The Law of Attraction atau mungkin juga berkat dari Tuhan. Ini adalah yang aku rasakan setelah aku bisa menginjakkan kaki di Jerman. Sejak SD, keinginan untuk tinggal di luar negeri sudah aku pupuk. Ini berawal dari film Home Alone yang selalu ditayangkan setiap natal di Indonesia. Membayangkan salju, dan suasana meriah natal di Eropa atau Amerika.
Namun, karena aku datang dari keluarga yang hanya berkecukupan, keinginanku untuk kuliah ke luar negeri aku urungkan.
4 tahun berlalu setelah lulus SMA, aku sudah lulus kuliah dan sudah bekerja. Saat sedang berkeliling kota Bandung, aku melewati Goethe-Institut, di sana terpasang pengumuman tentang Open House di Goethe Institut. Tentu saja ini mengingatkanku tentang mimpiku untuk pergi ke Jerman, langsung saja aku simpan tanggal dan waktunya (September 2017), dan akhirnya datang ke sana.
Waktu di open house, aku ingat sekali, ada stand yang menawarkan kerja bagi tenaga ahli (aku lulusan Teknik Mesin) seperti engineer, perawat dll. Aku sangat tertarik, segera setelah open house itu, aku kirim CV dan surat lamaran dalam bahasa Inggris. Ternyata aku dapat balasan, dan diundang untuk menghadiri seminar mengenai hidup dan bekerja di Jerman yang dimoderatori langsung oleh Badan Ketenagakerjaan Jerman.
Nah, dari situ, pelamar yang terpilih (cuma 10) akan diundang interview. Saat itu aku masih belum bisa sama sekali berbahasa Jerman. Jadi, interview dilakukan dalam bahasa Inggris. Kandidat yang lain adalah lulusan S2, S3 dan sudah berpengalaman di bidangnya masing-masing. Minder? Pasti. Apalagi aku cuma lulusan D3. Tapi interview berjalan lancar, dan yang mewawancarai aku juga bilang kalau akan membantu mencari kerja di Jerman.
Segera setelah itu, aku langsung cari info mengenai les bahasa Jerman, sembari membenarkan CV dan mengirim lamaran-lamaran.
Akhir tahun 2017 kabar buruk datang, tingkat pendidikan D3 tidak diakui di Jerman dan kampusku dulu juga tidak ada di dalam database yang dipunyai oleh pemerintah Jerman. Jadi untuk apply visa di kedutaan Jerman pasti akan langsung ditolak katanya.
Pikiranku langsung kacau. Pupus harapanku untuk kerja secara profesional di Jerman sana. Aku langsung memikirkan alternatif program lain, yaitu Au Pair, Freiwilliges Sozial Jahr (FSJ), atau Ausbildung. Aku langsung memilih Ausbildung, karena selain belajar, kita juga akan mendapat gaji. Kontak yang aku punya di Bundesagentur für Arbeit berkata bahwa aku memerlukan sertifikat bahasa minimal B1 untuk mendaftar Ausbildung, maka dari itu aku kejar bahasa Jermanku di B1.
Nothing to lose, right? Aku pikir saat itu, walaupun aku tidak bisa kerja sesuai yang aku inginkan, setidaknya aku bisa berbahasa Jerman.
Kebetulan saat ujian B1(Juni 2018) di Goethe Institut Bandung, aku bertemu dengan seorang yang memberiku kontak agensi Ausbildung di Indonesia, beliau bisa membantu aku mencari tempat Ausbildung dan mengurus dokumen-dokumen yang aku perlukan untuk mendapatkan visa. Langsung saja, aku hubungi beliau dengan berkata bahwa aku mau ikut Ausbildung dan sudah punya sertifikat B1 bahasa Jerman. Tapi lowongan yang tersedia hanya di bidang Gastronomie katanya, antara menjadi Koch (koki) atau Restaurantfachmann (Spesialis Restoran). Meski begitu, karena keinginan besarku untuk pergi ke Jerman, maka aku terima saja tawarannya. Selang 2-3 minggu, beliau mengabari kalau aku sudah dapat kontrak Ausbildung-nya. Segera aku mengajukan resign dari tempat kerjaku.
Agustus 2018 aku mengurus dokumen ini itu untuk keperluan visa, dan tanggal 24 adalah janji di kedutaan untuk buat visa. Semua berjalan lancar, tinggal menunggu visa keluar dan berangkat ke Jerman.
***
Akhirnya, pada 24 September 2018, aku berangkat ke Jerman. Udara pagi Frankfurt yang dingin menyapaku saat keluar dari pesawat. JERMAN!

