• Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kerjasama
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
Tuesday, 02 December 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Ceriwis

Balapan yang Dibudayakan

Intan Gandhini by Intan Gandhini
20 October 2021
in Ceriwis
0
Balapan yang Dibudayakan

Sumber: http://theinspirationgrid.com/editorial-illustrations-by-francesco-bongiorni/

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Ini adalah kisah yang saya alami beberapa bulan lalu, saat dunia perkampusan membawa saya pada akhir semester tujuh. Sudah mendekati tugas akhir yakni skripsi. Huah, jika membahas pernak pernik bab ini pasti tidak ada koma deh.

Bagi para mahasiswa pasti akan mengalami fase sama seperti saya. Pertama adalah fase balapan mencari judul penelitian, kedua balapan menemukan lokasi penelitian yang terbilang baru, ketiga balapan seminar proposal, keempat balapan bimbingan, kelima balapan sidang skripsi, keenam balapan wisuda. Dan masih banyak balapan lain yang jika saya tuliskan mungkin keyboard laptop saya akan mencelat.

Semuanya pasti pernah mengalami atau bahkan menemui fenomena yang demikian. Meskipun ada yang kemudian tidak menyebutnya dengan balapan, namun istilah itu hanya sebuah gambaran saja dari sekian rentetan peristiwa yang saya alami.

Di awal bulan ke-sembilan tahun lalu, saya sudah menyiapkan beberapa judul untuk diajukan. Begitu pula kawan-kawan saya. Ada yang judulnya sangat eksotis, namun tertolak. Ada juga yang nyentrik, dengan berat hati juga tertolak. Ada yang judulnya hanya beberapa kata saja, tapi beruntung dan akhirnya diterima.

Proses pengajuan judul adalah gerbang utama balapan itu dimulai. Kalau istilah yang lain adalah disik-disikan atau saling mendahului. Untuk apa? Ya untuk memperjuangkan judul yang diajukan supaya cepat disetujui dan melangkah ke tahap selanjutnya.

Saat saya mengajukan rancangan penelitian, ada seseorang yang telah tiba di proses proposal. Dengan entengnya dia berkata, “Ayo cepetan ajuin judulnya, biar cepat-cepat proposalan.”

Kata ‘cepat’ nampaknya indah sekali dia ucapkan. Saya hanya membalas dengan senyuman tipis sambil melangkah meninggalkan orang itu. Tidak lama kemudian saya bertemu dengan kakak tingkat yang juga sedang bimbingan. Dengan bangga dia menyatakan, “Jangan lama-lama skripsian itu, biar cepat lulus dan bisa foto pakai toga.”

Saya hanya bergumam dalam hati: lho, lha siapa to yang sebenarnya lama itu? Bukannya situ malah nunggak satu semester? Yassalaam…

Hadeh…. Rasanya semua orang hanya pandai mengucap tanpa mengolah rasa dalam dirinya terlebih dahulu. Disitulah jiwa kritis saya muncul—karena memang terlatih untuk mengkritisi suatu hal sejak lama. Ya, sejak saya aktif di berbagai organisasi sekaligus sering mengikuti event di luar kampus, maka wajar jika saya sering mengamati hal-hal kecil sekalipun untuk dikritisi.

Semua mahasiswa memang sudah kodratnya untuk menjalani tugas akhir. Karena memang itulah yang akan menjadi penentu untuk bisa dikatakan “lulus” menjadi seorang sarjana. Dan saya yakin, mayoritas mahasiswa sudah menyadari pentingnya menjalani proses tugas akhir tersebut.

Tentang bagaimana dia memikirkan judul yang baik—yang tidak hanya asal comot judul lain saja—agar penelitiannya menjadi lebih berkualitas. Sebab banyak fenomena saya temui bahwa mahasiswa yang cepat dalam lolos seleksi judul pun sebagian besar meneliti suatu hal yang sudah umum di lingkungan sekitar.

Saya tidak bermaksud menyatakan judul-judul yang lain itu jelek lho ya, saya hanya berusaha menjelaskan bahwa dari tahap judul penelitian itu memang sudah seharusnya diupayakan agar menjadi “baik”. Supaya kelak hasil akhir dari penelitian yang kita lakukan akan terus bermanfaat untuk banyak orang. Betul apa betul?

Setelah saya mengajukan judul dan dinyatakan untuk lolos, benar saja, rasanya saya sedang mengikuti lomba lari maraton yang jarak tempuhnya tidak terbatas alias lari terus. Baru saja judul diterima, saya harus dengan segera menyusun proposal. Sama seperti statement saya di atas, bahwa semuanya serba balapan. Saya dituntut harus cepat dalam menyelesaikan setiap tahapannya.

Secara tidak langsung, aroma saling mendahului itu ternyata cukup menyengat. Apalagi saat ada yang bertanya, “Sudah sampai mana?” Wah! Serasa sedang di padang pasir—panas! Budaya seperti itu memang sudah ada sejak lama di berbagai kampus yang pernah saya amati. Bahkan memang pengerjaan skripsi itu adalah sebuah ajang pembuktian, siapa yang rajin, ya dia yang menang.

Namun apakah saling mendahului itu hal yang paling utama? Bukan. Justru di tahap penyusunan tugas akhir itu harus selalu cermat dalam meniti proses dan selalu waspada agar skripsi yang dikerjakan bisa maksimal. Tidak kemudian asal tebang teori kemudian ketika sidang jawabannya, “Maaf, saya belum paham betul”.

