Kala senja menghadang
Muram pucat awan hitam datang
Menyeka kebisuan malam
Dengan pinta ingin didengar
Hati meronta pinta
Pula menyombong ria
Sehelai tiada batas
Air mata hanya jadi bekas
***
Tuhan memberikan kita kebebasan untuk meminta apapun yang ingin dipinta. Namun, tanpa sadar kadang kehilangan etika dalam meminta. Terkadang sikap sungkan tergantikan oleh ketamakan. Kesoktauan akan segala hal tak jarang kita bawa dihadapan Tuhan.
Saat duduk di bangku SMA, tepatnya kelas 3, kita disibukkan dengan perencanaan ingin melanjutkan pendidikan atau memulai kerja dan menabung uang. Sepertinya masa depan kita akan ditentukan di masa itu. Kalau salah memilih jalur, maka harus siap menanggung rasa kehilangan masa depan.
Misalnya saja, teman yang memilih untuk tidak kuliah. Beberapa orang menghardiknya bahwa keputusannya salah. Masa depannya tidak jelas. Keputusannya egois untuk dirinya sendiri. Padahal mereka tidak tahu seberapa ramai isi kepalanya untuk mengambil keputusan tersebut. Seolah mereka menganggap bahwa tidak menjadi mahasiswa adalah pilihan yang goblok.
Pada saat itu saya memilih untuk melanjutkan kuliah karena tuntutan orang tua dan tuntutan egoisme saya yang tidak ingin kalah dengan teman-teman saya. Saya menyombong diri meski di luar saya tak pernah menampakkan itu.
Kepercayaan diri saya meningkat saat nilai saya tinggi dan peringkat saya baik. Saya masuk dalam daftar siswa yang boleh mengikuti SNMPTN. Jalur masuk kuliah yang paling diharapkan oleh banyak siswa karena tidak lagi pusing mengerjakan soal yang bikin meledak isi kepala.
Saya hitung persentase kemungkinan saya akan diterima di universitas tujuan saya. Saya makin percaya diri mengetahui saingan saya tidak ada di satu sekolah. Hingga betapa leha-lehanya saya tinggal menantikan masa di mana saya akan mendapat kabar kelolosan saya nanti.
Kala senja menghadang
Muram pucat awan hitam datang
Menyeka kebisuan malam
Dengan pinta ingin didengar
Dari matahari malu-malu terbit, senja datang, hingga waktu tahajud dengan langit hitam remang-remang penuh bintang, tiada henti kita mendoa dengan penuh kesungguhan. Seolah tiada hari tanpa berdoa. Berusaha merayu-Nya sekuat yang kita bisa. Memohon agar segala pinta didengar dan dikabulkan oleh-Nya.
Hati meronta pinta
Pula menyombong ria
Meski hati menuntun bibir mengucapkan segala pinta. Memohon seolah tak berdaya. Namun, tanpa sadar kita mendikte-Nya atas apa-apa yang terbaik menurut kita. Seolah Tuhan tak tahu apa yang terbaik. Sehingga kita perlu menuntun-Nya.
Jika Tuhan tak mengabulkan doa kita, maka kita pikir Tuhan tak mendengarkan doa. Saat Tuhan berikan pilihan yang lain, kita menuntut-Nya bahwa itu tak baik untuk kita. Apa perlahan kita ingin menggantikan posisi-Nya?
Sehelai tiada batas
Air mata hanya jadi bekas
Rentetan doa terlontar. Air mata bercucuran membuat kuyup wajah. Namun, sayang sungguh sayang air mata yang menetes ini hanya jadi alat untuk mencoba merayu-Nya. Ia tak berguna layaknya barang bekas saja.
Namun, wallahu ‘alimun bidzatis-sudur, Allah Maha mengetahui atas segala isi hati kita. Meski kesombongan itu bersemayam dalam hati walau sebesar titik pun, Ia akan mengetahuinya.
Ya, Tuhan membalas kesoktauan saya dengan balasan yang setimpal. Saya ditolak meski kalau berdasarkan perhitungan dan keyakinan guru-guru saya, saya akan diterima. Saya mencari penyebab ini semua. Dan yang saya temukan adalah kesombongan di balik ketidakberdayaan saya.
Pun dengan teman-teman saya. Mereka mulai menyadari dari apa yang saya ceritakan pada mereka. Mereka mulai memasrahkan diri untuk langkah selanjutnya. Dan betapa baiknya Tuhan, Ia memaafkan dan tetap menuntun menuju pilihan terbaik menurut-Nya.
Berbagai kegagalan saya alami. Tapi, tiada yang membuat saya sedih seperti dulu. Sebab saya tak lagi mendikte-Nya dalam berdoa. Segala hal yang saya usahakan, saya pasrahkan saja pada-Nya.
Ketika kepasrahan diri tertunjuk oleh-Nya, maka hanya ketentraman batin yang akan kita terima. Bahkan meski dalam usaha kita menemui gagal, diri selalu punya cara untuk kembali tegar. Mendikte bukan hanya perihal tidak punya sungkan, tapi itulah yang mendorong kita pada jurang kesengsaraan.
There is visibly a lot to know about this. I feel you made various good points in features also. Ward Wendeln