• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Kamis, 31 Juli 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Event Reportase

Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan

Admin Metafor by Admin Metafor
29 Juli 2025
in Reportase
0
Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan

Moderator dan Keempat Pembicara Going Ohara #2 Forum Diskusi One Piece dengan 1 Pembicara Jarak Jauh/Daring | Dokumentasi Warung Sastra (26 Juli 2025)

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Sulit dibayangkan sebelumnya bahwa sebuah manga asal Jepang bisa menjadi bahan diskusi serius dalam forum akademik luar ruangan dan komunitas, membentang dari topik filsafat tuhan, sejarah, radiologi, sastra, hingga sains dan teknopolitik. Namun, itulah yang terjadi dalam Forum Going Ohara #2 yang digelar pada malam Minggu di Warung Sastra, Karangwaru, Yogyakarta (26/07/2025). Lebih dari seratus orang dari berbagai latar belakang usia, gender, dan profesi memenuhi ruang semi-terbuka itu dalam suasana hangat yang sesekali diselingi gelak tawa.

Poster Acara Going Ohara II – Warung Sastra

Apa Itu Going Ohara?

Ketika membuka forum, Bagus Panuntun dari Warung Sastra menjelaskan bahwa nama “Going Ohara” menggabungkan dua simbol penting dalam semesta One Piece. Pertama,  Going Merry, kapal ikonik yang menyatukan kru Bajak Laut Topi Jerami (Mugiwara) sebagai simbol rumah bersama yang menyatukan banyak orang dengan aneka latar belakang dan cita-cita. Kedua, Ohara, pulau ilmu pengetahuan yang dibumihanguskan (dihapus dari peta) karena menolak tunduk pada larangan riset dari Pemerintah Dunia.

Forum ini diharapkan menjadi ruang terbuka bagi siapa pun yang ingin belajar, berdiskusi, dan merayakan dunia One Piece, baik secara serius maupun menyenangkan. “Ilmu pengetahuan adalah hak semua orang,” pungkas Bagus merujuk semangat Profesor Clover, salah satu ilmuwan sekaligus korban di Tragedi Ohara.

Acara ini merupakan lanjutan dari Going Ohara #1 pada 29 Juni 2024 (liputannya bisa dibaca di sini) dan kembali digelar berkat kolaborasi Warung Sastra dan Elexmedia Komputindo, serta dukungan berbagai komunitas dan media seperti Metafor.id, Ruang Obrol, Klub Buku Jogja, Nakamais Jogja, dan Sukusastra.com.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Warung Sastra (@warungsastra)

5 Pembicara, 1 Moderator

Kegiatan ini dibuka dengan melakukan panggilan terbuka bagi siapa saja untuk mengirimkan abstrak presentasi. Dari 66 abstrak yang masuk, terpilih 5 abstrak yang dipentaskan dalam forum ini. Diskusi dipandu oleh Fudo dari Ruang Obrol sebagai moderator dengan kelima pembicara yang membawa aneka pendekatan dan latar keilmuan yang beragam.

  1. Faris Ahmad Toyyib: One Piece, Sains dan Tuhan

Faris membuka forum dengan membahas keniscayaan Tuhan dalam semesta One Piece melalui pendekatan logika modal. Ia membandingkan dunia kita, yang rumit, rapi (teratur) dan tersistem, dengan dunia One Piece yang serba chaos, rumit tapi tidak rapi, dan tidak tersistem. Ia menyodorkan gagasan teleologis dari William Paley bahwa dunia nyata meniscayakan adanya perancang agung (atas grand design semesta) karena ada keteraturan di tengah kerumitan dan sistem yang memungkinkan adanya kehidupan kita yang serba teratur ini. Perancang agung itulah yang sering disebut sebagai Tuhan.

Faris ketika sedang presentasi di Going Ohara #2 | Dokumentasi Metafor (26 Juli 2025)

Dengan landasan itu, ia berargumen bahwa keberadaan Tuhan bersifat niscaya di dunia kita, namun di dunia One Piece sama sekali berbeda. Di dalamnya ada dua unsur paling berperan membuat jagat manga bajak laut itu semakin chaos: buah iblis dan kekuatan haki. Dua unsur inilah yang menyebabkan dunia One Piece kacau balau dan tak menentu.

Faris yang mahasiswa filsafat ini menunjukkan contoh-contoh bagaimana sistem haki dan buah iblis membuat tubuh seseorang menjadi elastis dan hukum fisika tak berlaku normal. Begitu pula dengan Shirohige yang memukul udara hingga menjadi seperti kaca retak. “Di dunia ini, Tuhan niscaya. Di dunia Luffy, Tuhan tidak niscaya,” demikian pungkasnya.

