• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Minggu, 17 Agustus 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Esai

Babasan dan Paribasa: Sarana Pendidikan Karakter Berbahasa Sunda

Alifia Syahrani by Alifia Syahrani
30 Juni 2022
in Esai
0
Babasan dan Paribasa: Sarana Pendidikan Karakter Berbahasa Sunda

Sumber gambar: kairaga.com

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Bahasa Sunda secara tidak langsung mempunyai segudang nilai-nilai didaktik dalam kehidupan, baik itu pandangan hidup, nilai filosofis, nilai moralitas, maupun nilai pendidikan karakter. Nilai-nilai tersebut banyak terkandung di dalam babasan dan paribasa Sunda, atau di dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “ungkapan” dan “peribahasa”.

Dalam kajian linguistik, ungkapan (babasan) didefinisikan sebagai kelompok kata atau gabungan kata yang menyatakan makna khusus. Sedangkan peribahasa (paribasa) adalah kelompok kata atau kalimat (frasa dan klausa) yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan sesuatu (Ramdani, 2021:39).

Sebagaimana kita tahu, di zaman sekarang telah terjadi pengikisan karakter di dalam tubuh masyarakat Indonesia, tak terkecuali masyarakat Sunda. Pengikisan karakter tersebut terjadi di seluruh tatanan sosial kehidupan masyarakat.

Salah satu dampak yang paling dominan dan terasa adalah pengaruh negatif terhadap sikap dan perilaku masyarakat, di antaranya adalah sikap individualisme, hedonisme. Namun yang paling memprihatinkan adalah mulai jarangnya penggunaan bahasa Sunda di dalam kehidupan sehari-hari, baik itu di dalam ruang lingkup formal maupun non-formal.

Penggunaan bahasa Sunda di dalam ruang lingkup formal sempat menjadi polemik tatkala salah satu anggota DPR-RI mengkritisi seorang Jaksa Agung menggunakan bahasa Sunda di dalam sebuah forum rapat, yang kiranya tidak semuanya rapat itu berjalan seluruhnya menggunakan bahasa Sunda, melainkan hanya beberapa idiom-idiom bahasa Sunda saja yang muncul, semisal sampurasun, kumaha damang dan lain sebagainya.

Pengikisan dan polemik tersebut dipicu oleh pengetahuan tentang bahasa Sunda dan jarangnya pemakaian bahasa Sunda di dalam kehidupan sehari-hari. Berkaca kepada kasus tersebut, muncul akibat dari susahnya mempelajari bahasa Sunda.

Anggapan ini banyak bertebaran di masyarakat, mengingat adanya eufemisme di dalam bahasa Sunda itu sendiri yang dikenal masyarakat Sunda sebagai penghalusan bahasa atau undak-usuk atau tingkatan tuturan di dalam menggunakan bahasa Sunda, yang masuk ke dalam etika menggunakan bahasa.

Meski begitu, kesulitan dan kerumitan tersebut menjadikan bahasa Sunda sebagai bahasa yang unik. Tidak mudah untuk membedah dan meneliti bahasa Sunda, dikarenakan banyaknya problem dan paradigma yang bertebaran di masyarakat, seperti keragaman bahasanya (dialek, idiolek, kronolek, dll.). Di samping hal-hal tersebut, ada unsur yang sangat menarik untuk dikaji, yakni babasan dan paribasa.

Babasan dan Paribasa: Permainan dan Alat Sindir

Bagi masyarakat Sunda umumnya, babasan dan paribasa ini tentunya sudah tidak asing lagi. Berdasarkan maksud yang dikandungnya, menurut Ramdani (2021:40) babasan dan paribasa ini terdiri atas; wawaran luang (informasi pengalaman), pangjurung laku hadé (perintah untuk berbuat kebaikan), dan panyaram lampah salah (pencegah untuk berbuat kesalahan).

