pada halaman 3 yang sial
di laman koran pagi,
kudaras kisah tentang kita
yang mahir berakting, gemar menipu,
juga pembunuh yang elegan.
kita tersenyum dan masa bodoh
soal kerusakan dan seberapa banyak
yang mengamuk-membenci.
dan orang-orang mulai
melempari kita dengan maki,
kutuk, dan umpat.
mereka terbakar dan nyala api itu
sudah sampai ke tubuh kita
yang berlumur minyak alam
dan logam-logam mulia
yang mana telah kita curi dari mereka.
tentu saja kita pantas
menerima itu semua.
dan sekarang kita adalah patung peringatan
yang benar-benar dihzancurkan
untuk tak perlu lagi diingat.
kita menjelma bahan bakar
alternatif untuk kemarahan yang
semakin memuncak dan sulit
dikendalikan.
sebab kita
adalah pengerat
yang baru saja harus berhenti
merobohkan rumah sendiri.
Kamar Alegori, Maret 2021
Menemukan Orang-orang yang Kau Tinggalkan
satu-satunya alasan pada suatu hari nanti
kau teringat pada orang-orang baik yang kau tinggalkan
jauh di belakang, adalah ketika hatimu yang serupa
jendela kastel megah lapis baja pecah berderai
seperti salju akhir tahun yang beku di utara.
masih berkilauan namun menimbun sepi yang menusuk.
sendiri dan hatimu yang makin tandus oleh kesedihan
tiba-tiba ditumbuhi tanaman asing yang kau sebut sendiri
sebagai bunga-bunga rindu.
saat itu kau langsung menghukum diri sendiri.
berhenti menjadi pejuang semu dalam aplikasi peperangan
dan menjauhi tiap-tiap keramaian yang masa bodoh.
kepalamu menggerimis pertanyaan-pertanyaan
yang makin deras, membawamu menyeberangi ingatan
tentang orang-orang yang memilih tetap setia padamu,
tapi kau tinggalkan mereka untuk sebuah alasan yang absurd.
kau memaksa diri memotong kenangan yang justru melukaimu
saat seluruh waktu menolak keberadaanmu dan melemparmu
ke sudut-sudut jauh terabaikan. sampai kau sadar,
kesalahan terburukmu adalah ketidakpedulian, mudah lupa
dan terus berpura-pura.
lalu kau pergi ke rumah ibadah, belajar
menjadi orang saleh. menghabiskan sebagian besar
hari-hari dengan membaca sebanyak mungkin kitab
dan mulai peduli pada hal-hal kecil.
tapi entah mengapa padang hatimu masih saja sama
sunyi sementara bunga-bunga dan pohon rindu
kian rindang menjelma rimba belantara yang membuatmu
terlihat semakin tersesat dalam diri sendiri.
lewat mesin pencari lantas kau berusaha
menemukan orang-orang baik yang kau tinggalkan.
masihkah mereka berada di sana, mengingat namamu
dengan baik. atau kini kau telah tersisa sebagai masa lalu saja.
kau terus mencari, menulis nama-nama mereka
tanpa henti meski berulang kali menyadari
patah hati betul-betul menyiksa dan perih.
Kamar Alegori, Maret 2021
Aku Kehilangan Puisi
Aku kian ramai,
berderai
Menjadi repih kata
tapi tak sanggup
mengumpulkan diri jadi puisi.
Membeku di dasar gelas
bersama ampas kopi
para pemimpi.
Di kota yang bertabur
sinar lampu dan aroma jeruk
dan wiski.
Harapan serta-merta menjelma
burung-burung migrasi
yang entah kapan akan kembali.
Ladang-ladang pun telah tumbuh
pula menjadi belukar beton dan besi.
Berita-berita di laman koran
dan televisi juga menambah getir hati.
Sebab kini kita tak lagi
saling rindu dan mengasihi.
Semua telah jadi omong kosong
kian basi.
Kamar Alegori, Maret 2021