 

  1. Rayvita Meagratia: Anatomi Tubuh Mustahil – Radiologi dan Imajinasi dalam Dunia One Piece

Selanjutnya tiba giliran dosen anatomi, Rayvita (akrab disapa Mimi). Ia membawa laju forum dari pembahasan Tuhan menuju ke dunia di bawah kulit kita. Lewat ilmu radiologi, Mimi membedah tubuh tokoh-tokoh One Piece dengan imajinasi seorang ahli CT Scan dan MRI. Berbekal gambar-gambar fiktif pembuluh darah Luffy dalam berbagai mode Gear (second, third, fourth, dan fifth), ia menunjukkan bagaimana tubuh sang bakka senchou ini menantang pengetahuan anatomi modern.

Mimi alias Rayvita ketika sedang presentasi di Going Ohara #2 | Dokumentasi Metafor (26 Juli 2025)

Mimi pun menyoroti absurditas anatomi Brook, karakter kerangka hidup di kru Mugiwara. “Brook itu yang bikin jengkel radiolog. Habis-habisin dana, waktu, tenaga kalo di-scan, karena sudah tulang semua.” Penonton pun terpingkal. Sebagai dosen yang juga sering berjumpa pasien, kemampuan komunikasi Mimi sanggup mengocok perut penonton yang tumpah di halaman Warung Sastra. Banyak punch-line ia tebar di setiap momen presentasi: mulai dari hasil ronsen dari Caesar Clown yang gelap total, karena ia unsur gas, hingga anatomi tubuh Chopper yang juga “mustahil” di setiap perubahannya.

Dari situ ia menggoda penonton dengan pertanyaan, “Jadi, sebenarnya tubuh itu apa? Siapa yang berhak mendefinisikan tubuh itu seperti apa?” Banyak mata terpukau dan terpancing penasaran itu. Di kesempatan selanjutnya, ia mengucap, “Tanya Sang Hyang Oda!” penonton pun terpingkal.

 

  1. Ilham Hamsah: God Valley, Peristiwa Westerling dan Sejarah yang Disembunyikan

Ilham, satu-satunya pembicara daring malam itu, meminjam pendekatan historis dengan membandingkan tragedi fiktif di jagat One Piece yaitu Insiden God Valley dan genosida nyata Pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan (1946-1947). Dengan suara lirih di layar proyektor, mahasiswa sejarah UGM yang sedang di Sulawesi ini menyoroti bagaimana kekerasan sejarah dapat dibungkus dengan narasi nasionalisme dan bagaimana bahasa menjadi instrumen penting dalam pembentukan ingatan kolektif.

Ilham ketika sedang presentasi di Going Ohara #2 | Dokumentasi Hasil Tangkapa Layar di Siaran Live Warung Sastra (26 Juli 2025)

Menurut Ilham, narasi sejarah yang ditulis penguasa dapat membungkam korban dan menyucikan pelaku. Ada kemiripan antara Insiden God Valley, yang berisi perburuan manusia, dengan Tragedi Westerling, terutama dalam pengemasan dan pendayagunaan bahasa. Bahkan, dalam memoar yang ditulis Raymond Pierre Paul Westerling sendiri, ia menulis bahwa pasukannya telah “memberantas teror dan gerakan radikal di kepulauan Sulawesi.” Di sini dia yang posisinya pembunuh massal menarasikan diri sebagai pahlawan.

Narasi semacam itu membuat kejahatan kemanusiaan dan kekerasan ekstrem (genosida) menjadi dibiarkan, bahkan direstui. Terlebih lagi, ketika ia dibungkus dengan ide nasionalisme. Bagi Ilham, hal semacam itu juga dimunculkan dalam One Piece yang menyensor sejarah, memanipulasinya, dan kerap menyusunnya dari sudut pandang yang berkepentingan.

 

  1. Tan Michael Chandra: Menimbang One Piece sebagai Sastra Kanon – Longevitas, Fleksibilitas, dan Teori-Teori Sastra

Sebagai dosen Sastra Inggris, Michael menyodorkan tanya: “Kenapa kita tidak menjadikan One Piece sebagai sastra kanon?” pantiknya. Ia berargumen bahwa manga karangan Eiichiro Oda ini sudah memiliki prasyarat untuk diterima sebagai karya sastra kanon. Ada longevitas (berumur panjang) dan fleksibilitas untuk dikaji dari berbagai sisi dan aneka perspektif dari teori-teori sastra. “One Piece itu 28 tahun, lho! Tahun ini. Bayangkan kalau ada di antara kalian, lahir tahun 97, itu kalian seumuran sama One Piece. Dan masih belum tamat sampai sekarang.”