Apakah ada yang demikian? Banyak. Hal itu berdasarkan cerita dari pembimbing saya, untuk memotivasi diri saya supaya selalu cermat dalam melangkah. Berdasarkan peristiwa itu kemudian saya memahami. Kehidupan di dunia ini pada dasarnya memang bukan sebuah ajang balapan. Biarpun ada yang mengatakan bahwa hidup ini adalah permainan, bermainlah dan jadilah pemenang. Kalimat itu betul, tujuannya adalah agar kita memiliki daya juang yang tinggi untuk meraih kesuksesan.

Namun pernahkah berfikir, ada satu sisi yang harus turut diperhatikan. Yakni belajar mengambil sebuah hikmah dari setiap hal yang ada. Bagaimana kita menjadi pribadi yang mudah menerima—legowo—atas setiap kejadian yang Tuhan berikan kepada kita. Karena kelak, kita akan tahu betapapun Tuhan punya tujuan indah di balik segala pernak-pernik di dunia.

Dan untuk kamu yang sedang atau akan menjalani proses nyekripsi, teguhlah. Jangan biarkan orang lain mengajakmu untuk merasakan balapan dalam menyelesaikan tugas akhir itu. Semua yang kita lakukan haruslah berdasar pada kemampuan dan keyakinan hati kita. Berangkat dari dorongan internal kita sendiri. Berhenti membandingkan prosesmu dengan yang lain. Sebab mereka tidak merasakan menjadi dirimu, pun kamu tidak akan pernah merasakan menjadi mereka. So, never give up ya![]

Tags: balapan yang dibudayakanceriwisIntan Gandhinikuliahmahasiswaskripsi
ShareTweetSendShare
Previous Post

Dan Kita Asing di Depan Matahari

Next Post

Melepas Kasih dalam Balutan Sastra

Intan Gandhini

Intan Gandhini

Tinggal di Ponorogo. Penulis buku "Catatan Hati di Tengah Pandemi" dan "Stop Wishing Start Doing By Learning". Anggota komunitas Kampus Literasi, Founder komunitas Pelangi Aksara. Juara III Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional di Universitas Sumatera Utara-Medan dan Juara I Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional di Universitas Darussalam Gontor. Bisa disapa via Instagram @intan_ganndhini

Artikel Terkait

Ada Apa dengan “Manusia Indonesia”?
Ceriwis

Ada Apa dengan “Manusia Indonesia”?

22 March 2023

Tulisan ini bukan tulisan ilmiah. Ia tidak berdasarkan riset akademis yang harus dipertanggungjawabkan. Ini mungkin, lebih tepatnya, sejenis refleksi kultural...

Seni Memahami (Diri)
Ceriwis

Seni Memahami (Diri)

11 April 2022

Saat pertama kali saya mendengar kata "hermeneutika", saya tertarik untuk tahu artinya. Namun, saya tidak sampai mencari makna. Saya mendengar...

Transformasi Standar Berkat Gendurenan di Era Revolusi Industri 4.0
Ceriwis

Transformasi Standar Berkat Gendurenan di Era Revolusi Industri 4.0

13 January 2022

Selama ini, apabila seseorang―bisa juga beberapa orang―membicarakan genduren, pasti nggak akan jauh-jauh dari kata bid’ah. Entah bagaimana ceritanya, topik genduren...

Win-Win Corruption
Ceriwis

Win-Win Corruption

30 May 2021

Misalnya ada maling ayam, Ponk, lantas konangan oleh salah satu warga dusun. Karena kondisi malam sepi, satu warga dusun tersebut...

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Buron dan Segelas Es Teh

Buron dan Segelas Es Teh

26 March 2022
Gambar Artikel Puisi Musafir yang Selesai

Musafir yang Selesai

25 January 2021
Hikayat Seorang Lelaki yang Bersikejar dengan Matahari

Hikayat Seorang Lelaki yang Bersikejar dengan Matahari

16 February 2021
Selamat Bertugas Selamanya!

Selamat Bertugas Selamanya!

27 April 2021
Berada di Kota Antah-Berantah

Berada di Kota Antah-Berantah

5 May 2021
Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan

Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan

5 May 2024
Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme

Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme

13 October 2025
Gambar Artikel Kedalaman dan Sajak untuk Novel Baswedan

Kedalaman dan Sajak untuk Novel Baswedan

3 December 2020
Gambar Artikel Puisi Tentang Pandemi : Puisi-Puisi Fajar Sedayu (Yogyakarta)

Puisi-Puisi Fajar Sedayu (Yogyakarta)

31 October 2020
Gambar Artikel Kasihan Manusia

Kasihan Manusia

4 November 2020
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Mempersenjatai Trauma: Strategi Jahat Israel terhadap Palestina
  • Antony Loewenstein: “Mendekati Israel adalah Kesalahan yang Memalukan bagi Indonesia”
  • Gelembung-Gelembung
  • Mengeja Karya Hanna Hirsch Pauli di Museum Stockholm
  • Di Balik Prokrastinasi: Naluri Purba Vs Tuntutan Zaman
  • Pulau Bajak Laut, Topi Jerami, dan Gen Z Madagaskar
  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu

Kategori

  • Event (14)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (12)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (66)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (53)
  • Metafor (217)
    • Cerpen (55)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (49)
    • Gaya Hidup (26)
    • Kelana (13)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kontributor
  • Hubungi Kami

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Kami
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Hubungi Kami
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.