• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Selasa, 19 Agustus 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Inspiratif Hikmah

Tadabbur via Momentum Hujan

Heri Bayu Dwi Prabowo by Heri Bayu Dwi Prabowo
6 Maret 2022
in Hikmah
0
Tadabbur via Momentum Hujan

https://www.etsy.com/

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Sebuah pepatah mengatakan bahwa barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenali Tuhannya. Namun, permasalahannya adalah tingkat kesadaran terhadap diri sendiri bagi setiap orang itu berbeda-beda. Ibarat jasad tanpa ruh ataupun ruh yang tersiksa di dalam jasad. Sehingga, kesadaran mempunyai peranan penting bagi seseorang, di antaranya adalah kesadaran mampu untuk mempengaruhi tingkat kualitas ruh maupun jasad dari seseorang. Semakin sadar terhadap dirinya, maka akan semakin berkualitas tingkat kehidupan seseorang, dan begitu pun berlaku untuk sebaliknya.

Sebegitu pentingnya aspek kesadaran ini bagi seseorang, sampai-sampai Tuhan Yang Maha Pemurah memperingatkan umat manusia akan kekuasaan-Nya yang tersebar di segenap penjuru dunia untuk dijadikannya sebagai objek dalam membangun tingkat kesadaran dirinya, sebagai ‘abdullah. Satu dari sekian banyak objek tersebut adalah fenoma turunnya hujan ke muka bumi. Peristiwa yang sebagian orang menafsirkannya sebagai suatu keberkahan, bencana atau mara bahaya, sampai ada pula yang menjadikan momentum turunnya hujan untuk mengenang romantisme masa lalu, sangat menarik.

Siklus Air Hujan

Hujan termasuk dalam kategori siklus hidrologi, yakni turunnya tetesan air dari langit berukuran sekitar 2 milimeter dengan beraneka macam karakternya. Ada yang berbentuk rintikan, gerimis, deras, berbentuk es dan hujam asam. Apa pun bentuknya, hujan merupakan salah satu sumber kehidupan esensial bagi seluruh makhluk yang ada di bumi. Tanpa adanya hujan, ekosistem kehidupan di bumi akan mengalami kerusakan yang sangat besar. Di sisi lain, turunnya hujan dengan volume yang berlebihan pun dapat mengakibatkan kerusakan yang sama besarnya bagi keberlangsungan hidup di muka bumi.

Adapun secara umum, siklus hujan berawal dari pergerakan awan kecil yang mengandung uap air ditiup oleh angin, kemudian awan kecil tersebut bergabung satu sama lain menjadi satu ukuran yang lebih besar dan saling bertumpang tindih, saat uap air pada tumpukkan awan besar tersebut sudah tidak dapat ditampung lagi maka akan terjadilah hujan, dimana uap air dari awan besar menabrak uap air yang ada di bawahnya sehingga ukurannya menjadi lebih besar lagi (Soliyah, 2020). Siklus hujan ini menggambarkan bahwa Tuhan berkuasa untuk memindahkan milyaran air setiap saatnya dari satu tempat menuju ke tempat lain melalui siklus hidrologi yang terjadi pada air hujan.

Membangun Kesadaran Diri

Dalam kajian psikologi, ada tiga aspek dari bentuk kesadaran diri (self consciousness), yakni private self consciousness (kecenderungan individu untuk fokus terhadap pikiran dan perasaannya), public self consciousness (kesadaran diri sebagai objek sosial yang memiliki efek terhadap orang lain), dan social anxiety (ketidaknyamanan terhadap orang lain, diartikan juga sebagai bentuk reaksi terhadap orang lain). Jadi, self consciousness mencakup kecenderungan individu untuk mengarahkan atensinya ke dalam dan atau ke luar dirinya (Asyifa, 2019). Dalam hal ini, momentum hujan dapat dijadikan sebagai objek alami untuk membangun tingkat kesadaran diri seseorang melalui tiga aspek dari self consciousness tersebut.

Sebagaimana Allah berfirman dalam Q.S. al-Hajj [22]: 5-7.

“… Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah (5). Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang haq dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang mati dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (6), dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur (7).”

Pertama, private self consiousness menyadarkan seseorang bahwa Allah adalah al-Haq. Bahwa Dialah satu-satunya yang berhak untuk disembah, selain Dia tidaklah bisa disembah. Hal ini dikarenakan bahwa yang berhak untuk disembah hanyalah yang bisa mengatur hujan, yakni yang bisa menurunkan dan sekaligus menghentikan hujan. Dan itu semua hanya Allah semata yang bisa melakukannya, karena Dialah satu-satunya yang benar dan yang berhak untuk disembah.