Michael ketika sedang presentasi di Going Ohara #2 | Dokumentasi Metafor (26 Juli 2025)

Bagi Michael, fakta bahwa One Piece 28 tahun, tanpa dikapak (axed: ketika cerita itu tidak menarik dan tidak dilanjutkan realisasinya, alias bungkus), itu sudah bukti bahwa One Piece bersifat timeless dan memiliki elemen cerita yang baik. “Seribu seratus chapter lebih!” tukasnya. Dosen yang juga pernah ‘ngantor’ di depan Warung Sastra (lembaga Indonesian College) ini lantas berbagi rasa-kagumnya tentang begitu banyak fans yang menganalisis, mengajukan teori, hingga seserius itu.

Ada yang membikin threads sampai panjang, hanya dari bagian kecil di satu chapter tertentu dari manga bajak laut tersebut. Menurutnya, semua teori fans, baik parodi maupun serius, merupakan pertanda bahwa One Piece cukup berpengaruh dan bisa dikaji dalam ranah akademik. Manga karya Oda-sensei ini fleksibel dianalisis dengan teori sastra apa pun. Michael pun menawarkan banyak ide untuk riset bagi mahasiswa yang sedang skripsi: mulai dari teori strukturalisme, poskolonial, teori gender, psikoanalisis, hingga marxis dan eko-kritik (sastra dan lingkungan).

 

  1. Renanda Yafi Atolah: Epistemisida dan Rekayasa Tubuh – Membaca One Piece sebagai Fiksi Teknopolitik

Tiba waktu bagi pembicara pamungkas, Renanda Yafi Atolah atau akrab disapa Ofek. Insinyur listrik yang juga gemar menulis ini membuka presentasi dengan ungkapan tegas, “Sains netral adalah mitos.” Ia menyampaikan bahwa untuk riset itu butuh dana, hibah tertentu, dan pemberinya pasti punya kepentingan yang berperan.

Ofek lantas menyodorkan gagasan tentang “epistemisida”, istilah yang dinukilnya dari Boaventura de Sousa Santos. Epistemisida adalah pembunuhan pengetahuan, di mana pemerintah dapat menghapus sejarah, melarang riset, memusnahkan arsip dan kesemua itu terjadi dalam Tragedi Ohara dalam One Piece.

Ofek atau Renanda Yafi Atolah ketika sedang presentasi di Going Ohara #2 | Hasil Tangkapan Layar di Siaran Langsung Warung Sastra (26 Juli 2025)

Ia juga mencermati bahwa di One Piece, pengetahuan adalah ancaman bagi pemerintah. Di tahap ini, kekerasan epistemik tidak hanya berhenti sebagai insiden, tetapi juga sebuah kebijakan sistemik yang sengaja diciptakan. Dan sosok Nico Robin adalah representasi dari perlawanan terhadap upaya jahat tersebut di manga karya Oda. Robin adalah simbol dari “hak untuk tahu” (right to know).

Menurut Ofek, One Piece dapat dibaca juga sebagai fiksi teknopolitik karena di dalamnya menjadikan sains dan teknologi menjadi titik konflik—terutama pasca-time skip. Ada pabrik buah setan Smile, modifikasi tubuh, genetika Vinsmoke, hingga kekerasan sistemik yang disembunyikan dengan merenggut tangis penduduk Wano. Unsur teknosains juga kental dalam dunia pasar gelap di One Piece, terutama hubungan antara ilmuwan Caesar Clown, dengan Sichibukai cum Broker Dofflaminggo, dan Yonkou Kaido.

Dampaknya bisa serius: pulau rusak, ekologi hancur, sejarah disensor, hingga penciptaan memori palsu. Dan di sinilah peran Nico Robin dapat menjadi simbol “keadilan epistemik” setelah kematian Profesor Clover. “Robin berjuang bukan hanya untuk bertahan, melainkan untuk mengungkap kebenaran,” tutupnya.

Keseriusan penonton saat menyimak diskusi Going Ohara #2 | Dokumentasi Muh. Nur Fajar
Penonton Going Ohara #2 tampak ramai di sisi jalan duduk lesehan dekat parkiran | Dokumentasi Metafor (26 Juli 2025)
Suasana ramai penonton di Warung Sastra (dari depan panggung) saat Going Ohara #2 Berlangsung | Dokumentasi Metafor (26 Juli 2025)

Mengapa Forum Ini Penting?

