falsafi)
Esai

Konsep Cahaya Menurut Suhrawardi dalam Epistimologi Ishraqi (Tasawuf Falsafi)

20 April 2022

Suhrawardi al-Maqtul, terkenal dengan sebutan syaikh al-isyraq atau master of Illuminationist guru filsafat cahaya, sedangkan al-Maqtul artinya “ia yang terbunuh”....

Minyak Goreng: Objek Doktrin Ekonomi Politik Klasik “Laissez-faire”
Esai

Minyak Goreng: Objek Doktrin Ekonomi Politik Klasik “Laissez-faire”

16 April 2022

Pada bulan Ramadan ini gorengan merupakan makanan favorit penulis untuk menu buka puasa. Sungguh tragis taun ini untuk membeli gorengan...

Seni Memahami (Diri)
Ceriwis

Seni Memahami (Diri)

11 April 2022

Saat pertama kali saya mendengar kata "hermeneutika", saya tertarik untuk tahu artinya. Namun, saya tidak sampai mencari makna. Saya mendengar...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Gambar Artikel Romantisme Kopi Sachet Angkringan

Romantisme Kopi Sachet Angkringan

11 November 2020
Haruskah Ulang Tahun Selalu Dirayakan?

Haruskah Ulang Tahun Selalu Dirayakan?

5 August 2021
Pentingnya Literasi Kepribadian pada Buku Cerita Anak

Pentingnya Literasi Kepribadian pada Buku Cerita Anak

2 March 2022
Nona dan Seikat Bunga Merah

Nona dan Seikat Bunga Merah

10 August 2021
Hari Raya Kenangan dan Peringatan Patah Hati

Hari Raya Kenangan dan Peringatan Patah Hati

29 March 2021
Takbiran Buruh, Hardiknas Ki Hadjar Dewantara dan Lebaran Pascapandemi

Takbiran Buruh, Hardiknas Ki Hadjar Dewantara dan Lebaran Pascapandemi

2 May 2022
Meneladani Sufi Jenaka: Nashrudin Hoja & Keledainya

Meneladani Sufi Jenaka: Nashrudin Hoja & Keledainya

3 January 2022
Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

18 February 2021
Vincent van Gogh: Mati atau Mukti?

Vincent van Gogh: Mati atau Mukti?

24 April 2021
Cengkraman Lelaki Idaman

Cengkraman Lelaki Idaman

18 January 2022

Ikuti Kami di Instagram

  • Selamat Menjalankan Ibadah Puasa Sobat Muslim semua. Mohon maaf lahir dan bathin yaa sob 🙏
Welcome Ramadhan 1443 H 🥰♥️

#ramadhan #metafordotid #nulisdimetafor
  • [WRITE FOR PEACE 3.1]
“If we have no peace, it is because we have forgotten that we belong to each other.”—Mother Teresa.

Hallo sobat meta, siapa yang sudah menunggu program spesial yang diadakan For Peace Project?
Sekarang saatnya sobat ikuti agenda kegiatannya. Selengkapnya bisa klik link yang ada di story yaa sobat😃😃
_________________________________

How long have you waited to join our special annual program? Your patience is paid off now. Write For Peace is here! It is an annual event run by For Peace Project that selects the prospective youth in Southeast Asia to contribute by voicing their concerns about human rights and peacebuilding through writing. 

In this edition of Write For Peace, we try to bring up the overlooked issues on peace and human rights, including the rights of indigenous peoples, refugee & asylum seeker rights, Sexual and Gender-Based Violence (SGBV), and unrecognized beliefs and religious issues. Therefore, we provide a platform to understand and explore the problems mentioned by inviting four outstanding speakers in their respective fields. 

This activity aims to stimulate youth ideas and concerns and then manifests their thoughts through writing. 