Kalau Allah berkehendak, hujan yang pada asalnya merupakan salah satu bentuk dari rahmat maka dijadikan oleh-Nya sebagai adzab, sebagaimana Dia menurunkan hujan dalam bentuk adzab kepada kaum nabi Nuh a.s. yang membangkang. Begitupun kalau Allah berkehendak, air hujan tidak diturunkan dari langit, akan tetapi yang diturunkan dari langit adalah hujan batu sebagaimana hujan batu sebagai bentuk adzab kepada kaum nabi Luth a.s.

Oleh karena itu, jika pikiran dan perasaan seseorang memahami benar bahwa hanya Allah sajalah yang menciptakan, mengatur, dan berkuasa atas turunnya hujan, maka akan tertanam suatu bentuk kesadaran pada dirinya bahwa hanya Allah saja Tuhan yang berhak untuk disembah. Jika kondisinya sudah demikian, maka yang akan terjadi selanjutnya adalah bentuk pengagungan dan ketundukan seseorang kepada Tuhan pencipta segala sesuatu, termasuk salah satunya ialah hujan.

Ini penting sekali, karena kesadaran diri seseorang terhadap Tuhannya akan mempengaruhi bagi tingkat kualitas hidupnya. Semakin seseorang sadar bahwa Tuhan lah satu-satunya penyebab dari segala sesuatu, maka semakin tenanglah jiwa seseorang dari rasa cemas, sedih, takut dan sebagainya atas kejadian atau fenomena yang mungkin tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.

Kedua, public self consiousness menyadarkan bahwa Allah Menghidupkan Yang Mati. Melalui air hujan, permukaan bumi yang tadinya kering tandus berubah menjadi subur dan hijau kembali dengan tumbuhnya berbagai macam tetumbuhan dan pepohonan. Hal tersebut memberikan pelajaran bagi manusia bahwa dia pasti akan menjumpai kematian, kemudian setelah mati dia akan dibangkitkan kembali menuju kehidupan barunya di alam akhirat. Ketika sudah di alam akhirat, manusia akan dimintai tanggung jawab atas segala macam perbuatannya yang telah dilakukan semasa hidup di dunia.

Oleh karena itu, jika seseorang meyakini benar bahwa Allah akan membangkitkan dirinya setelah mati, kemudian memintai pertanggung jawabannya atas segala perbuatannya sewaktu hidup di dunia, sebagaiaman air hujan menumbuhkan tetumbuhan dan pepohonan, maka akan tertanamkan pada dirinya suatu kesadaran bahwa hidup di dunia bukanlah untuk main-main.

Hidupnya di dunia harus dimaksimalkan untuk melakukan hal-hal baik, kemudian harus berhati-hati dalam setiap perbuatannya baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan alam sekitar, serta harus senantiasa melibatkan Tuhan di setiap aktivitas kehidupannya. Jika masing-masing orang telah memiliki kesadaran tersebut, maka akan tercipta sebuah komunitas hidup yang berkualitas baik, di mana satu sama lain saling menghormati, menghargai dan menjunjung tinggi nilai-niai moral-sosial di antara mereka.

Ketiga, social anxiety menyadarkan bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Siklus hidrologi pada hujan merupakan peristiwa yang sangat menakjubkan, yakni peristiwa berpindahnya air dari satu tempat ke tempat lain melalui beberapa rangkaian yang terjadi tanpa adanya campur tangan dari manusia maupun makhluk lain. Kemudian, hujan pun turun dalam bentuk butiran-butiran kecil,  tidak bisa dibayangkan jika volume hujan turun seperti besarnya air di danau.

Saat terjadi demikian, maka binasalah kehidupan di muka bumi. Selain itu pula, hal menakjubkan lainnya dari air hujan adalah rasanya yang tawar. Kalau saja rasanya adalah asin, pahit ataupun asam, maka tidaklah bisa untuk dikonsumsi sebagai salah satu sumber kehidupan bagi makhluk yang ada di bumi.

Atas hal itu, jika seseorang memahami benar bahwa kejadian tersebut semua merupakan bentuk kekuasaan Allah, maka hendaknya ia bersyukur atas nikmat dan karunia-Nya dalam bentuk turunnya hujan. Yang mana air hujan itu dapat dikonsumsi dan tidak membahayakan bagi kesehatan, serta tidak pula merusak lingkungan dengan proses turunnya hujan yang berupa rintik-rintik. Sehingga, tidak patut lagi apabila seseorang itu menggerutu, memaki, atau bahkan berpikiran negatif terhadap hujan yang merupakan salah satu dari sekian banyaknya makhluk ciptaan Tuhan.

