• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Minggu, 17 Agustus 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Sambatologi Surat

Rasa Berbahan Sutera

Siti Laelatul Afifah by Siti Laelatul Afifah
30 Desember 2020
in Surat
0
Gambar Artikel Rasa Berbahan Sutera

Sumber Gambar: https://id.pinterest.com/pin/713398397217027156/

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Untuk kamu, Mas….

–

Kembali lagi pasti tentang rasa, sejenak terdiam, aku tadi sebenarnya mau nulis sepenggal catatan tentang hal yang sedang kupikirkan hari ini. Maklum saja aku manusia yang setia dengan overthinking-ku itu. Lalu kubuka note di ponselku, tapi entah mengapa saat ia terbuka, aku bingung mau nulis apa.

Hanya bisa melamun sambil melihat sekilas bayangan perihal tentangmu.

Serasa mentok. Dan pikiranku seolah berbelok arah menuju peristiwa tiga tahun silam. Bagiku, itu sudah mendarah-daging hingga sulit untuk menepisnya. Benar-benar bingung. Tapi, ya sudahlah, mau bagaimana lagi. Mungkin selama ini rinduku amat meradang.

Sederhananya, kusurahkan kisah padamu tentang seseorang yang tak berbakat dalam menerjemahkan perasaannya. Bukan perkara siapa yang terlalu jatuh cinta dalam keadaan ini. Bahkan ketika kamu membaca tulisan ini, kamu juga mengerti bahwa perjuanganku dalam menahan rasa berbahan sutera ini, tentu tidaklah mudah.

Jujur, aku diam-diam mengagumimu semenjak kita masih berada dalam masa putih abu-abu. Kamu sangat menawan dengan hiasan akhlak yang amat indah di mataku. Terutama ketika menatapku, sembari berbincang ringan yang penuh canda. Sebuah momen yang sangat berarti waktu itu.

Lain halnya dengan sifat jailmu. Teringat adegan kau menarik ujung jilbabku atau sontak mencubit tanganku tiba-tiba hingga membuatku terperanjat. Seakan itu semua menjadi rutinitas yang tak bisa kulupa. Kamu yang berwibawa ketika manjadi seorang teman di kelas. Kau yang tak banyak tingkah dengan kelembutan sikapmu yang membuat rasaku tak terukur lagi.

Entah takdir ini baik atau justru hanya lelucon virus hati merah jambu yang biasa terjadi pada manusia seusiaku.

Cukup lama aku bergulat dengan rasa yang sama. Sampai pada akhirnya, aku dan kamu dipisahkan jarak wujud dan rasa. Di penghujung tahun masa putih abu-abu, kita berbeda kelas dan kita berbeda rasa. Di mana dirimu memilih menjauh dan rasamu yang diberikan pada orang lain. Tapi tahukah saat itu perasaanku belum berubah?

Bahkan masih tekun mengharapkanmu meskipun berujung kekecewaan yang kian hari terlintas di depan mata ini. Namun, kusadari semua manusia memiliki hak untuk jatuh cinta meski bukan aku orangnya.

Tiba waktu aku menjadi sosok yang selepas SMA ingin lekas menepis rasa kagumku yang tak kunjung hilang. Kita melanjutkan hidup masing-masing dengan belajar di perguruan tinggi yang berbeda. Saat itu aku sudah memperjelas perasaan abu-abuku. Sebisa mungkin aku mengubah diri menjadi lebih baik, karena orang baik sepertimu pasti akan mendapatkan orang baik pula.

***

Bulan November 2019 menjadi saksi hadirnya rasa sekuat dan selembut sutera. Ia kembali menghiasai hidupku. Sontak aku terkaget: mengapa kamu datang lagi dalam hidupku? Entah, meski hadirmu memang selalu kutunggu sejak dulu.

