• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Jumat, 17 Oktober 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Metafor Puisi

Soledad

dan puisi-puisi lainnya

Vito Prasetyo by Vito Prasetyo
7 September 2021
in Puisi
0
Soledad

https://www.boredpanda.com/

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Di Batas Kota Ini

Peluru itu telah mengingatkan jiwaku
detik terakhir, di atas tanah-tanah berserakan jasad

Mataku terlalu penat melihat derita panjang itu
reruntuhan bumi, perang berkecamuk

Semua resah, gelisah menyanggah tidur malam
dalam pikiran tidak tenang

Aku mencoba menulis sajak malam
walau jiwa seakan menanti giliran
sejenak pikiranku mengembara, mengingat batas-batas perjuangan
sesungguhnya aku buta untuk memaknainya
dan waktu pun terlalu panjang untuk kulalui
sebuah masa saat aku masih terbuai oleh dongeng tidur

Kini peluru-peluru itu telah bersemayam pada pikiran manusia
tak ada lagi jasad korban perang
mungkin karena zaman sudah terlalu letih mengusung darah
atau kita sudah terlampau rindu berbaring pada pasir-pasir putih
di antara deru angin dan ombak
seperti kita mengusir keraguan
di batas kota, yang tumbuh dengan cinta
saat siang-malam melintas begitu lembut
meninggalkan perang, yang tak pernah berakhir
adalah perang nalar tak pernah berakhir

2021

 

Petaka Senja

Aku gersang
kering bagai pasir
begitu lama berkelana di padang tandus
hingga aku tak pernah tahu
tentang cinta

Adalah sebuah bingkai
menyeruak dari kaki langit
seperti lukisan yang tertikam cahaya
jatuh pada pembaringan
panorama senja

Aroma segar
entah dari mana datangnya
seakan membungkus bait-bait sajakku
hingga aku terkesima, dahaga pun sirna
dan melupakan gersangnya padang tandus
pikiran pun mengembara, membuncah dihembus angin
ingin segera meraih, apa makna cinta

Begitu cepat senja menghampiri
melipat bingkai yang belum terukir
ketika aku mulai mengerti sebuah makna
yang selalu menghiasi bibir bidadari
kala pelangi mengiringi telaga pemandian
tempat di mana para bidadari membersihkan diri

Kegelisahanku mulai mengusik
seberapa jauh langkahku bisa memupus keletihanku
sajakku mulai merenung diri
langit hanya menunggu perjalanan waktu
ketika senja harus membenamkan diri

Malang, 2020

 

Pelantun Kata

di bibirmu, malam merapuh
tanggalkan redup senja
berkelana mengejar waktu
mendendangkan
nyanyian syair gerimis, satukan rindu kita

aroma bulan pun memantik asmara
memadukan geliat para pelantun makna
berjalan mengendap
di antara sisa langkah Arthur Rimbaud
samarkan cahaya
hingga kita begitu gelisah, menatap lekat
rembulan tanpa busana

ingin kutikam malam
menusuk rinai gerimis
bila perlu, kupinjam pedang sajak Rimbaud
ia tertawa di telatah masa
“aku memang jalang”
memaku diri di jiwa pelantun kata

Malang, 2021

 

Soledad

memenggal waktu
bergegas lari
bersembunyi
di kesunyian sepi
rindu seakan terselimuti
sajak-sajak pun membaca
– kesempurnaan –
setiap hari burung menggema
satukan alam
dalam sajak bisu
riuh di ranting angin
jelmaan gelisah

Malang, 2021

 

Ingatan Mimpi 

senyummu telah mengajarkan
tentang kebenaran cinta
tetapi biarkanlah angin yang melukisnya
hingga menjadi lukisan aroma
yang menebar dan mendekam di ingatan mimpi

Malang, 2021

Tags: puisisajaksoledadvito prasetyo
ShareTweetSendShare
Previous Post

Senyum Pak No: Bekali Jiwa dengan Rasa Bahagia

Next Post

Menjadi Perempuan Berparas Cantik, Prioritas-kah?

Vito Prasetyo

Vito Prasetyo

Dilahirkan di Makassar, 24 Februari 1964 - Bergiat di penulisan sastra sejak 1983, dan peminat Budaya. Naskah Opini dan Sastra (Cerpen, Puisi, Esai, Resensi), Artikel Pendidikan & Bahasa  telah dimuat puluhan media cetak lokal, nasional, dan Malaysia. Antara lain: Media Indonesia, Republika, Pikiran Rakyat, dll. Buku Antologi Puisi: “Jejak Kenangan”  (2015),“Tinta Langit” t (2015) - “2 September” terbitan (2015) - “Jurnal SM II” (2015) (2016) – “Keindahan Alam” (2017) “Ibu”  (2017) – “Tanah Bandungan” (2018) – “Perempuan-Perempuan Kencana (2020) – Antologi Puisi “Sajak Dwiwangga” (2020). E-mail : vitoprasetyo1964@gmail.com --   

Artikel Terkait

Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
Puisi

Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya

7 September 2025

Ketika Kita Sama-Sama Telanjur Tinggal kau mengikat sepatumu di teras aku mengikat napas agar tidak membentur kalimatmu di antara kita...

Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
Puisi

Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya

14 Agustus 2025

Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya setiap malam ia menyetrika tubuhnya di depan kaca mencari lipatan-lipatan yang membuat lelaki itu malas pulang...

Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
Puisi

Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya

3 Agustus 2025

Hisap Aku hingga Putih bulan merabun serbuk langit bebal pohon dan batu tak bergaris hitam coreng malam yang sumuk punggung...

Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
Puisi

Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya

20 Juli 2025

Status Baru Ibu Ia tidak menangis di depan siapa pun. Tapi aku tahu, ada yang basah tiap kali ia mencuci...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab

Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab

11 Juli 2025
Gambar Artikel Keyakinan

Keyakinan

3 November 2020
Gambar Artikel Puisi Solilukoi Seorang Koruptor

Solilokui Seorang Koruptor

31 Januari 2021
Minyak Goreng: Objek Doktrin Ekonomi Politik Klasik “Laissez-faire”

Minyak Goreng: Objek Doktrin Ekonomi Politik Klasik “Laissez-faire”

16 April 2022
Apakah Koruptor Layak di Dor?

Apakah Koruptor Layak di Dor?

7 Februari 2021
Gambar Artikel Kehutanan yang Maha Hijau

Kehutanan yang Maha Hijau

20 November 2020
Buron dan Segelas Es Teh

Buron dan Segelas Es Teh

26 Maret 2022
Gambar Artikel Kedalaman dan Sajak untuk Novel Baswedan

Kedalaman dan Sajak untuk Novel Baswedan

3 Desember 2020
Hari Raya Kenangan dan Peringatan Patah Hati

Hari Raya Kenangan dan Peringatan Patah Hati

29 Maret 2021
Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya

Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya

22 Juni 2025
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu
  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (216)
    • Cerpen (54)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.