• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Kamis, 16 Oktober 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Metafor Resensi

Berguru pada Sherlock Holmes

Ravi Oktafian by Ravi Oktafian
8 Desember 2020
in Resensi
0
Gambar Artikel Berguru pada Sherlock Holmes

Dokumentasi pribadi kontributor

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Sebagai seorang mahasiswa, melakukan penelitian adalah implementasi dalam Tri Darma Perguruan Tinggi. Sebelum melakukannya, seorang mahasiswa musti menempuh sebuah pembelajaran di kelas mengenai metode-metode penelitian. Jika lulus secara administratif dan substantif, pembelajaran metode penelitian di kelas bisa menjadi bekal amat berguna di lapangan.

Namun pembelajarannya sering kali teramat membosankan terutama para mahasiswa rumpun sos-hum karena dosen atau pengajar tidak mampu mentransfer pengetahuannya secara luwes. Ditambah lagi referensi dengan judul Metode Penelitian..bla..bla.. nampak kaku dan tidak selalu bisa diandalkan sepenuhnya. Barangkali sudah tepat kalau saya mengatakan kalau mahasiswa perlu mempelajari metode penelitian dari sumber alternatif seperti karya fiksi.

Buku Sherlock Holmes: Teka-teki Hilangnya Nona Hatty Doran karya dari Sir Arthur Conan Doyle yang saya sebut sebagai “alternatif” di atas. Buku ini diterbitkan oleh Penerbit NARASI pada tahun 2010 dan dialihbahasakan ke bahasa Indonesia  oleh Fabiola Reza W. Buku dengan jumlah 100 halaman ini merupakan rangkaian dari serial tokoh detektif kita yang hebat, Sherlock Holmes, yang di dalamnya terdiri dari dua cerita yaitu Teka-teki Hilangnya Nona Hatty Doran dan Misteri Permata Bitu yang Hilang. Mulai sekarang, cobalah membayangkan jika anda sebagai “calon peneliti” adalah Holmes.

Dalam kisah pertama, Sherlock Holmes dan kawannya Dr. Watson-dalam kisah ini adalah tokoh aku-menemui sebuah kasus tentang hilangnya Nona Hatty Doran pada malam perayaan pernikahannya. Ia  wanita, baru saja menjadi istri dari Lord Robert St. Simon. Dari awal kisah, kita telah diajak untuk mencoba belajar apa yang musti dilakukan seorang peneliti, yaitu mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber yang ada mengenai masalah.

Dari halaman 12-18 menggambarkan Watson dan Holmes menelusuri beberapa surat kabar tentang hal yang berkaitan tentang pernikahan Tuan St. Simon hingga tragedi hilangnya Nona Hatty yang menggemparkan masyarakat. Sesuatu yang tidak bisa dilewatkan dari halaman-halaman tersebut adalah tanggapannya saat sahabatnya tersebut membacakan artikel di Koran tentang kasus itu.

Misalnya, saat mengomentari kebiasaan seorang wanita hilang di pernikahan “Mereka sering kali menghilang sebelum upacara, dan kadang selama bulan madu, tapi aku tidak dapat mengingat sesuatu yang sangat cepat seperti ini”. Sherlock Holmes dalam cerita ini mencoba merumuskan persoalan awal yaitu “mengapa Nona tersebut sedemikian cepat menghilang?”. Ya, merumuskan masalah di awal adalah sesuatu yang perlu dijadikan catatan bagi para peneliti agar nantinya bisa mengarah pada penelitian yang tepat.

Lalu, Holmes menunjukan suatu fragmen penting lainnya dalam penelitian manakala St. Simon datang ke Baker Street untuk memberikan keterangan guna menemukan istri barunya kepada si detektif. Dengan cerdik, Holmes tidak langsung bertanya pada intinya tetapi mencoba mengulis secara terperinci hal-hal yang bahkan jauh dari peristiwa. Hal ini tercermin manakala Holmes bertanya pada St. Simon “Kapan kalian bertemu?”(hlm. 21). Tentu saja, pejalaran tentang hal-hal sekecil ini kadang luput dari buku-buku metode yang ada. Namun, anda beruntung dalam kisah Holmes semua dicontohkannya sedetail mungkin.