Rasa nyaman itu tetaplah sama meskipun kita belum pernah berjumpa sejak lulus SMA. Selain itu, banyaknya kesamaan yang kita miliki sehingga terus meyakinkan hatiku untuk melanjutkan rasaku yang pernah ada. Kembalinya virus merah jambu periode keduaku ini ternyata sangat menggebu. Sembari menyembulkan harapan bahwa aku punya kekuatan untuk terus bertahan menapaki kehidupan masa penjajakan ini.

Saat ini pun, kamu yang selalu hadir di setiap celah otakku. Sekali waktu istirahat untuk berpikir, dan terus menghantui hatiku di kala sedang rindu. Hanya, tetaplah aku dan kamu belum bisa bersama. Juga entah sampai kapan aku bisa bertahan dengan rasa yang sama ini.

Sempat berfikir untuk menyerah dan tak mau lagi bertahan dengan kerumitan rasa ini. Pada akhirnya aku tetaplah manusia yang terus mengalir mengikuti jejak yang telah Tuhan berikan dengan ikhlas.

Aku yang diam-diam terus mengamatimu dari kejauhan. Aku tak berani bertegur sapa denganmu. Aku hanya bisa diam sembari mempelajari keadaan. Aku tak bisa berbuat seperti kebanyakan yang dilakukan orang-orang ketika jatuh cinta.

Mengkode? Aku takut. Bisa jadi bukannya kau tersipu, tapi malah terganggu. Menyatakan cinta sesungguhnya? Aku perempuan yang kodratnya hanya untuk bersabar. Aku hanya dapat menunggu hingga jarak dan waktu bersedia mendekatkan.

***

Baiklah, mungkin ini bukan soal cinta. Ini hanya rasa suka, rasa penasaran mungkin, atau rasa nyaman. Sebuah ketertarikan yang membuat pikiranku tak bisa lepas dari dirinya. Aku yakin kamu yang sedang atau pernah mengalaminya pun setuju. Bahwa hal-hal kecil yang telah dia lakukan sanggup membuatmu terbawa perasaan. Itulah perempuan.

Tetap saja, apapun bentuknya, hati tak bisa berbohong tentang apa yang dirasakannya. Berulang kali aku menyangkal, bahkan sedikit menjauh darinya. Ternyata: semakin sulit untuk diabaikan, dan rasanya sungguh melelahkan.

Aku pernah mengutip sebuah tulisan bahwa orang yang mahir menyembunyikan perasaan adalah orang yang sangat perhatian. Entah, aku hanya ingin tetap berada di posisiku yang sekarang. Di balik sikapku yang tenang selama ini di depannya, tentu ada rasa yang bergejolak, ingin berada di sisinya sedekat-dekatnya, menjadi orang terpenting dalam hidupnya, menjadi perempuan yang setiap hari dia sapa.

Tapi, aku tahu. Di sinilah seharusnya aku berdiri. Dengan jarak yang berusaha aku jaga, karena kutahu belum saatnya. Masih ada yang harus aku prioritaskan, yaitu persoalan kehidupan kita yang sama-sama berambisi untuk terus belajar meraih kesuksesan. Apalagi sekarang kita berada di semester akhir bangku kuliah.

Doakan aku, semoga dilancarkan hingga akhir nanti sambil tak lupa pada Sang Pemberi napas dan rasa cinta ini. Bersabarlah sebentar, jikalau sudah waktunya, Tuhan ‘kan berikan waktu yang tepat untuk kita bersama atas kehendaknya.

***

Tulisan ini aku dedikasikan kepada orang-orang yang memilih jalannya sendiri untuk menikmati dan terus mensyukuri apa yang diterima selama ini. Untuk mereka yang diam-diam menyukai teman lama dan sudah lama tidak bersua, namun cintanya rasa berbahan sutera. Yang kutahu, sutera itu terkenal awet dan tahan lama, karena proses pembuatannya yang kompleks. Tentu ia tidak akan memberikan hasil yang mengecewakan.