Bila dilihat dari uraian tersebut, sangat relevan untuk menjadi salah satu sarana pengedukasian mengenai pendidikan karakter masyarakat Sunda, khususnya di dalam penggunaan bahasa Sunda.

Munculnya babasan dan paribasa di dalam masyarakat Sunda tidak terlepas dari kebiasaan orang Sunda yang lebih senang “permainan” bahasa sebagai alat untuk “menyindir” atau memberitahu tentang suatu hal dengan cara yang halus tanpa menyakiti perasaan orang lain.

Keduanya muncul dari hasil kebudayaan masyarakat Sunda dalam pakeman-pakeman atau konvensionalitas bahasa atau ungkapan-ungkapan masyarakat Sunda terdahulu (Sutisna, 2015:2). Dari paparan tersebut, secara tidak langsung orang-orang terdahulu (leluhur) masyarakat Sunda telah melakukan pendidikan karakter yang di mana aspek bahasa sebagai sarana pengedukasiannya.

Mengacu kepada standar etika masyarakat Sunda dalam tataran sosial tergambarkan dengan beberapa babasan dan paribasa, berikut ini sekurang-kurangnya ada dua belas babasan dan paribasa hasil dari inventarisasi pribadi, seperti:

  1. Soméah hadé ka sémah (berperilaku baik kepada tamu).
  2. Amis budi (ramah; bahasanya santun dan murah senyum).
  3. Datang katingali tarang, undur katingali punduk (jika pergi, tidak begitu saja; pamitan lebih dahulu ketika akan pergi seperti ketika datangnya).
  4. Dihin pinasti anyar pinanggih (segala hal yang terjadi sekarang sesungguhnya sudah ditakdirkan lebih dulu oleh Tuhan).
  5. Disakompétdaunkeun (disamaratakan, tidak dipisah-pisah).
  6. Élmu tungtut dunya siar, sukan-sukan sakadarna (hidup harus menuntut ilmu untuk keselamatan dunia akhirat, serta harus hidup sederhana).
  7. Genténg-genténg ulah potong (walaupun hasilnya tak seberapa, tidak apa-apa daripada luput sama sekali; walaupun sakit parah, semoga saja jangan sampai meninggal dunia, mudah-mudahan bisa sembuh seperti sedia kala).
  8. Hadé gogog hadé tagog (baik budi bahasanya, baik sikapnya; tahu adat dan sopan santun).
  9. Hampang birit (rajin; giat).
  10. Handap asor (mau menghargai atau menghormati orang lain).
  11. Hérang caina beunang laukna (berhasilnya apa yang kita inginkan tidak lantas menimbulkan akibat buruk bagi orang lain atau tidak menimbulkan konflik).
  12. Indung tunggul rahayu, bapa tangkal darajat (keselamatan serta kebahagiaan seorang anak tergantung kepada ridho dan doa ayah ibunya.

Dari babasan dan paribasa hasil inventarisasi tersebut sangatlah relevan sebagai sarana untuk mengedukasi pendidikan karakter masyarakat Sunda, apalagi dikomparasikan dengan pembelajaran bahasa Sunda baik itu di tingkat SD-sederajat, SMP-sederajat, serta SMA-sederajat bahkan sekalipun di perguruan tinggi.

Di samping pengkomparasian dengan lembaga pendidikan formal, babasan dan paribasa juga bisa juga dikaitkan dengan norma-norma etika yang berlaku di masyarakat Sunda umumnya. Dalam masyarakat Sunda, ada bererapa cara melakukan pendidikan karakter untuk menghasilkan masyarakat yang masagi paripolahna (baik dalam kehidupannya; bertutur kata dan perbuatannya), seperti pendekatan kerohanian; agama.

Untuk menyampaikannya, diperlukan unsur untuk menjadi sarananya. Babasan dan paribasa bisa dijadikan sarana, berkaitan dengan penyampaiannya. Sebagai contoh, babasan dan paribasa:” indung tunggul rahayu, bapa tangkal darajat” dan hadé gogoh hadé tagog”.

