Hikayat Junjungan Kita; Husain
ini seruan bergema di dinding padam
Terowongan Husain adalah sejarah peradaban
jin, manusia, malaikat, dan Tuhan.
ibarat buku tafsir yang berdarah
berpegang bulan pada merah.
tangis Ali kecil yang periang
pada kesedihan yang girang.
kematian ialah
degupan jantung yang tumbuh.
tukang obor Karbala bagai bayangan
manakah sekelebat mimpi pijar yang menenangkan.
seketika gamanmu terlempar ke dada udara,
tersimpan lalu melesat langit terbelah,
bertengger di laungan peziarah.
kini warna kematian menjadi manisan.
biar pasukan Yazid mencuri usia,
mereka tak bisa menangkap angin;
angin mengada kemudian melelapkanmu,
menyapa kemudian membaringkanmu.
Kairo, 20 Juni 2023
Baca juga: Puisi “Munajat dari Atas Kasur”
Penjual Susu
bulir matanya merindu.
pada tempat yang jauh.
jatuh.
ia dikoyak kenangan
pada perempuan-perempuan desa yang ramah.
perdu-perdu dan ilalang
tak ada, dan,
tak kan ada
di kota ini
ucapnya.
lirih
semua orang mendengar desis itu;
anak-anak yang mencoret dinding masjid
dan penjual bunga yang memakan semangkuk ful*
dan siapa pun yang melintas di gang sempit itu.
layani pelanggan dengan puisi,
nyatanya susu tidak membuat manusia di Harat* ini bahagia.
ataupun kenyang.
bahkan susu enggan menemanimu
menunggu waktu tadi menjadi saat ini.
puisi memutihkan tangkai ingatan
agar tetap perawan,
ucap tukang bunga
lirih
puisi juga yang menenangkan
anak dan istri di rumah.
ia yang mengirimkan kabar
dengan kata-kata;
bahwa sebentar lagi sisa susu akan menua.
ucap siapapun yang melintas di gang sempit itu
lirih
Kairo, 22 Juni 2023
Baca juga: Puisi “Tabiat Arunika dan Kotak Pandora”
Kafe Karnak
Mahfuz beruban di kafe ini.
dan seperti bocah yang menggenggam mainan,
ia endus padang pasir panas.
kurasa ia salah menghidu bau,
kiranya bau itu menetap,
melainkan bagaikan
istri yang ditalak tiga.
seperti kesunyian doa yang dipercepat mimpi.
muncul bisikan dari cawan pelayan;
dari sanakah Mahfuz dapat khayalan.
atau dari kopi atau teh ‘arusah.
yang menguarkan aroma musafir kota;
yang singgah, yang berperang, yang berdansa.
Kairo, 22 Juni 2023
Baca juga: Puisi “Serat Badar Lunar”
Aku Tinggal di Hay Sayyidah dan Kau di Sayyidina Husain
−Dari lagu Mohammed Abdul Muttalib
dari Sayyidana Husain.
merpati-merpati mendarat ke kelopak matamu
mecari sari jagung yang kau simpan
pada tetesan air mata dan reruntuhan
Hay Sayyidah adalah puisi.
berserakan di sana kata-kata dan pujian
pada ramai dinding tempat peribadatan
dan pada kau adalah sepi
berkat penyair tua itu.
akhirnya kau menemukan bahasa
“detak hati telah luruh, Kekasihku
pada kelembutanmu seluruh”
langkahmu di persimpangan.
antara Darb Ahmar dan Darb Syuglan
hening di kota yang sedang rebah
asap syisha membubung gairah
kini hilang gelisah larah;
ke kekasihmu kau serahkan
seluruh puisi lugu.
di Sayyidina Husain.
Kairo, 20 Mei 2024
_____________________
Catatan:
*Ful: makanan khas Mesir yang dijadikan hidangan utama atau sarapan.
*Harat: lorong/gang