• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Senin, 25 Agustus 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Metafor Puisi

Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya

Abdillah Danny by Abdillah Danny
5 April 2024
in Puisi
0
Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya

Ilustrasi "tender dove" (sumber: id.pinterest.com)

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

KANDANG MENJANGAN MENGGUGAT

Otakmu gemetar merangkai tangkapan.
Menyuntingnya, bahkan sebelum menyusunnya.
Seakan aku bukanlah hal konkret
dan kau perlu membangunku.

Aku bukan kandang menjangan.
Mana ada menjangan perlu rumah
berbentuk vagina, berkursi satu, berlantai dua.
Masyarakat pun tahu, hingga akhirnya
menamakanku Panggung Krapyak.

Namun, kautahu bukan,
makhluk hidup mestilah bernafas.
Dan adakah selain pentas
yang pantas kunafaskan?

Aku ingin segera ada
supaya tawaf pengelana tak sia-sia.
Ayo, lekas usaikan kerjamu,
Bangun aku, bangun aku.

(2023)

 

Baca juga: Ode untuk Martir Pengetahuan

 

MENJANGAN-MENJANGAN HUTAN KRAPYAK

1/

Sehelai kain sampur berenang-renang di udara
belantara hutan selatan berusaha lestari di ingatan kami.
Panjang kainnya membentangi sela pohonan,
memenuhi atap hutan hewan-hewan pada heran.

Ia mendekat. Alangkah percayanya kami
terhadap keanggunan serta kehalusannya,
kala ia naungi, ia tangkup, dan ia peluk
tubuh-tubuh kami.

Barulah ketika kaki-kaki kami tak lagi bertapak bumi,
risau tumbuh di hati. Dan bukankah telah terlambat?
Perlahan ia putari, ia lilit, dan ia bungkus
tubuh-tubuh kami.

Dibawanya kami semua naik ke langit.
Air mata kami jatuh, menjelma hujan
menusuk-nusuk hati hutan.

2/

“Jangan bersedih, Hutan,”
sesosok wanita, dengan sutra hijau membebat tubuhnya.
Dari betisnya menguar aura ayu bangsawan. Tampak
dadanya tak terlalu berusaha ‘tuk pikat siapa saja.

“Siapa kau?”
Wanita itu tersenyum.

Ia turunkan tangannya hingga menyentuh tanah, pun lutut dan kakinya.
Di posisi njengking itu, sutra di seluruh tubuhnya bersinar dan terbakar.
Seperti daun ditusuki cahaya. Jalar api ‘kan melingkar dan melebar,
setiap yang dilewati jalarnya, ‘kan alami kelahiran kedua.

Jadilah telapak wanita itu keras dan kotak, pun tangannya.
Kulitnya yang bersih dan mulus menjadi kuning dan berbulu.
Dadanya hilang dan datar, sementara putingnya berpindah
ke bawah, bertambah jumlahnya.

Sampailah jalar itu pada lehernya,
tanggungkan elok wajah manusia
sempurna menjangan.

Yang tak diketahui hutan adalah
jangan pernah percaya pada kecantikan.
Ia tak pernah tahu, kelak dirinya ‘kan dibabat
menjadi rumah bagi adegan dan juga peran.

Kami tentu tahu, sebab di sini,
semua tampak jelas. Dan bukankah
pengalaman adalah sebaik-baik pelajaran?

(2023)

 

Baca juga: Puisi “Doa Pengembara”

 

JOLANG[1] DAN SUJANA[2]

Di hari hilangnya, sang istri berkata
: Jolang sempat membuka bahasan terkait pengolahan daging menjangan
dan cuaca terlampau ceria ‘tuk sekedar bayangan turun hujan.

Di hari hilangnya pula, orang-orang Panggung berkata
: konon, kumis kiri Raden Jolang sempat terangkat,
disertai mulut yang mencuih, sebelum sehelai kain hijau
mencekik lehernya. Naik ke langit.

Tak lama petugas kerajaan tiba dan tanyakan duduk perkara.
Datanglah mereka, istri Jolang dan orang-orang panggung itu.
Namun, tiap kali mulut mereka terbuka, ‘tuk bercerita yang sebenarnya,
tenggorokan tetiba menyempit, terasa seakan terdapat kain yang melilit.

Jadilah dari sekian banyak kata di dunia,
kata kecelakaanlah yang keluar dari mulut mereka.

Dan kini Jolang miliki nama baru,
nama panggung: Panembahan Seda Krapyak.

169 tahun setelahnya, datanglah Sujana
ke tempat terakhir kali Jolang
mengangkat kumisnya.

Sehelai kain sampur berkibar, dan berkata
: akankah kau juga menolak topi putih untuk proyek pembangunanku?

Sujana mengangkat kumis.
Setelah mulutnya mencuih, ia menjawab
: demikiankah cara menolak nama panggung darimu?