Kedua contoh ini bila dilihat dari maknanya mengandung nilai-nilai keagamaan, karena ridho Tuhan ada di ibu dan ayah; keselamatan serta kebahagiaan seorang anak tergantung kepada ridho dan doa ayah ibunya (contoh 1) dan seorang manusia harus baik di dalam perilaku dan bertutur kata untuk mewujudkan manusa yang berakhlakul karimah (contoh 2).

Sebenarnya, babasan dan paribasa ini tak terhitung jumlahnya, dipengaruhi pemakaian, perkembangan bahasa, dan ragam bahasa (dialek) di dalam bahasa Sunda itu sendiri.

Pendidikan karakter yang dimana babasan dan paribasa sebagai sarananya akan terwujud apabila penggunaan bahasa Sunda di masyarakat masih tetap eksis. Eksistensi bahasa Sunda sendiri tergantung kepada masyarakatnya, apakah masih memiliki kesadaran atau tidak. Karena “lamun ilang basana, tangtu ilang bangsana”. Cag! Hurip Sunda![]

Tags: aksara sundabahasa sundabudayaesaiparibahasapendidikan karaktersunda
ShareTweetSendShare
Previous Post

Istirahat dan Pelukan Ibu

Next Post

Doa Pengembara

Alifia Syahrani

Alifia Syahrani

Seorang peminat Kajian Bahasa dan Budaya Sunda serta Indonesia, yang kini tercatat sebagai mahasiswa di Program Studi Sastra Sunda, Universitas Padjadjaran. Bisa ditemui di instagram @masse22_

Artikel Terkait

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
Esai

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna

5 Agustus 2025

Malam itu, saya belum ingin tidur cepat. Hingga lewat tengah malam dan hari berganti (Rabu, 23 Juli 2025) saya duduk...

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
Esai

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

28 Juli 2025

Jika bulan Juni sudah kepunyaan Sapardi, Juli adalah milik Hemingway. Pasalnya, suara tangis bayi-Hemingway pecah di bulan yang sama (21...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024

Sepuluh menit setelah tanggal berganti menjadi 29 Maret 2024, teks cerpen Agus Noor dihidupkan di ampiteater Ladaya. Sejumlah kursi kayu...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1

1 April 2024

28 Maret 2024 Masehi. Malam 18 Ramadhan 1445 Hijriah. Saya tiba di Ladaya, Tenggarong, setelah menempuh lebih dari satu setengah...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Gambar Artikel Air Terjun Temburun dan Pulau Temawan

Air Terjun Temburun dan Pulau Temawan

28 November 2020
Menyikapi Pemikiran Barat Seperti Jamaluddin al-Afghani

Menyikapi Pemikiran Barat Seperti Jamaluddin al-Afghani

31 Januari 2022
Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan

Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan

26 April 2025
Gambar Artikel Ekspresi Seni, Ilustrasi dan Alih Wahana Karya

Ekspresi Seni, Ilustrasi dan Alih Wahana Karya

26 November 2020
Nona dan Seikat Bunga Merah

Nona dan Seikat Bunga Merah

10 Agustus 2021
Gambar Artikel Jempolmu, Harimaumu

Jempolmu, Harimaumu

2 November 2020
Keangkuhan Ombak

Keangkuhan Ombak

3 Juni 2021
Heliofilia: Narasi Psikopat dan Kemuraman Berlapis

Heliofilia: Narasi Psikopat dan Kemuraman Berlapis

22 Juli 2021
Alasan Kenapa Self-Love Sulit Dilakukan

Alasan Kenapa Self-Love Sulit Dilakukan

29 Oktober 2021
Para Pengungsi Peradaban (1)

Para Pengungsi Peradaban (1)

23 Januari 2021
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (212)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (140)
    • Resensi (18)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.