Dari pembahasan tersebut, dapat ditarik benang merahnya bahwa hujan merupakan salah satu objek alami ciptaan Tuhan yang dapat dijadikan sebagai media untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Adapun caranya adalah dengan merenungi, memahami dan meyakini kalau Allah lah yang menciptakan, mengatur, dan berkuasa atas turunnya hujan. Kemudian, Allah akan membangkitkan seluruh makhluk yang telah mati sebagaimana permisalan air hujan yang menumbuhkan tetumbuhan dan pepohonan di muka bumi.

Dan terakhir, Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatunya, sebagaimana Dia menjadikan hujan turun dalam bentuk rintik-rintik dan berasa tawar lagi segar untuk dikonsumsi bagi seluruh makhluk yang ada di muka bumi.[]

 

Daftar Pustaka

Asyifa, C. (2019). Pengaruh self-esteem, self-consciousness, dan social support terhadap inauthentic self-presentation pengguna instagram [B.S. thesis]. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Soliyah, S. (2020). Air Hujan dalam Perspektif Alquran (Studi Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI) [PhD Thesis]. UIN SMH BANTEN.

Tags: hikmahhujanperenunganrefleksiself consciousnesstadabbur via momentum hujan
ShareTweetSendShare
Previous Post

Ayangophobia pada Buku “Manusia Adimanusia”

Next Post

Mengenal Thasykubro Zadah: Sejarawan Penulis Ensiklopedia Islam

Heri Bayu Dwi Prabowo

Heri Bayu Dwi Prabowo

Mahasiswa ngapak asal Banyumas yang sedang menjalani studi tingkat lanjut Magister di UIN Sunan Kalijaga, konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam. Untuk berhubungan langsung dengannya bisa melalui akun medsos ig: @heribdp . 

Artikel Terkait

Meneladani Sufi Jenaka: Nashrudin Hoja & Keledainya
Hikmah

Meneladani Sufi Jenaka: Nashrudin Hoja & Keledainya

3 Januari 2022

Nashrudin Hoja adalah seorang tokoh sufi jenaka yang hampir sama tenarnya seperti Abu Nawas. Ia terkenal dengan kecerdasan, celetukan-celetukan dengan...

Ritual Pulang Kerja dan Manusia yang Terlupakan
Hikmah

Ritual Pulang Kerja dan Manusia yang Terlupakan

15 Juli 2021

Bagi orang orang yang bekerja from nine to five, momen pulang kerja tentu sangat ditunggu. Yang sudah hidup bersama pasangan...

Hikmah

Bahagia itu Sederhana

3 Juli 2021

Sore ini awan hitam menutupi langit yang semula cerah. Mendadak gelap dan seakan kelam. Sesekali terdengar suara guntur meski tidak...

Beruntung Kita Selalu Bisa Melihat Sisi Baik dari Setiap Bencana
Hikmah

Beruntung Kita Selalu Bisa Melihat Sisi Baik dari Setiap Bencana

2 Juli 2021

Setiap Jumat nenekku akan datang ke rumah. Setelah berbasa-basi tentang kesehatannya yang semakin memburuk, ia akan menyampaikan rangkuman hasil tontonannya...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Gambar Artikel Kemarin dan Rindu

Kemarin dan Rindu

31 Oktober 2020
Pilih Masjid yang Tarawih 8 atau 20? Ada yang Dua-duanya lo!

Pilih Masjid yang Tarawih 8 atau 20? Ada yang Dua-duanya lo!

13 April 2022
Serba-serbi Kali

Serba-serbi Kali

1 Maret 2021
Gambar Artikel Cerpen Kematian Seorang Penemu

Kematian Seorang Penemu

16 Januari 2021
Sebuah Limerick yang Gagal

Sebuah Limerick yang Gagal

22 Maret 2022
Pentingnya Literasi Kepribadian pada Buku Cerita Anak

Pentingnya Literasi Kepribadian pada Buku Cerita Anak

2 Maret 2022
Perubahan Budaya Organisasi di Masa Pandemi

Perubahan Budaya Organisasi di Masa Pandemi

26 Desember 2021
Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

18 Februari 2021
Kenapa Lagu Jawa Trending Terus Di Youtube? Ini Jawabannya

Kenapa Lagu Jawa Trending Terus Di Youtube? Ini Jawabannya

17 Maret 2022
Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya

Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya

22 Juni 2025
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (212)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (140)
    • Resensi (18)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.