• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Sabtu, 18 Oktober 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Inspiratif Hikmah

Ritual Pulang Kerja dan Manusia yang Terlupakan

Moch. Dimas Maulana by Moch. Dimas Maulana
15 Juli 2021
in Hikmah
0
Ritual Pulang Kerja dan Manusia yang Terlupakan

Sumber: vertical leap wordpress

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Bagi orang orang yang bekerja from nine to five, momen pulang kerja tentu sangat ditunggu. Yang sudah hidup bersama pasangan atau keluarga lekas tak sabar ingin segera bertemu. Sedangkan yang masih menikmati kesendirian (baca: jones) hal itu hanya menjadi momen melepas lelah dan penat.

Saya pun tak terkecuali. Saya tidak sabar untuk segera pulang saat jam kerja selesai. Bukan karena ingin cepat sampai rumah (baca: kos) atau segera beristirahat. Bukan. Saya hanya ingin menikmati perjalanan pulang. Saya mengendara lebih pelan, mengamati manusia-manusia lain yang sibuk dengan perannya masing-masing. Karena itulah waktu pulang saya cenderung lebih lama 5-10 menit dibandingkan waktu berangkat, meskipun melalui jalan yang sama.

Memangnya apa yang bisa dinikmati dalam perjalanan pulang kerja, selain sinar matahari senja yang indah itu? “Manusia-manusia yang terlupakan,” jawabku. Manusia-manusia yang terasing, terbuang, dan terpinggirkan. Oleh siapa? Oleh manusia, dunia, dan kehidupan.

Mereka yang saya kerap temui berdiri tegar di setiap pinggiran lampu merah. Ada yang menjual barang, sebagian menjual suara, bahkan banyak pula yang menjual wajah tanpa ekspresi bermodal tubuh yang diwarnai perak. Ketika saya mengatakan menikmati, bukan berarti saya menikmati kerasnya hidup mereka. Saya hanya menikmati dan menerima pelajaran Tuhan yang terhampar di tengah-tengah jalan. Di depan pengendara motor dan mobil-mobil mewah.

Terkadang saya juga mengamati wajah para pengendara itu untuk melihat ekspresi mereka saat melihat manusia-manusia pinggiran itu. Ada yang terlihat iba kemudian memberi uang. Ada yang merogoh-rogoh saku tapi tak kunjung menemukan yang dicari. Ada yang sudah membuka dompet namun memasukkannya kembali karena tak menemukan recehan. Dan yang paling sering para pengendara itu tidak menghiraukan sama sekali. Mereka sibuk melihat jam, tak sabar menunggu lampu hijau. Manusia-manusia itu benar benar terlupakan. Seakan-akan tak ada. Padahal mereka juga manusia yang bersejarah dan menyejarah. Mereka sama dengan manusia yang lain, tak beda.

Beberapa dari manusia-manusia “pilihan” Tuhan itu ada yang membuat saya heran dan takjub. Misal, seorang pengamen muda bertopi lusuh dengan senyum non-kapitalisnya. Dia yang hampir selalu saya temui di lampu merah pertama dari sepuluh lampu merah yang harus saya lewati setiap pulang. “Barakallah,” begitulah ucapnya kepada setiap orang yang mau berbagi. Terlihat sekali dia sudah menerima dan rela dengan kehidupannya yang keras itu. Seakan-akan dia adalah orang paling bahagia di dunia. Bahkan lebih bahagia ketimbang pengendara mobil mewah yang berhenti tepat di depan panggung kehidupannya yang sederhana.

Ah, bagaimana bisa? Mereka benar-benar pilihan Tuhan. Saya hanya membayangkan dan bertanya, “Bagaimana jika saya terlahir dan ditakdir dalam posisi mereka?” Akankah saya menerima? Masihkah saya mampu menunjukkan wajah dan senyum yang tulus? Ataukah saya akan mengutuk dunia? Atau bahkan membenci Tuhan? Dalam renungan tak berdaya itu, saya hanya bisa bersyukur. Thanks God.. I love my life, I love my job.[]

Tags: hikmahhuman interestkehidupanorang biasarefleksiRitual Pulang Kerja dan Manusia yang Terlupakan
ShareTweetSendShare
Previous Post

Di Balik Senyum Warga Desa

Next Post

Nanda dan Kisah Pilunya

Moch. Dimas Maulana

Moch. Dimas Maulana

Penulis kelahiran Jember, Jawa Timur yang kini sedang mukim di Yogyakarta sebagai guru Bahasa Inggris. Gemar bermain gitar sambil nyanyi. Bisa disapa di Instagram @mdimas023

Artikel Terkait

Tadabbur via Momentum Hujan
Hikmah

Tadabbur via Momentum Hujan

6 Maret 2022

Sebuah pepatah mengatakan bahwa barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenali Tuhannya. Namun, permasalahannya adalah tingkat kesadaran terhadap diri...

Meneladani Sufi Jenaka: Nashrudin Hoja & Keledainya
Hikmah

Meneladani Sufi Jenaka: Nashrudin Hoja & Keledainya

3 Januari 2022

Nashrudin Hoja adalah seorang tokoh sufi jenaka yang hampir sama tenarnya seperti Abu Nawas. Ia terkenal dengan kecerdasan, celetukan-celetukan dengan...

Hikmah

Bahagia itu Sederhana

3 Juli 2021

Sore ini awan hitam menutupi langit yang semula cerah. Mendadak gelap dan seakan kelam. Sesekali terdengar suara guntur meski tidak...

Beruntung Kita Selalu Bisa Melihat Sisi Baik dari Setiap Bencana
Hikmah

Beruntung Kita Selalu Bisa Melihat Sisi Baik dari Setiap Bencana

2 Juli 2021

Setiap Jumat nenekku akan datang ke rumah. Setelah berbasa-basi tentang kesehatannya yang semakin memburuk, ia akan menyampaikan rangkuman hasil tontonannya...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Fenomena ‘Ngapak’

Fenomena ‘Ngapak’

26 November 2021
Surat Terbuka untuk Sunyi

Surat Terbuka untuk Sunyi

15 Februari 2021
Proses Menuju dan Lika-Liku Menjalani Hidup di Jerman

Proses Menuju dan Lika-Liku Menjalani Hidup di Jerman

17 Desember 2021
Vincent van Gogh: Mati atau Mukti?

Vincent van Gogh: Mati atau Mukti?

24 April 2021
Khaled Abou El Fadl: Islam Puritan atau Islam Moderat?

Khaled Abou El Fadl: Islam Puritan atau Islam Moderat?

16 Juni 2021
Alam Pikiran

Alam Pikiran

9 Juni 2021
Mengenali Karakter Orang Lewat Tulisan Tangan

Mengenali Karakter Orang Lewat Tulisan Tangan

27 Februari 2023
Gambar Artikel Puisi Selamanya Laut. Kumpulan Puisi Faris Al Faisal

Selamanya Laut

14 Januari 2021
Novelet Nirmakna & Pandemicthink

Novelet Nirmakna & Pandemicthink

25 Juli 2021
Pelabuhan Terakhir dan Puisi Buatmu

Pelabuhan Terakhir dan Puisi Buatmu

27 Juli 2021
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu
  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (216)
    • Cerpen (54)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.