“Masih saja, aku belajar cara bangkit
Sebab, kegagalan dalam merangkum
Ialah keniscayaan paling nihil
Selamat puisi, bang Wiji
Selamat kembali menenun diksi-diksi di jantung sunyi
Dengan kesaksiann retas majas-majas
Juga asa panjangku saban mata
Barangkali, jalan kata-kataku masihlah penuh dengan debu
Kerap memasrahkan diam
Pada ritus kantukku di dada malam
Hinggga, sebongkah baris yang merenung
Menenggelamkan kerancuan di rahim mimpi
Selamat puisi, bang Wiji
Ingin senantiasa aku terlelap
Sekedar membaringkan tubuh-tubuh lelah
Di pekarangan rumah puisimu yang hakiki
Annuqayah,2020
Narasi Gedung-Gedung Khayal
Aku ingin merdeka dari sepi
Merajut gedung-gedung khayal dalam kelam
Pasrah menerjemahkan baris-baris gigil di busung waktu
Lalu, mengalirkan tunas-tunas mimpi
Pada panjang lelapku saban malam
Tiba-tiba, dengan tanpa sadar
Renungku berlalu begitu cepat
Mengulur dzikir-dzikir daun
Juga nazar kekar purnama di pangkuan langit
Hingga, bising-bising sunyi
Tak lagi menjadi keheningan
Annuqayah,2020
Tuan, Jangan Main-Main Denganku
Tuan, jangan main-main merajamku
Sebab, dadaku batu palimg keras
Mengabadikan bisu di kedalaman mimpi
Lalu, tandas menangkas
Bara amarahmu yang begitu dangkal
Ingat, Tuan
Aku batu
Buka kayu sepertimu
Annuqayah,2020