slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
slot gacor
Sertifikat Hak Milik - Metafor.id
Metafor.id

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

  • Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Sunday, 1 June, 2025
  • Login
  • Register
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Metafor Cerpen

Sertifikat Hak Milik

Bulan Nurguna by Bulan Nurguna
4 February 2021
in Cerpen
0
Sertifikat Hak Milik

Sumber gambar: https://www.spiritualityhealth.com/

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

“Saya akan jelaskan ke orang-orang yang dia sewa tentang situasi ini,” lelaki itu bicara dengan nada agak tinggi dan kasar. “Sertifikat sudah di tangan, jelas asal usulnya. Kok dia enak-enak mau ambil tanah orang?” Saking bersemangatnya, sesekali titik ludah terlempar dari mulutnya. Orang-orang menyimak semua perkataannya, termasuk aku.

Kami sedang berada di lantai dua sebuah ruko tempat praktik seorang notaris yang membantu membuat sertifikat tanah yang kami beli. Yang kusebut dengan “kami” adalah belasan orang yang sudah membeli tanah kapling dari pecahan tanah seluas satu hektar, yang pada titik ini bermasalah.

“Saya kenal dekat dengan pimpinan mereka. Rumahnya di dekat masjid agung, saya sering ke rumahnya. Tak saya sangka, dia membantunya menjaga tanah itu, tanah yang bukan miliknya. Hahaha… kalau masalahnya seperti ini, gampang! Bapak-Ibu tenang saja, bila saya yang menjaganya, semua akan beres.”

Ruangan itu tidak terlalu luas, tapi cukup untuk menampung kami, para tetamu, meski tidak cukup nyaman untuk duduk dengan leluasa. Sebelum rapat, kami, para perempuan, membantu notaris itu menyiapkan karpet dan meminggirkan barang-barang agar cukup nyaman untuk berdiskusi. Setiap orang duduk dengan tidak menjaga jarak. Padahal virus korona sudah masuk Indonesia, tetapi di daerahku belum terlihat upaya orang-orang menangkalnya, termasuk di tempat itu. Mereka masih, seperti biasa, hanya sibuk dengan urusan tanah, bukan virus.

“Apakah ada yang mau bertanya?” Kali ini berkata Bu Eni, pemimpin diskusi, orang yang duduk di depan papan tulis kecil. Seseorang mengangkat tangan, “Maaf, Bu. Saya sebelumnya hanya aktif di grup WA. Apakah tidak bisa minta pertanggungjawaban hanya ke tempat kita membeli tanah?”

“Nah, sebenarnya kita kembali ke awal kalau pertanyaannya seperti itu,” jawab Bu Eni, dia memperbaiki letak kaca matanya, seperti hendak membahas sesuatu ke tahap yang lebih serius. “Di pertemuan pertama kita sudah membahas hal ini. Begini, Bapak, bila kita ingin menuntut pertanggungjawaban dari penjual, prosesnya akan lebih panjang lagi. Pertama, kita harus mengajukan pembatalan sertifikat. Kedua, kita meminta ganti rugi. Dan ini akan memakan waktu yang sungguh panjang dan rumit. Ibaratnya begini, Pak. Kita membeli kue pada seseorang, lalu di tengah jalan sebelum kita sempat memakannya, seseorang merebut kue itu. Nah, apakah kita berhak kembali ke penjual dan meminta dia mengganti uang kita? Kan tidak…”

“Kenapa Ibu menggunakan perumpamaan semacam itu? Bukankah sumber masalah awalnya adalah antara penjual tanah ini dan penggugatnya?”

“Di pengadilan, penjual sudah menang melawan penggugat. Jadi dia sudah berhak atas tanah ini,” jawab Bu Eni, mulai memerah wajahnya. “Saya sudah pernah bilang di pertemuan sebelumnya, bahwa saya tidak mengambil keuntungan apapun dari perkara ini. Status saya juga sama dengan Bapak-Ibu semua di sini; sebagai pembeli yang haknya coba diambil oleh pihak ketiga. Saya berinisiatif untuk lebih aktif di kasus ini karena tak ada yang berinisiatif menjadi koordinator, sedangkan masalah ini adalah masalah yang harus dihadapi bersama-sama, agar kita lebih kuat, memiliki sumber daya yang cukup untuk melawan pihak penggugat. Lagipula, kalau kita diam saja, tidak melawan, kemungkinan besar penggugat akan menang. Karena biasanya, di pengadilan, pihak yang tak melawan dianggap pihak yang salah.”