There are a series of activities of Write For Peace 3.1: 
Registration: 16 March - 14 April 2022
Presentation Session: 16 - 17 April 2022
Open Submission: 18 - 30 April 2022
Article Publication: 25 April - 7 May 2022

What are you waiting for? Join us by clicking the link below for more information:

https://bit.ly/Guidelines_WFP31

Save the dates and see you in April!

#Writing #Writer
#ASEANYouth
#ASEAN #IndigenousPeople #GenderBasedViolence
#TraditionalReligion
#Refugees
#AsylumSeekers
#Peacebuilding 
#humanrights
  • [WRITE FOR PEACE 3.1]
“If we have no peace, it is because we have forgotten that we belong to each other.”—Mother Teresa.

How long have you waited to join our special annual program? Your patience is paid off now. Write For Peace is here!

Ini adalah acara tahunan yang diselenggarakan oleh @forpeaceproject dengan memilih pemuda Asia Tenggara untuk berkontribusi dalam menyuarakan kekhawatiran mereka berkaitan dengan hak asasi manusia dan pembangunan perdamaian melalui tulisan.

Dalam Write For Peace edisi kali ini, kami mencoba mengangkat isu-isu yang terabaikan tentang perdamaian dan hak asasi manusia, termasuk hak masyarakat adat, hak pengungsi & pencari suaka, Kekerasan Berbasis Seksual dan Gender (SGBV), serta kepercayaan dan agama yang tidak diakui. Oleh karena itu, kami menyediakan wadah untuk memahami dan mendalami permasalahan tersebut dengan mengundang empat pembicara luar biasa di bidangnya masing-masing.

Kegiatan ini bertujuan untuk merangsang ide dan kepedulian kaum muda dalam mewujudkan pemikiran mereka melalui tulisan.

Berikut rundown kegiatan Write For Peace 3.1: 
Registration: 16 March - 14 April 2022
Presentation Session: 16 - 17 April 2022
Open Submission: 18 - 30 April 2022
Article Publication: 25 April - 7 May 2022

What are you waiting for? Join us by clicking the link below for more information:

https://bit.ly/Guidelines_WFP31

Save the dates and see you in April!

#Writing #Writer
#ASEANYouth
#ASEAN #IndigenousPeople #GenderBasedViolence
#TraditionalReligion
#Refugees
#AsylumSeekers
#Peacebuilding 
#HumanRights
  • [WRITE FOR PEACE 3.1]
“If we have no peace, it is because we have forgotten that we belong to each other.”—Mother Teresa.

How long have you waited to join our special annual program? Your patience is paid off now. Write For Peace is here!

Ini adalah acara tahunan yang diselenggarakan oleh @forpeaceproject dengan memilih pemuda Asia Tenggara untuk berkontribusi dalam menyuarakan kekhawatiran mereka berkaitan dengan hak asasi manusia dan pembangunan perdamaian melalui tulisan.

Dalam Write For Peace edisi kali ini, kami mencoba mengangkat isu-isu yang terabaikan tentang perdamaian dan hak asasi manusia, termasuk hak masyarakat adat, hak pengungsi & pencari suaka, Kekerasan Berbasis Seksual dan Gender (SGBV), serta kepercayaan dan agama yang tidak diakui. Oleh karena itu, kami menyediakan wadah untuk memahami dan mendalami permasalahan tersebut dengan mengundang empat pembicara luar biasa di bidangnya masing-masing.

Kegiatan ini bertujuan untuk merangsang ide dan kepedulian kaum muda dalam mewujudkan pemikiran mereka melalui tulisan.

Berikut rundown kegiatan Write For Peace 3.1: 
Registration: 16 March - 14 April 2022
Presentation Session: 16 - 17 April 2022
Open Submission: 18 - 30 April 2022
Article Publication: 25 April - 7 May 2022

What are you waiting for? Join us by clicking the link below for more information:

https://bit.ly/Guidelines_WFP31

Save the dates and see you in April!