Di tengah bajir hiburan digital dan multi-distraksi instan yang menggerogoti otak, Forum Going Ohara menghadirkan ruang yang segar-menyegarkan: mengajak berpikir tanpa menggurui, menyelami dunia fiksi tanpa kehilangan daya kritis. Para peserta pun merasa terhubung dan terlibat aktif. Diskusi tidak hanya berlangsung di panggung, tapi juga berlanjut di teras, di emperan parkir yang remang sambil lesehan, juga merambah obrolan pribadi, bahkan ramai di unggahan media sosial.

Selain berbeda dengan konferensi ‘madzhab Tenryuubito’ yang justru meminta pembicaranya untuk membayar, forum Going Ohara “madzhab bajak laut” ini sekaligus menjadi bukti bahwa kajian budaya populer tidaklah remeh. Karya yang lahir di era modern ini dapat dibicarakan dari berbagai sudut pandang keilmuan.

Di sinilah One Piece menjadi titik-temu di antara banyak garis-pemisah sehari-hari. Ia juga dapat berfungsi sebagai korpus-uji: apakah sebuah karya, hanya karena populer, lantas dianggap picisan, pasaran, kurang adiluhung dan tidak bermutu? Apalagi jika karya tersebut berhasil menembus level menjadi “meme” (a unit of culture) yang membuat banyak orang terhubung di berbagai negara; mengisi sela-sela obrolan politik di warung kopi, alat satire di media sosial, hingga jolly-roger yang berkibar di berbagai aksi demonstrasi. Karenanya, tidak aneh jika masih banyak yang berharap akan ada lagi forum-forum yang mempersatukan semacam Going Ohara ini.[MnW/29-07-2025]

Sesi foto bersama (pembicara, moderator, dan para penonton) di acara Going Ohara #2 | Dokumentasi Warung Sastra (26 Juli 2025)

 

Catatan: Dokumentasi video Going Ohara #2 Forum Diskusi One Piece 26 Juli 2025 (siaran ulang) dapat ditonton di kanal YouTube Warung Sastra di sini.

Tags: Eiichiro OdaForum Going OharaMangaOne Piecereportasewarung sastra
ShareTweetSendShare
Previous Post

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

Admin Metafor

Admin Metafor

Artikel Terkait

Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
Reportase

Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata

15 Juni 2025

"Rasionalitas mitos itu jangan disepelekan." —Sindhunata, Mahanani, 4 Juni 2025 Saat Romo Sindhu mengucapkan itu, seketika saya terhenyak. Sedikit merinding....

Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta
Reportase

Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta

24 Mei 2024

METAFOR.ID - Yogyakarta | Pada Kamis, 23 Mei 2024 Forum Buku Berjalan Indonesia ikut merayakan Hari Buku Nasional di Yogyakarta....

Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival
Reportase

Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival

21 Mei 2024

METAFOR.ID | KEDIRI – Bertepatan dengan Hari Buku Nasional 2024, Taman Baca Mahanani yang didukung oleh sejumlah komunitas menyelenggarakan "Mahanani...

Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan
Reportase

Membangun Literasi Peduli Bumi: Festival Buku Berjalan

5 Mei 2024

JAKARTA - Minggu, 5 Mei 2024, Forum Buku Berjalan merayakan 4 tahun komunitasnya. Sejak berdiri, komunitas ini berperan sebagai media...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Pulau Semau, Sang Inti Matahari

Pulau Semau, Sang Inti Matahari

15 Maret 2021
Selamat Bertugas Selamanya!

Selamat Bertugas Selamanya!

27 April 2021
Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia

Ali Syari’ati: Mempercayai Tuhan Sekaligus Menjaga Alam dan Hubungan Sesama Manusia

16 Februari 2022
Balapan yang Dibudayakan

Balapan yang Dibudayakan

20 Oktober 2021
Nyala Lilin dan Puisi Lainnya

Nyala Lilin dan Puisi Lainnya

14 Maret 2022

Angklung: Warisan Budaya Sunda

6 Desember 2021
Di Kemanggisan

Di Kemanggisan

22 Desember 2021
Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

18 Februari 2021
Gambar Artikel Puisi untuk Ibu : Mamak dan Kudapan Hina

Mamak dan Kudapan Hina

1 Desember 2020
Perjalanan Wahyu Nirwaktu

Perjalanan Wahyu Nirwaktu

11 Januari 2022
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya
  • Kenangan, Bahasa, dan Pengetahuan
  • Penjual Susu dan Puisi Lainnya
  • Peringati Hari Buku Nasional, Forum Buku Berjalan Adakan Temu Buku di Wisdom Park UGM Yogyakarta
  • Menyulut Api Literasi dari Kediri: Mahanani Book & Art Festival

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (64)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (51)
  • Metafor (210)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (138)
    • Resensi (18)
  • Milenial (46)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (11)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.