Sebenarnya aku malas datang ke rapat itu. Aku bukan jenis orang yang senang membeli sesuatu untuk investasi. Tidak seperti suamiku. Ya, dialah yang pada awalnya berinisiatif membeli tanah bermasalah itu. Waktu itu kami sedang dalam perjalanan pulang dari sebuah mal yang baru buka di pinggir kota. Dia ingin melewati jalan yang lain dari ketika kami pergi. Maka, kami tidak lewat jalan besar lagi, melainkan melewati jalan aspal yang lebih kecil yang ada di belakang mal tersebut.

Masih banyak tanah kosong di sana, tak seperti ketika melewati tengah kota dengan jalan utama. Di jalan itu jarang ada rumah penduduk, di sana-sini hanya sawah atau kebun. Ada juga sungai dan deretan bebukitan terlihat dari dalam mobil. Ketika kami menikmati suasana asri itu, suamiku melihat satu plang besar, berisi iklan tanah kaplingan. Tanpa meminta persetujuan, suamiku menghentikan mobil, lalu mengajakku turun. “Sepertinya menarik juga bila kita punya tanah di sini,” katanya padaku.

“Rumah kita juga belum lunas. Sudah, jangan kebanyakan mau, nanti kita tidak sanggup membayar.”

“Kita pakai kredit jangka panjang saja, bagaimana?”

“Lebih banyak dong bunganya,” kataku tak tertarik.

Kupikir dia hanya iseng saja, tapi seminggu kemudian, dia kembali bicara tentang tanah itu. “Aku sudah menelepon orangnya, DP-nya kecil, dan kita bisa kredit di bank untuk lima tahun.”

Sekarang beginilah jadinya. Aku harus mengurus kepunyaan kami yang tidak aku kehendaki, dan berpotensi tak akan menjadi milik kami walau kami sudah membayarnya. Selain itu, kredit baru berjalan setahun. Kami berdua jadi bingung, bila kredit tidak dilanjutkan, nama kami akan rusak di bank manapun, berpotensi di-black list sebagai kredit macet. Bila tetap membayar kredit, adakah yang menjamin bahwa tanah itu tetap milik kami? Aku sudah pernah ke bank untuk menanyakan perihal ini. Ya, hanya aku, suamiku sedang ada kerjaan di luar kota, dia hanya menelepon untuk menanyakan perkembangan kasusnya. Tahu apa yang bank katakan? Mereka bilang bahwa mereka hanya mengurusi soal pembayaran, sedangkan soal hukum perdata ada di ranah lain.

Obrolan terus berjalan di antara peserta rapat, sedang aku sesekali menyimak, sesekali melihat handphone, membaca berita korona sebagai “hiburan” dari masalah di depan mataku, dan sesekali mengingat suamiku yang entah kenapa bertambah kekesalanku padanya.

“Pokoknya, kalau saya yang mengamankan tempat itu, tak ada yang akan berani masuk. Orang-orang saya akan saya kerahkan semua.”

“Tapi Pak, orang-orang keamanan dari pihak penggugat itu selalu ada di sana. Jumlah mereka lebih dari sepuluh ketika terakhir saya ke sana. Dua orang dari mereka membawa parang yang ukurannya dua kali lipat dari parang biasa.”

“Mau parang keq, mau pistol keq. Saya sudah pengalaman menghadapi orang-orang seperti itu. Asal seperti yang sebelum rapat saya katakan kepada Bu Eni, kita kan orang yang pasang badan, jadi dananya jangan terlalu ngepas he he he.”

Rapat pun usai, diputuskan setiap orang akan membayar sekian juta untuk dana keamanan dan pengadilan. Supaya kita bisa menguasai fisiknya dulu, secara de facto. Juga untuk membayar pengacara, agar bisa menguasainya secara de jure. Oh ya, sekitar dua minggu lagi mereka akan mengadakan pengukuran ulang bersama BPN. Itulah semua yang nanti akan kulaporkan pada suamiku.

“Halo, Sayang. Kamu sudah pergi ke tanah kita?” tanya suamiku ketika hari H pengukuran.

“Mereka yang pergi, aku tidak,” jawabku.

“Kenapa?”

“Sudah ada puluhan orang positif korona di sini. Kamu tidak lihat berita?”

“Kamu kan bisa pakai masker?”

“Pemerintah menyarankan jangan keluar rumah. Lagi pula sudah ada Bu Eni dan pengacara yang mewakili, juga preman yang disewa untuk mengamankan. Untuk apa lagi aku datang?”

“Agar kita tahu prosesnya dong. Kamu kan juga tidak ada kerjaan di rumah. Apa salahnya datang?”

