Ketika Kita Sama-Sama Telanjur Tinggal
kau mengikat sepatumu di teras
aku mengikat napas agar tidak membentur kalimatmu
di antara kita ada satu simpul
yang tak pernah kita buka
tak pernah kita kuatkan
tiap malam kita duduk
di kursi yang terlalu sempit untuk dua bahu
terlalu luas untuk satu janji
aku menontonmu menyeduh kopi
dengan tangan yang pernah menghapus air mataku
juga menghapus pesan dari perempuan lain
tapi kita tetap tinggal
bukan karena suka
tapi karena telah terlalu lama
menyebut rasa lain dengan nama yang sama
pagi-pagi kau memeriksa pintu
aku memeriksa hati
kita sama-sama menghela
seperti dua ekor kuda
yang tidak tahu siapa penunggangnya
dan malam terus tiba
dengan bau rokok, sabun cuci,
dan sedikit nafsu yang tak jadi ditumpahkan
2025
Piring Ketiga di Meja Makan
pada makan malam keempat belas
kau menaruh satu piring tambahan
katamu itu untuk siapa saja yang datang terlambat mencintai
aku tertawa
kau tidak
di piring itu tidak pernah ada makanan
tapi selalu ada sendok
seakan kita menunggu seseorang mengaduk luka
kadang aku duduk di kursi tamu
kau di ruang tengah
dan suara-suara yang tidak pernah disebut
mengisi rumah lebih cepat dari aroma bawang
aku pernah melihatmu bicara pelan di telepon
dengan suara lebih hangat dibanding saat kau menyebut namaku
tapi aku tidak marah karena kau pun tidak marah
saat aku mulai menyebut diriku sebagai orang ketiga
setiap malam kita cuci semua piring
termasuk yang tak dipakai
sembari kita sama-sama bertanya
mengapa pintu lain tidak jadi dibuka
2025
Cinta yang Tidak Pernah Mandi
tubuhmu lengket
kau datang dengan peluh dan sisa amarah dari tempat lain
lalu rebah di kasur kita
menghapus dunia dengan bibirku
aku tidak bertanya
kau pun tidak menjelaskan
karena kita tahu ini bukan soal bersih atau kotor
tapi soal siapa masih mau disentuh meski bau
cinta kita tidak pakai parfum
ia datang dengan suara knalpot, bau rendang
dan kuku kaki yang sudah seminggu tidak digunting
tapi aku tetap membuka lengan
karena tidak semua sentuhan perlu diberi alasan
beberapa hanya perlu jujur pada sisa girah yang belum mati
esok pagi kau mandi
aku mengganti sprei
kita akan kembali seperti pasangan suci
yang tidak pernah saling melihat saat telanjang
2025
Diam yang Lebih Keras dari Ledakan
kau tidak bicara
aku tidak bicara
hanya kipas angin yang berbunyi sebagai saksi
tadi kita bertengkar
tentang siapa yang harus mencuci piring
padahal sebenarnya kita marah karena hal yang sudah basi
tentang bagaimana aku terus lupa ulang tahun ibumu
dan bagaimana kau masih menyimpan barang-barang mantanmu
diam kita bukan hening
ia punya bentuk
seperti tembok
seperti selimut
seperti email yang tidak dibalas
dalam diam
aku ingin berkata: jangan pergi
tapi mulutku dipenuhi reruntuhan dari kata-kata kemarin
kau ingin berkata: aku lelah
tapi tak ada ruang untuk kejujuran di antara dua orang
yang sudah terlalu banyak menyimpan
kita hanya bisa duduk
seperti patung di museum yang menunggu waktu
untuk menjadikan luka sebagai kenangan yang bisa dijual
2025
Yang Tinggal Setelah Tubuhmu Pergi
aku masih menyeduh dua cangkir
walau kau sudah tidak di sini
bukan karena aku belum bisa melupakan
tapi karena meja ini terlalu kosong untuk satu
aku mencuci bajumu
menjemurnya
menyetrika
lalu melipat dan menyimpannya
di tempat yang tak mungkin kau cari
di bawah bantal
masih ada bekas helai rambutmu
yang tak kunjung lepas
meski sudah kuputar posisi tidur berkali-kali
orang-orang bilang aku gila
karena mencium jaket
yang sudah bertahun-tahun tidak dipakai
tapi mereka tidak tahu
kadang cinta tetap tinggal
bahkan setelah yang dicinta sirna
malam kadang masih membawa bau tubuhmu
dari jendela yang terbuka setengah
dan aku membiarkan
karena tidak semua kehilangan harus dilawan
beberapa cukup ditemani
2025