Lanjut seorang kawan detektif bernama Lestrade menunjukan sebuah bukti kuat yang mengarah pada seseorang yang diduga telah menghilangkan Nona Hatty yaitu Flora Millar-dalam kisah ini dia mengenal dan tadinya dekat dengan St. Simon lalu saat pernikahan Flora mengamuk mencoba menerobos gereja tempat pernikahan. Itu adalah surat bertuliskan “Kau akan melihatku ketika semuanya sudah siap. Datanglah segera F.H.M” yang menurut Lestrade F.H.M merujuk pada insial di pelaku yaitu Flora Millar. Namun, Holmes melihat bukti tersebut pada sudut pandang yang berbeda dan akhirnya menemukan lokasi si pelaku sesungguhnya dan si orang hilang lewat bukti yang dibawa oleh Lestrade (hlm. 35-36).

Holmes menunjukan bahwa pekerjaannya menuntut ketelitian begitu juga sebuah kemampuan untuk berfikir lebih dari yang lain agar mendapatkan fakta lebih dalam. Saya pun merasakan bahwa pesan tersebut teramat penting apalagi jika seorang peneliti melakukan sebuah kajian yang menuntutnya lebih pekan terhadap setiap fakta yang tersirat. Pada akhirnya, langkah dan juga usaha Holmes dalam kasus ini menemui keberhasilan, menemukan si Nona yang hilang sekaligus memberitahukan runtutan drama percintaan dalam kisah ini.

***

Beranjak ke kasus kedua, berlatar tetap di London, Inggris. Saat seorang mengirim topi dan seekor angsa matang yang terpisah dari pemiliknya dan Holmes diminta menemukan identitas si pemilik. Di awal-awal kisah yang satu ini, saya merasa takjub bahwa beberapa analisis Holmes terhadap topi menghantarkannya pada sang pemilik yang bernama Henry Baker. Pada halaman 60-66, Holmes menguak poin-poin penting yang merujuknya pada si pemilik kedua benda tersebut. Seperti halnya Watson, saya pun tidak bisa banyak berkomentar dan hanya tercengang pada ketelitian Holmes, dan juga tentu Sir Arthur.

Tidak berhenti di situ, si penemu kedua barang itu datang mengatakan bahwa di dalam pencernaan angsa terdapat berlian yang hilang dari seorang berkedudukan tinggi di situ. Hilang? Lebih tepat jika dikatakan telah dicuri dan kepolisian menangkap orang yang terduga. Kasus yang remeh, berubah menjadi menakjubkan dan besar.

Tentu saja saya tidak akan banyak mengomentari kasus tersebut, karena metode pemecahan kasus inilah yang lebih menarik. Cara Holmes-lah yang patut diperhatikan yang kalau diukur sama dengan kuliah beberapa pertemuan mengenai “metode snowball”. Jika dipelajari lewat text book akan lebih banyak dilepeh para mahasiswa. Karena itu, Holmes dalam kasus ini cocok menjadi seseorang yang mencontohkannya di depan para mahasiswa.

Holmes memulainya dengan sebuah gumpalan bola es kecil yaitu Henry Baker sang pemilik angsa sekaligus topi yang hilang. Mewawancarainya dengan ketelitian pada setiap orang itu. Lalu Holmes beranjak menemui seseorang dari Alpha Inn, tempat Mr. Henry Baker mendapatkan si angsa. Diarahkan oleh seseorang dari Alpha Inn ke seorang yang menyuplai bernama Breckinridge, yang saat ditemui malah mengusirnya. Ya, sebuah penelusuran kadang menimbulkan ketidaksukaan, terutama bagi mereka yang tidak suka diganggu.

Namun, secara tidak sengaja takdir mengantarkan si pelaku sendiri pada Holmes. Si pelaku pencurian berlian dan kalian bisa membacanya dari mulai halaman 88 hingga 99 jika penasaran dengan akhir kisahnya.

