–di penjara Udon
Ke kanan ke kiri, aku melihat garis-garis melebar di langit
Arena yang memaksaku terus menghantam angin
“Sudah Kek, kau cukup duduk menyaksikan”
Masih Busoushoku ternyata,
Keinginan dan tekad memang harus di rantai
Ketakutan dan kesunyian memang musti di redam dalam mimpi siang hari
Pukulan tak kasat mata itu masih terus ku coba tak peduli berapa juta kali
Meski tubuhku di cerca aku takkan binasa
Ufuk yang menjorok kearahku menyodorkan gambaran
Dari masa depan
Siklus waktu yang mengikat pada mataku, kini menembus kesamaran
Sekarang dan masa depan adalah butir pasir yang sama
Oase itu ternyata menganugerahi lambungku
Karuniakan onggokan daging
Penjara udon ini tak ubahnya seperti oase tersebut
Sama-sama menghiburku
2020
Naik Kapal
Ombak emas dan perak bergemuruh
Menjejal angin ke pipi
“Pesisir adalah gerbang kebebasan untuk itu lambaikanlah tangan sebagai isyarat kepulangan yang tak segera” katamu
Ada yang sedang berpusing mendorong layar tegak berkembang, sampan memanas
Ada bau asin terpercik juga karang-karang terpanggang matahari siang
Suatu sore yang seperti harta karun
2020
Reranting Itu
Reranting itu runduk seperti hatimu
Ketika perjamuan dan percakapan dilontarkan
Nafas interaksi mengalir tanpa proporsi
Reranting itu menggeliat
Seumpama tubuh sehabis padam sedari siang
Jalan sekitar pun basah
Tanah lapuk
Reranting itu
Bergoyang-goyang menampilkan opera
Dan kau diam terpekur merapal doa
2020