Engkau Berduka
Engkau yang berduka, dicampakkan oleh cahaya; Terasing dan sengsara
Engkau yang berduka, musim semi menyelimuti
Di mana kan tumbuh sinar demi sinar mentari
Engkau yang berduka, akan hidup lagi
Mata air yang mengalir di jiwa; angin pasat yang mengetuk-ketuk
Engkau akan hidup lagi sebelum ombak menjilat pantai
Zabur, rintik cahaya telah menciptakanmu
Obor telah nyala, kegelapan sobek
Engkau akan hidup lagi, menjemput pagi
2020
Kemarau Hatiku
Kemarau hatiku, gersang dan kering
Tiap jengkal tubuhku mencecap sunyi; tanpa ampun,
Dari mata-mataku memancar duka yang asing
Aku ingin mengenal salju dan telaga; aku ingin mengenal dedaunan dan persik matahari; aku ingin mengenal hujan dan huruf-huruf puisi
2021
Langkah Kakimu
Langkah kakimu yang kecil pada pematang sawah; urat-urat tanah
Langkah kakimu menumbuk tanah lembut dan bersahaja
Langkah kakimu mengejar kesunyianku, langkah kakimu meninggalkan jejak di persada waktu
2021
Ruh yang Belum di Tiup ke Tubuhmu
Aku masih sedia di sini, sampai fajar hari menyingsing. Kegelapan baru saja dinyalakan
Tak ada hanya menerka-nerka jemputan itu tiba. Saban malam kulukis cahaya. Aku takkan rapuh sebelum merasuk ke tubuhmu. Sebagai intan permata. Banyak orang di luar sana membual, cinta ditafsirkan dengan tidak semestinya. Rasa kesal bermukim di sini, aku mengamati gerak-geriknya. Terkantung di luar jendela, rumah yang kelak milik kita
Ada nubuat dan firman yang sampai padaku, masih sama. Samar dan tak terjangkau. Ada keheningan yang disusupkan ke tubuhmu bikin aku cemburu, hendak ku beringsut mendekatimu tapi makin dekat denganmu makin lunglai aku
Waktu mengikis aku, waktu menjebakku, terkutuk kau waktu
2021
Dan Kita Asing di Depan Matahari
Dan kita asing di depan matahari
Sebelum sampai pada esok yang kian abadi
Wajah yang mirip seperti laut lepas
Melepas kepergian
Dan kita asing di depan matahari
Menangkup cahaya sunyi, membakar jumuwah diri
Aku tak mau asing di depanmu tapi aku asing di depanmu
Tak sama seperti dulu
2021
Sebagai Saudara Tua, Puisi
–Wislama Szymborska
Sebagai saudara tua, puisi dan bait pertamanya
Mengapung dalam jiwa menemani kisah cinta dan hati yang melulur lembayung
Sepanjang hulu-hilir takdir kita, bersihkan rawan dari dekapan
Saudara tua, kecewa tanpa kata-kata. Gemuruhnya mengekal dalam benak kita
Sebagai saudara tua, puisi
Melepaskan buliran rindu ke nurani, membikin bumi menari
Sebagai saudara tua, puisi
Serupa angin yang mengawas laut lepas, mencecap kegaduhan gelombang
Puisi di tengah nafas bumi yang pagi; entah menggigik nyaring
Begitu asing ketika tengadah di atas langit kapinis
When poerty becomes a sign from God?
Melintas-lintas di atas musim kemarau
Sebagai saudara tua, puisi tak sedia bergeming ketika kami bicara
Ketika laut susut dan bunga-bunga harum layu
Puisi, mencetuskan hujan di langit biru
Sementara bayang-bayang mencari nyali ke matahari
Puisi, memeluk tubuhnya yang senantiasa menyala
Sebagai saudara tua
Sejak namamu, puisi
Berbisik dalam kelindapan karam
Kami semua berkeliaran ke luar mencari sentuhan lain untuk bathin
Namun senantiasa berpulang, ke kampung sendiri dengan rumput, bunga jaksi
Yang dirimbuni helai-helai puisi
2021