Dari bandara Frankfurt, aku dan rombongan yang berjumlah 8 orang harus menaiki kereta ke Köthen, kota yang akan menjadi tempatku tinggal dan bekerja selama 3 tahun.
Bulan-bulan pertama sangat sulit, sangat berbeda dengan yang dipelajari di Indonesia. Cara orang asli Jerman berbicara pun beda-beda, dan cepat sekali! Banyak sekali kosakata baru yang ditemui di tempat kerja maupun di sekolah. Tapi lama kelamaan mulai mudah dipahami. Aku tinggal dengan beberapa orang Indonesia lain di situ, jadi kalau aku menemui kesulitan aku bisa tanya ke mereka.
Kebetulan aku tinggal di restoran tempat aku bekerja, jadi tidak perlu memikirkan transport ke tempat kerja. Yang jadi masalah adalah ketika aku harus pergi ke sekolah, jaraknya kurang lebih 25 km dari rumah! Jauh kan…. Sebenarnya bosku menyediakan mobil untuk dipakai, tapi kita harus membuat SIM Jerman. Akhirnya aku mengambil kelas mengemudi untuk mendapatkan SIM Jerman ini.
Proses membuat SIM di Jerman tidak semudah di Indonesia, yang hanya foto dan jadi (ups). Kita harus sekolah dulu, di sekolah ada kelas teori dan kelas praktek. Biayanya pun juga tidak murah, bisa-bisa lebih dari 1000 Euro (konversikan ke rupiah aja, udah berapa jute tuh?). Apalagi kalau kita banyak gagal di ujian, mau tidak mau harus mengulang, kan? Sekolah mengemudiku terkena jeda karena Corona, tapi untungnya aku bisa selesai dan dapat SIM Jerman September 2020. Mulai belajar 2019 dan jadi September 2020.
Selama itu aku juga sudah berkeliling ke beberapa negara di Eropa. Spanyol, Perancis, Italia, Austria, Ceko, Turki. Ada yang dengan biaya sendiri, ada juga yang dibayari oleh tempat kerja karena liburan bersama.

Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun, akhirnya aku sudah berada di tahun terakhir Ausbildung. November 2020, Jerman memutuskan untuk lockdown, dan berimbas pada tutupnya Gastronomie. Sempat khawatir setelah lulus nanti akan mendapat pekerjaan atau tidak. Saat lockdown inilah yang juga membuatku bisa mempersiapkan ujian akhir dengan baik, karena tidak bekerja normal dan banyak waktu. Mei 2021, Ujian Teori, saat itu aku merasa aku sudah memberikan yang terbaik. Puji Tuhan saat hasilnya diumumkan, aku mendapatkan nilai yang cukup.
Oh iya, karena aku ingin mencari pengalaman baru, aku memutuskan untuk pindah tempat kerja setelah lulus nanti. Maka dari itu dari bulan Februari aku mencari lowongan pekerjaan di tempat lain, membuat CV dalam bahasa Jerman, surat lamaran, interview. Ini adalah pengalaman pertamaku mencari kerja di Jerman, susah-susah gampang. April 2021, aku diundang interview di sebuah hotel di Bavaria, dan aku diterima bekerja di sana dengan syarat aku harus lulus ujian Praktek nanti.

***
Bulan-bulan terakhir Ausbildung aku sangat direpotkan dengan pengurusan visa, pindahan, dan persiapan ujian. Ini juga pertama kali aku mengurus dokumen-dokumen untuk visa-ku sendiri, mengurus pindahanku sendiri. Aku bangga karena bisa mengurus semuanya sendiri sekarang, dengan minim bantuan orang lain.
Gott sei Dank, dengan segala usaha dan persiapan yang telah aku lakukan, pada 29 Juli 2021, aku LULUS!
Pada hari itu juga, aku mendapatkan email dari tempat kerjaku yang baru, berisikan jadwal kerja untukku, mulai tanggal 3 Agustus 2021, sangat penting di Jerman ini untuk tidak membuat jeda saat perpindahan kerja, karena jika ada jeda yang cukup lama, kita harus apply Arbeitslosengeld (seperti uang yang diberi pemerintah karena kita tidak punya pekerjaan).

Tempat baru, teman baru, pekerjaan baru. Aku harus beradaptasi lagi dengan lingkungan yang baru dan belajar sangat banyak hal yang baru. Soalnya aku dulu bekerja di sebuah restoran kecil, dan sekarang bekerja di hotel berbintang, yang pasti standarnya saja sudah berbeda. Tapi dengan kolega yang baik dan suportif, aku bisa beradaptasi juga di tempat baru ini.
Sebenarnya aku masih punya banyak rencana yang ingin aku lakukan, seperti melanjutkan kuliahku di sini atau mengganti pekerjaan nanti. Kenapa? Karena seperti yang kita lihat, jika ada pandemi seperti ini Gastronomie merupakan bidang pekerjaan yang terdampak paling buruk. Selain itu, bekerja sampai pagi hari dan bekerja pada hari libur juga bukan sesuatu yang aku sukai. Tapi semua itu aku lakukan demi mendapatkan Permanent Residence Permit di sini. Tinggal 1,5 tahun lagi, insyaallah, aku bisa mendapatkan itu, dan aku bisa studi, ganti pekerjaan sesuai dengan yang aku mau.
Jadi, bermimpilah, berusaha dan jangan lupa berdoa. Semesta pasti akan mengabulkan itu semua. Entah kapan dan bagaimana caranya.
Sampai jumpa di petualangan selanjutnya.[]
Comments 1