Tidak ingin melebih-lebihkan buku ini, tetapi beberapa hal penting yang dilakukan Holmes tidak pernah jauh dari metode penelitian nyata yang biasa dilakukan oleh seorang peneliti. Seseorang yang ingin menjadi peneliti, akan sangat membutuhkan buku ini. Pada akhirnya, saya mengerti bahwa kisahnya–Holmes atau Sir Arthur pribadi–tidak pernah mengatakan, “bacalah buku ini jika anda ingin belajar metode penelitian dan mengasah kemampuan anda sebagai peneliti”. Tidak pernah. Namun karya fiksi ini bisa bermanfaat dari sudut pandang tersebut jika kita benar-benar meresapinya sebagai media pembelajaran.[]

 

Tags: detektifSherlock HolmesSir Arthur Conan Doyle
ShareTweetSendShare
Previous Post

Serba-Serbi Kota Kupang

Next Post

Idealisme dan Pembantaian

Ravi Oktafian

Ravi Oktafian

Mahasiswa Prodi Ilmu Sejarah Univestias Diponegoro Semarang. Pernah menjadi peserta terbaik kelompok penulisan dalam kegiatan Ekspedisi Jalur Rempah yang pernah diselenggarakan Kemendikbud RI di Maluku Utara pada 2018. IG: @ravioktafian

Artikel Terkait

Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
Resensi

Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme

13 Oktober 2025

Ketidakadilan sosial di ruang sehari-hari kita mendorong banyak pemikir mencari pisau analisis baru dan segar. Di tengah diskursus tersebut, Mansour...

Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu
Resensi

Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu

24 Agustus 2025

Dalam hidup ini, pastinya kita pernah mengalami situasi keterburu-buruan. Waktu seolah-olah mengejar kita. Tak ada waktu lagi untuk sekadar duduk...

Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
Resensi

Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan

26 April 2025

 “Manungsa kuwi gampang lali, Le. Mula kowe kudu sregep nyatheti. Nyatheti opo wae kanggo pangeling-eling. Mbesuk yen simbah lan ibumu...

Novel “Heaven”: Perundungan dan Pergulatan Hidup Penyintas
Resensi

Novel “Heaven”: Perundungan dan Pergulatan Hidup Penyintas

28 Maret 2024

Deretan kasus perundungan akhir-akhir ini terus bermunculan. Belum lama ini ramai tajuk berita seputar kasus perundungan di Binus School Serpong,...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Gambar Artikel Ketan Memang 'Keraketan'

Ketan Memang ‘Keraketan’

25 November 2020
Gambar Cerpen Sertifikat Hak Milik

Sertifikat Hak Milik

4 Februari 2021
Pemikiran Muhammed Arkoun Tentang Dekonstruksi “Kritik Nalar Islam”

Pemikiran Muhammed Arkoun Tentang Dekonstruksi “Kritik Nalar Islam”

26 April 2021
Hartojo Andangdjaja: Menulis Puisi dengan Bahasa yang Jernih

Hartojo Andangdjaja: Menulis Puisi dengan Bahasa yang Jernih

11 Oktober 2021
Membakar Usia

Membakar Usia

4 April 2021
Daftar Momen Saat Perempuan Minta Maaf dengan Tulus

Daftar Momen Saat Perempuan Minta Maaf dengan Tulus

26 Desember 2021
Khaled Abou El Fadl: Islam Puritan atau Islam Moderat?

Khaled Abou El Fadl: Islam Puritan atau Islam Moderat?

16 Juni 2021
Mati dan Pagi Hari di Cikajang

Mati dan Pagi Hari di Cikajang

24 April 2022
Gambar Artikel Pak Soesilo Toer: Homo Alalu dan Doktor yang Memulung

Pak Soesilo Toer: “Homo Alalu” dan Doktor yang Memulung

9 November 2020
Berada di Kota Antah-Berantah

Berada di Kota Antah-Berantah

5 Mei 2021
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu
  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (216)
    • Cerpen (54)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.