aku mau keluar. tapi aku sudah di luar. tidak. aku bukan tikus got. tak ada hewan pengerat di bawah 35 derajat celsius. di sini dingin. makhluk tropis pasti terkena hipotermia ringan.
aku bukan hama—meski aku sering dikambing hitamkan atas rusaknya furnitur di ruang tamu yang tak pernah terisi tamu.
aku pemberani. lebih berani dari seekor tawon yang melindungi daerah teritorinya. lagi pula, aku tak takut pestisida rumah tangga; aerosol. aku memang bukan siapa-siapa, tak akan jadi siapa-siapa. namun siapa yang tahu aku membutuhkan selulosa? dan mengapa manusia begitu mencintai seluloid?
ha ha ha. primata rakus itu memang bodoh dan culas dalam waktu yang bersamaan. ia tidak bertelur, tidak menghasilkan susu, tak bisa membuat madu, bahkan terlalu lambat untuk sekadar menangkap ayam yang sedang pilek.
namun si imigran dari surga itu memuncaki rantai makanan. entahlah. lupakan. biarkan aku mati dalam ekstase. aku butuh cahaya itu. hanya cahaya itu. tak lebih. waktuku tinggal 23 jam, 56 menit dan 4,09 detik untuk melakukan putaran 360 derajat bersama bumi.
(2021)
Ikan Air Tawar yang Tenggelam di Kedalaman 35.798 kaki
di atas sana sepertinya hangat—fitoplankton berfoto-foto bersama anemon dan ikan badut. semua dipeluk warna: tangisan bayi kuda laut, tepat di tengah-tengah salinitas air laut; udang-udang yang berdansa di atas batu; rajungan yang keranjingan menjadi raja krustasea—cahaya memancarkan bahagia. menor-menor. glamor-glamor dan semua hidup enak; enak sekali.
turun ke bawah, kontras rasanya. bioluminesensi menemani ubur-ubur meronda; menjaga semiotika bahaya di sirip dorsal ikan hiu—kompetisi dirawat kuat; yang kuat yang berkuasa. tapi samudera harus dijaga, tempat berpulang paling purba—begitulah kata paus sperma yang katanya mengalami gangguan tata bahasa.
jauh di bawah ramai. jauh dari lepas pantai. bukan di payau. lebih biru dan surreal dari insang ikan abisal; aku di sini, tenggelam di kedalaman 35.798 kaki. di bawah sadar, tanpa cahaya—o cahaya yang hanya membuat mataku meleleh seperti gletser es di kutub utara—bersama kraken, aku tak pernah kehabisan tinta untuk melukiskan betapa buta warna mata mereka.
di sini, setiap hari adalah gelap. pagi gelap, siang gelap, sore gelap, malam gelap dan gelap; gelap gulita. semuanya kelam dan aku ikan yang tenggelam: laut adalah maut—berbalut kalut, aku menemukan mutiara bersama tiram yang karam; seraya ditelan gelap yang melegam abadi.
(2021)