Apa yang dihasilkannya sangatlah kuat. Tidak mudah rusak dan memudar hingga akhir hayat.  Untuk mereka yang memendam perasaan kepada teman baru, atau mereka yang menyukai seseorang yang nyatanya sahabat sendiri. Untuk mereka yang ingin bersatu namun terhalang perbedaan agama, suku, status sosial, usia, dan semua yang membuat harapan-harapan indah itu lenyap begitu saja.

Hal yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah berdoa kepada Rabb-ku, agar terus diberkahi dan diberikan jalan terbaik yang telah Ia takdirkan. Upayaku, mungkin dengan terus memperbaiki diri dan mendekat padanya.

Dan untuk kamu, Mas… sebagai teman, sahabat, atau orang yang hanya bisa memandangmu dari kejauhan—sampai waktu berpihak pada kita. Terlintas baying-bayang harapanku, sama persis dengan harapan menggali cintanya, aku harus melibatkan yang Maha Pengatur segalanya.[]

–

Malingping, Banten [Sejak 2015-2020:TI]

Tags: cintakisah cinta masa putih abu-abuperasaanperempuanremajasuratterpendamvirus cinta
ShareTweetSendShare
Previous Post

Bulan yang Lahir dari Penderitaan

Next Post

Ada Apa dengan Pak Prabowo Subianto?

Siti Laelatul Afifah

Siti Laelatul Afifah

Kelahiran Banten 16 Januari 1999. Mahasiswa tingkat akhir yang ingin cepat lulus. Bisa disapa di Ig: @silataf16.

Artikel Terkait

Rumit Melilit Silit
Surat

Rumit Melilit Silit

24 Januari 2022

Lagi-lagi begini lagi, Dul. Quotes, maqolah, atau kata-kata mutiara itu akhirnya ya cuma jadi pajangan di beranda media sosial. Entah...

Pencarian di Sudut Rindu
Surat

Pencarian di Sudut Rindu

1 Desember 2021

"Apa kabar?" "Sehat kan?" "Bagaimana keadaanmu?" "Apa kau masih ingat denganku?" Bernada sekali kalimat itu, intonasinya tepat saat saya mengucapkannya...

Sambatologi

Jalan Sunyi dengan Ribuan Bunyi

24 Oktober 2021

Setelah perhelatan panjang bersama dengan soal-soal ujian fakultas yang entah kapan berhasil membuat saya sedikit berkualitas, saya sempatkan waktu untuk...

Hadir itu Bukan Kamu
Surat

Hadir itu Bukan Kamu

25 Agustus 2021

Hai, aku tidak peduli jika tulisan ini dianggap bodoh oleh orang lain, juga tidak cemas kalau tulisan ini tak pernah...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Gambar Artikel Puisi Tentang Pandemi : Puisi-Puisi Fajar Sedayu (Yogyakarta)

Puisi-Puisi Fajar Sedayu (Yogyakarta)

31 Oktober 2020
Dari Pesisir

Dari Pesisir

12 Agustus 2021
Nanda dan Kisah Pilunya

Nanda dan Kisah Pilunya

19 Juli 2021
Gambar Artikel Resensi Tuhan Maha Asyik : Mengasyiki Tuhan

‘Mengasyiki’ Tuhan

31 Oktober 2020
Meneladani Sufi Jenaka: Nashrudin Hoja & Keledainya

Meneladani Sufi Jenaka: Nashrudin Hoja & Keledainya

3 Januari 2022
Lapangan Tembak

Lapangan Tembak

10 Februari 2021
Novel “Heaven”: Perundungan dan Pergulatan Hidup Penyintas

Novel “Heaven”: Perundungan dan Pergulatan Hidup Penyintas

28 Maret 2024
Menjajaki Belanda: Dekapan Mimpi yang Jadi Nyata

Menjajaki Belanda: Dekapan Mimpi yang Jadi Nyata

5 Juli 2022
Novelet Nirmakna & Pandemicthink

Novelet Nirmakna & Pandemicthink

25 Juli 2021
Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

Anosmia Bukan Insomnia, Apalagi Amsenia

18 Februari 2021
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (212)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (140)
    • Resensi (18)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.