PUISI BUKU BUKU OMPONG
Buku-buku ompong,
Kehilangan giginya dan menua,
Tak ada kata yang lahir dari kepala,
Yang penuh luka.
Ia merintih, lalu mengaduh,
Pada puisi yang terserak di mejanya;
Kusam, lunglai, mati gairah.
O, ke mana jiwaku pergi?
Terjebak, terpenjara dalam alunan,
Orkestra begitu rumit. Pening di dahi,
Segumpal rindu yang menumpuk seperti sampah,
Buat diri semakin hampa.
Jakarta, 2020
PUISI SEBUAH PESTA
sayang, raga kita adalah sebuah pesta,
di mana orang-orang ramai di lantai dansa,
saling menari, saling bercumbu dalam ingar-bingar,
musik yang jauh dari kata sendu.
namun, ada di sudut ruang,
para tubuh layu dan mata sayu,
mabuk kepayang setelah menikam malam,
dengan minum lima gelas air matanya sendiri.
lalu merapal doa agar bising lekas pergi.
Jakarta, 2020
PUISI TENTANG NENEK
duduk termenung,
di sebuah bangku usang,
hitam warnanya bagai seisi dunia
penuh misteri.
dan nenek ada di sana,
menyapa kembang kemboja,
yang menua dan layu.
sedang anak cucu gembira,
bermain dengan kata-kata yang dipersembahkan,
untuk nenek, untuk kasihnya yang dulu,
kerap membuat dada seorang bocah,
meronta minta dipeluk,
nenek tersenyum malu.
Jakarta, 2020
PUISI CAPUNG DAN KITA YANG TERTAWA
Kita pergi ke ladang sepi,
Disambut udara sore, langit biru,
Seperti matamu adalah kesejukan
Yang buatku tenteram.
Ilalang tumbuh, bersuka cita,
Saat kita berlari, liar.
Memburu capung yang merenung,
Di tubuh dedaunan.
Kepak sayap lincah, serta,
Nyalang matanya memantau gerak,
Lekas minggat, tak sisakan bekas.
Kita tertawa.
Kembali langkah pelan.
“Satu, dua, tiga, hap!”
Kita terkam angin, sedang capung,
Terlalu pintar untuk dijebak,
Kita terbahak.
Jakarta, 2020
PUISI MONDAR-MANDIR SANG TIKUS
Sampah-sampah berserakan,
Baunya menyengat ketika,
Masing-masing dari kita bicara,
Tentang tikus yang mondar-mandir,
Di bawah meja para pejabat negeri.
Menggigit uang dari kantong rakyat,
Yang sebagiannya masih melarat,
Sedang tikus tetap keren dengan necis,
Rambut klimis, dan jabatan strategis.
Bergumul cipta siasat dari senyum bengis,
Kebijakan sekadar retoris.
Jakarta, 2020
PUISI PARAS CITRA
Aku tertular oleh flu,
Selepas kau unggah gaya,
Dengan mentega yang dioleskan ke rambutmu,
Dan jaket maskulin kau gantungkan,
Di tubuh kekar membakar mata kaum hawa. pamp
Beandai-andai diri selepas tonton televisi,
Sebagai sandiwara paripurna penuh emosi,
Di mana tukang cendol berparas tampan,
Dan kernet metromini begitu seksi.
Jakarta, 2020
PUISI MALAM PANJANG
Ranjang mesra,
Malam terasa panjang,
Kau dekap keluhku ke lengan kukuh,
Usap gelisah dengan keringat yang luruh,
Dari tubuh yang menyimpan ragu.
Tebar janji terserak dari bibir yang melumat waktu,
Pejamkan mata kala jemari bermain liar di pangkal rindu,
Rasamu bersua rasaku, rahasiamu melebur di rahasiaku,
Tangis sirna terbilas tawa, segala gundah termaktub,
Dalam legam yang tewas di tangan sang fajar.
Jakarta, 2020