#Writing #Writer
#ASEANYouth
#ASEAN #IndigenousPeople #GenderBasedViolence
#TraditionalReligion
#Refugees
#AsylumSeekers
#Peacebuilding 
#HumanRights
  • Selamat Hari Kartini untuk semua sobat perempuan. ♥️🌸

#harikartini2022 #emansipasiwanita #metafordotid #nulisdimetafor
  • Selamat Hari Bumi 2022 🌍🌎🌏

Today
  • Selamat Hari Buku Sedunia sobat Meta 🥳📚

Lagi baca buku apa nih sobat?
Geser untuk liat koleksi buku self improvement Meta dong, ada favoritmu? 😍
Komen di bawah yaaaa 🙆‍♀️

#worldbookday #metafordotid #nulisdimetafor
  • Selamat hari buruh, sobat.
(KBBI: Buruh= orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah; pekerja)

#hariburuhnasional #metafordotid #1mei2022
  • Selamat hari pendidikan nasional sobat.
Ada yang bilang pendidikan adalah proses menemukan yang dikehendaki Tuhan atas hidup kita.
Kalau menurut sobat, pendidikan itu apa?

#metafordotid #haripendidikannasional #belajar
  • Takbiran Buruh, Hardiknas Ki Hadjar Dewantara dan Lebaran Pascapandemi

Oleh M. Naufal Waliyuddin

Salah satu contoh dampak buruk doktrin kemandirian tersebut adalah ketidakmampuan individu dalam menakar dan menghargai jasa orang lain—yang sangat mungkin tidak disadarinya. Kadang seseorang merasa mandiri, bisa mengurus KTP, SIM, nyuci pakaian, masak, sampai daftar kuliah dan hal lainnya dengan dirinya sendiri. Namun ia lupa, bahwa makanan yang ia beli, pakaian yang ia kenakan, pasti melibatkan multiperan dari berbagai profesi manusia.

Selengkapnya di 
https://metafor.id/kolom/takbiran-buruh-hardiknas-ki-hadjar-dewantara-dan-lebaran-pascapandemi/

#metafordotid
#nulisdimetafor
#bacaartikel
  • Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun
.
.
.
Turut berbelasungkawa atas berpulangnya Buya Syafii. Semoga bertemu di kehidupan selanjutnya, buya.

(Sumber foto: web Antara)
  • Selamat Hari Lahir Pancasila, semoga kita senantiasa terus berkontribusi untuk Indonesia Sobat.

Jangan lupa kirim tulisanmu di website kami 👋

#pancasila #bhinnekatunggalika #metafordotid #nulisdimetafor
Facebook Twitter Instagram Youtube
Metafor.id

Metafor.id adalah “Taman Literasi Digital” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Panitia Hari Besar Islam: Representasi Toleransi Keumatan dalam Peringatan Idul Fitri di Kabupaten Klungkung
  • Berteman dengan Kegagalan
  • Takbiran Buruh, Hardiknas Ki Hadjar Dewantara dan Lebaran Pascapandemi
  • Mati dan Pagi Hari di Cikajang
  • Pulang
  • Konsep Cahaya Menurut Suhrawardi dalam Epistimologi Ishraqi (Tasawuf Falsafi)
  • Membaca Pikiran Atheis Sam Harris: Manusia Bebas atau Terjajah Selera?
  • Menyuarakan Mereka yang Terbungkam
  • Sekala Niskala
  • Minyak Goreng: Objek Doktrin Ekonomi Politik Klasik “Laissez-faire”
  • Pilih Masjid yang Tarawih 8 atau 20? Ada yang Dua-duanya lo!
  • Seni Memahami (Diri)

Kategori

  • Event (5)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (3)
  • Inspiratif (30)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (18)
  • Kolom (55)
    • Ceriwis (12)
    • Esai (43)
  • Metafor (186)
    • Cerpen (46)
    • Puisi (125)
    • Resensi (14)
  • Milenial (43)
    • Gaya Hidup (23)
    • Kelana (10)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (68)
    • Cangkem (16)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Login
  • Sign Up

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In