“Pokoknya aku tidak mau. Lagi pula, bukan aku yang berinisiatif membelinya, dan kamu membelinya tanpa persetujuan penuh dariku. Kalau kamu menginginkan tanah itu, kamu saja yang datang.”

“Dari awal kamu memang tidak mau datang, bukan karena korona. Aku membeli tanah itu untuk kita, supaya kita bisa punya investasi, nanti kalau nilainya naik dan kita menjualnya, kamu juga kan yang senang. Hanya karena sekarang terjadi masalah, kamu jadi lepas tangan seperti ini. Nanti kalau aku pulang, sepertinya kita harus bicara serius, tidak hanya tentang tanah itu, tetapi juga tentang hubungan kita.”

Telepon kumatikan sebelum ia selesai dengan semua ucapannya. Semoga saja pandemi ini berlangsung lama, supaya dia tertahan di kota lain. Aku punya alasan untuk tidak keluar rumah dulu, dan semoga kasus tanah itu diistirahatkan sementara. Ya, aku perlu berpikir, dan pandemi ini memberiku jarak dan jeda untuk berpikir, dari suami dan semua masalah-masalahku.[]

Tags: cerpencoronakehidupansengketaSertifikat Hak Miliktanah
ShareTweetSendShare
Previous Post

Makanan dan Orang Jawa

Next Post

Abraham Maslow: Redefinisi Kebahagiaan Melalui Peak Experience

Bulan Nurguna

Bulan Nurguna

Lahir di Mataram, Lombok, 4 Juni 1990. Alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Cerpen-cerpennya terbit di pelbagai media, baik cetak maupun digital. Kini turut terlibat di Komunitas Akarpohon, Mataram, Nusa Tenggara Barat.

Artikel Terkait

Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib
Cerpen

Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib

20 May 2024

“Ini sudah masuk bulan Agustus, Maemuna,” ucap Dae la One sembari membongkar perlengkapan sunat miliknya. “Aku ingat dua minggu lagi...

Cerpen

Calon Kepala Desa

5 March 2024

Rampung sepuluh tahun jadi pegawai desa, kini tugasnya selesai. Bukan ia tidak mau berjuang lagi. Tapi ini sudah di luar...

Perihal Wajah Asing di Kereta
Cerpen

Perihal Wajah Asing di Kereta

8 December 2023

Langit Jakarta sedang melayu sore itu, awannya yang mendung tak karuan diembus angin entah ke mana. Kadang ke timur, kadang...

Warna
Cerpen

Warna

11 May 2023

Aku seperti berjalan tanpa jiwa di taman kota. Ketika matahari sore di Cirebon sedang terik dan mencekik, tubuh kopong ini...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Gambar Artikel Puisi Semua Semau

Semua Semau

7 January 2021
Mengenal Thasykubro Zadah: Sejarawan Penulis Ensiklopedia Islam

Mengenal Thasykubro Zadah: Sejarawan Penulis Ensiklopedia Islam

10 March 2022
Perubahan Budaya Organisasi di Masa Pandemi

Perubahan Budaya Organisasi di Masa Pandemi

26 December 2021
Menyikapi Pemikiran Barat Seperti Jamaluddin al-Afghani

Menyikapi Pemikiran Barat Seperti Jamaluddin al-Afghani

31 January 2022
Baret Kuning Si Penyelamat

Baret Kuning Si Penyelamat

7 January 2022
Gambar Artikel Kumpulan Lagu dan Playlist Musik di Warung Kopi

Warung Kopi dan Playlist Musiknya

11 March 2021
Perihal Wajah Asing di Kereta

Perihal Wajah Asing di Kereta

8 December 2023
Gambar Artikel Percakapan Orang Sinting Tentang Kota bawah Tanah

Percakapan Orang Sinting

23 January 2021
Berteman dengan Kegagalan

Berteman dengan Kegagalan

7 May 2022
Transformasi Standar Berkat Gendurenan di Era Revolusi Industri 4.0

Transformasi Standar Berkat Gendurenan di Era Revolusi Industri 4.0

13 January 2022

Ikuti Kami di Instagram

    The Instagram Access Token is expired, Go to the Customizer > JNews : Social, Like & View > Instagram Feed Setting, to refresh it.
Facebook Twitter Instagram Youtube
Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya
  • Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
  • Penjual Susu dan Puisi Lainnya
  • Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta
  • Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival
  • Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib
  • Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan
  • Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
  • Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
  • Puasa Puisi: Perayaan Sastra Lintas Bahasa
  • Aku Merangkum Desember

Kategori

  • Event (10)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (8)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (63)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (50)
  • Metafor (206)
    • Cerpen (51)
    • Puisi (136)
    • Resensi (18)
  • Milenial (46)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (11)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2021 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In