aku pernah melihatmu tertidur
dalam lelap yang paling khusuk
ketika itu wajahmu terlihat sejuk
barangkali karena kau terlalu lama terjaga
oleh pikiranmu yang paling celaka
dan curiga yang paling purba
aku menemukan keheningan pada
rerimbun bulu matamu
dan ketenangan telaga pada hembus nafasmu
saat kau terlelap
jantungku berlari cepat
di luar air telaga bersenandung
langit bercermin dengan wajah mendung
aku menemukan diriku di langit
tergantung dengan pikiran terkurung
Tanjung, 2014.
Karena Sihirmu
kalau malam, kau membayang
dalam sihir dari pinggulmu
yang barangkali telah kau mantrai saat sore
saat hujan bersenggama dengan angin.
sungguh tiada yang lebih api dari matamu
hingga aku terbakar dalam dendam:
dendam separau teriak gelombang pada karang
yang menghambur jadi buih dalam perih.
inilah kematianku dalam nafas yang terjaga.
kalau sudah mulai larut, aku hanya memaknai waktu
karena sihir api dari pinggul dan matamu memburuku
sampaiku menghianati malam-menghianati iman.
Tanjung, 2014.
Hujan yang Berlari
hujan di gunung itu berlari seperti kuda-kuda abu
ia memberat dan merayap ke atap-atap
tidak ada rencana yang terbaca
selain memaku dalam lagu masa lalu
barangkali, kita menghangatkan diri
dalam segelas kopi atau tubuh permaisuri
membuat gerimis mendesis
mengalir dari tubuh sampai luluh.
Tanjung, 2017