Sampur hijau itu memutar diri, mengembus angin, menyibak reranting,
membawa serta dedaun dan pasir. Melalui pendar kilau hijau, keluarlah
paras ayu sesosok wanita, tersenyum pada Sujana;

dan Sujana terbangun, basah.

Esoknya didatangkanlah pandai mimpi.
Pada Sujana, ia menjelaskan
: tak ada lagi yang perlu dijelaskan, Yang Mulia.
Beberapa mimpi tak menyimpan misteri.

Jadilah bangunan itu berdiri.
Bangunan yang kini gemar kita tawafi.

Sujana menerima pujian atasnya.
Sedang di kolong langit,
para menjangan merana
bersama Jolang.

(2023)

 

Baca juga: Puisi “Istirahat dan Pelukan Ibu”

 

SURAT WASIAT PAK CAMAT

Sebelum kepergiannya tiga bulan lalu,
Pak Camat menulis:

Aku mesti menceritakan ini.
Meski khawatir berakhir busuk dan malang
seperti para menjangan juga Raden Mas Jolang.
Aku mesti menceritakan ini:

Wanita Selatan mengunjungi kantorku suatu hari.
Ia ajukan naskah. “Selamat siang, Pak.”

Aku tahu maksud kedatangannya.
“Sekarang ini, kaki lautmu tengah berpijak di sebuah kantor
kelurahan, bukannya lembaga penerbitan.”
Aku mengangkat kumis kiriku dan mencuih.

Ia hanya mengerling.
Matanya mata biru yang hijau.
Kedalaman laut mengubang di sana.
Sampur mengibar keluar menyala-nyala.

Jadilah kumesti membaca naskah itu.
Dan kalian berhak tahu, sejatinya,
Kandang Menjangan tak pernah menggugat.

(2024)

______________________

[1] Raden Mas Jolang atau Anyakrawati, susuhunan kedua dari Mataram

[2] Raden Mas Sujana atau Sri Sultan Hamengkubuwana I, raja pertama Kesultanan Yogyakarta

______________________

Penulis: Abdillah Danny

Editor: M. Naufal Waliyuddin

Tags: metaforpuisisajaksastra
ShareTweetSendShare
Previous Post

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

Next Post

Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan

Abdillah Danny

Abdillah Danny

Penulis asal Mojokerto dan berdomisili di Krapyak, Bantul, Yogyakarta. Sedang etok-etok kuliah di Sastra Indonesia UNY. Aktif di komunitas Susastra UNY. Fans Liverpool. Instagram: @dannydarmawa.n

Artikel Terkait

Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
Puisi

Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya

14 Agustus 2025

Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya setiap malam ia menyetrika tubuhnya di depan kaca mencari lipatan-lipatan yang membuat lelaki itu malas pulang...

Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
Puisi

Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya

3 Agustus 2025

Hisap Aku hingga Putih bulan merabun serbuk langit bebal pohon dan batu tak bergaris hitam coreng malam yang sumuk punggung...

Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
Puisi

Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya

20 Juli 2025

Status Baru Ibu Ia tidak menangis di depan siapa pun. Tapi aku tahu, ada yang basah tiap kali ia mencuci...

Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
Puisi

Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya

22 Juni 2025

Kiat Marah yang Payah  Malam hari yang dingin mencekam cepat menusuk pori-pori. Dan keniscayaan lupa mendekam di hati dan kantong...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Ada Nafas Sahara di Hutan Amazon

Ada Nafas Sahara di Hutan Amazon

30 April 2023
Gambar Artikel Monolog : Bersama Sangkala, Menuju Tiada

Monolog: Bersama Sangkala, Menuju Tiada

1 November 2020
Istirahat dan Pelukan Ibu

Istirahat dan Pelukan Ibu

29 Juni 2022
Dari Nafas Malamku

Dari Nafas Malamku

11 Mei 2021
Vincent van Gogh: Mati atau Mukti?

Vincent van Gogh: Mati atau Mukti?

24 April 2021
Di Bandara Boston ke Jenewa dan Puisi Lainnya

Di Bandara Boston ke Jenewa dan Puisi Lainnya

21 Desember 2023
Mencintaimu Bagi yang Mampu

Mencintaimu Bagi yang Mampu

16 Maret 2021
Perbedaan Sikap dan Budaya Orang Jerman dan Indonesia

Perbedaan Sikap dan Budaya Orang Jerman dan Indonesia

24 Maret 2022
Gambar Artikel Bung Karno Di Ende, Remah remah kisah dari ende

Remah-remah Kisah dari Ende

7 Januari 2021
Dalam Buku untuk Bersikap Mangap

Dalam Buku untuk Bersikap Mangap

11 Februari 2021
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu
  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (213)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (140)
    • Resensi (19)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.