sayap-sayap cakrawala di tepian desa
memanggil jiwamu
di sepi gigir waktu
kepak sayap merpati ditelan sunyi kasturi
cadas bebatuan dan tanjakan
menggelarkan peradaban
dengan lubang jalanan sesekali menghampiri
berbaur aroma kretek dan uap kopi
4 ekor anjing berkejaran tak jemu
yang salah satunya adalah diriku
rerumputan dan semak belukar adalah pagar
bagi nyanyian kudus dalam ruang gereja tersandar
mendung membungkus bintang-bintang
setelah senja syahdu di tebing berpendar menghilang
cengkrama akrab warga desa ikutkah menghilang
setelah pabrik-pabrik mulai didirikan?
ah, aku terlupa
aku hanyalah anjing
yang tugasku hanya berkejaran
dan terhempas di makian orang-orang
Grenjeng Mbako, 2020
22/04/2020
(Teruntuk Meswa yang sudah kembali ke rahim bumi)
sebelum jiwamu berpulang dalam keabadian
pergi tanpa meninggal pesan pada pena
seisi jiwaku terdampar di labirin asing kerinduan
tersungkur pada tebing rendah tiada bernama
apakah aku mengecewakanmu?
berlarian seluruh tubuhmu, penuh keluh kesahku
berlarian langkah-langkah rinduku menuju nafasmu
kakiku serasa lumpuh dan mati rasa
merindu rona matamu yang teduh
dalam puspawarna
sudah tiada ruang
bagi aliran darah
dan rangkuman resah
bunga-bunga menyambut dirimu pulang
sukmamu menjelma sayap-sayap burung hijau tua
terbang melayang di tepian langit sorga
menuju telaga sunyi berjuta cahaya
dan dirimu abadi, jadi selimut puisi
lalu, bagaimana aku?
terperangkap pada kabut sunyi dalam hening purnama
dalam luka abadi dan perenungan yang ada
Grenjeng Mbako, 2020