• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Sabtu, 16 Agustus 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Sambatologi Komentarium

Bahagia Menurut Aristoteles

Qirani Aldin by Qirani Aldin
28 Desember 2020
in Komentarium
0
Gambar Artikel Bahagia Menurut Aristoteles

Sumber Gambar: http://imgur.com/gallery/7oDlp

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Kehidupan manusia begitu ramai diwarnai dan dihiasi oleh beragam harapan dan tujuan. Salah satu harapan atau tujuan tersebut yaitu kebahagiaan. Kebahagian, yap, bila kita mendengar kata tersebut, satu hal yang terbayang dalam benak: sebuah kesenangan yang begitu diidamkan dan dicita-citakan oleh manusia.

Kata itu memiliki makna universal bagi mindset dari setiap individu. Jika kita mengasumsikan  bahwa suatu kebahagian ialah berupa tujuan tertinggi manusia, maka asumsi tersebut perlu diklarifikasi kembali. Mengapa demikian? Karena ia berkaitan dengan berbagai perspektif manusia tentang kebahagiaan itu sendiri.

Ada yang mengatakan bahwa kekayaan itu ialah suatu kebahagiaan. Ada juga yang mengatakan bahwa kesehatan itulah kebahagiaan. Atau bahkan suatu kebahagiaan adalah ketika kita dihormati dan dihargai oleh sesama.

Meskipun, persoalan kebahagiaan sejak jaman dulu telah menjadi tema utama dalam pembahasan para filsuf dan para ilmuwan terkemuka selama berabad-abad, istilah bahagia atau kebahagiaan merupakan sesuatu yang sangat diharapkan oleh semua manusia. Mungkin karena ia disikapi sebagai tujuan dari hidupnya. Karenanya, kebahagiaan ini menjadi topik yang seakan tidak akan pernah habis diperbincangkan, sebab ada begitu banyak pandangan dan pendapat mengenai hal ini.

***

Apa sebenarnya hakikat kebahagiaan ini? Kita akan meninjau perkara kebahagiaan ini sebagaimana yang dirumuskan oleh Aristoteles, seorang filsuf yang lahir pada tahun 384 SM di kota Stageria di daerah Tharakia Yunani Utara dan meninggal pada tahun 322 SM.

Dia merupakan seorang filsuf sekaligus ilmuwan Yunani yang menjadi salah satu tokoh intelektual terbesar dalam sejarah filsafat Barat. Ia terbilang menguasai sebagian besar ilmu pengetahuan dan seni, termasuk biologi, botani, kimia, etika, sejarah, logika, metafisika, retorika, filsafat pikiran, filsafat sains, fisika, puisi, teori politik, psikologi dan zoologi. Tak heran jika Arsitoteles masuk ke dalam peringkat ke-14 dalam buku The 100 A Rangking of The Most Influential Persons in History, karya Michael H. Hart.

Dalam bahasa Yunani, kebahagiaan dikenal dengan istilah eudaimonia yang berarti kebahagiaan. Kata ini terdiri dari dua suku kata: “eu” (“baik”, “bagus”) dan “daimon” (“roh, dewa, kekuatan batin”). Secara harafiah eudaimonia berarti “memiliki roh penjaga yang baik”. Bagi bangsa Yunani, eudaimonia berarti kesempurnaan, atau lebih tepat lagi, eudaimonia berarti “mempunyai daimon yang baik” dan yang dimaksudkan dengan daimon adalah jiwa.

Berpijak dari situ, kebahagiaan merupakan salah satu keinginan yang ada dalam diri manusia dan sudah menjadi fitrahnya. Menjadi wajar jika setiap manusia berupaya untuk memperoleh dan merasakan kebahagiaan itu dalam hidupnya. Akan tetapi, acapkali yang menjadi pertanyaan ialah, bagaimana dan apakah kebahagiaan itu yang sesungguhnya? Serta bagaimana pula cara untuk meraih kebahagiaan yang hakiki dalam hidup dan kehidupan ini?

Berbicara tentang kebahagiaan, tidak luput kaitannya dengan persoalan etika. Etika Nikomachea merupakan salah satu karya Aristoteles yang ditulisnya ketika dia berada di Lykeon. Di dalam karya tersebut, Arsitoteles memusatkan perhatian pada pentingnya membiasakan berperilaku bajik dan mengembangkan watak yang bijak pula.

Tentu hal tersebut menjadi dasar pemikirannya yang berawal dari konsep tentang “tujuan” (telos). Dan dari konsep itulah ia mengeksplorasi secara mendalam terhadap etika, dengan  mengindentifikasikan dan menguraikan secara kritis, reflektif, dan argumentatif. Oleh sebab itu, etikanya disebut eudaemonisme.

Kemudian dia menjadikan eudaemonisme sebagai puncak tujuan sebagaimana terdapat dalam karyanya The Nichomachean Ethics. Dalam karya itu, tidak diragukan lagi begitu matangnya pemikiran Arsitoteles mengenai etika. Meskipun begitu, etika menurut Aristoteles sering kali dikatakan “etika egois”. Dalam artian bahwa yang menentukan adalah akibat dari perbuatannya si pelaku. Oleh karenanya, menurut Aristoteles hendaknya tindakan setiap orang mengarah kepada kebahagiaan. 

Aristoteles berpendapat bahwa kebahagiaan ialah tujuan hidup, dan usaha dapat mencapai kebahagiaan—jika dipahami secata tepat—akan menghasilkan perilaku yang baik. Dalam segala perbuatannya, manusia mengejar suatu tujuan. Ia mencari sesuatu yang baik baginya tetapi ada bannyak macam aktivitas manusia yang mengacu pada macam-macam tujuan tersebut. Dan menurut Aristoteles, tujuan yang tertinggi ialah kebahagiaan atau eudaimonia.

***

Berdasarkan penelitian dalam buku “Menjadi Manusia Belajar Dari Aristoteles’’ karya Franz Magnis-suseno, dijelaskan bahwa setiap manusia memiliki tujuan hidup, dan tujuan sejati manusia adalah menjadi bahagia dan bermakna. Untuk mencapai kebahagiaan, hendaknya manusia itu memfokuskan diri pada nilai-nilai keutamaan dalam hidup, sehingga dengan begitu kebahagiaan akan datang dengan sendirinya.

Pemikiran etika eudaemonisme menurut Aristoteles sejatinya mengantarkan manusia kepada kebahagiaan yang hakiki. Meliputi semua aspek kehidupan yang membawa hal-hal baik yang terasa bermakna, positif, dan bermutu. Dengan menjalankan fungsinya secara sempurna, yakni dengan memberikan alasan, pertimbangan (reasoning), dan berpikir (thinking), manusia mampu memproduksi hal-hal baik dan benar. Kemudian ini direalisasikan melalui potensi-potensi yang ada dalam diri manusia itu sendiri, demi melancarkan proses manusia mencapai suatu kebahagiaan yang hakiki.[]

Tags: aristotelesbahagiaetikaetika menurut aristoteleskebahagiaan menurut aristotelesmakna hidup
ShareTweetSendShare
Previous Post

Seringai Pedih yang Ia Tulis

Next Post

Sunyi dalam Kerinduan

Qirani Aldin

Qirani Aldin

Mahasiswa Perbandingan Madzhab di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyuka hewan yang juga punya hobi membaca dan menulis.

Artikel Terkait

Dear Orang Tua: Tolong Jangan Perlakukan Anak Semena-mena!
Komentarium

Dear Orang Tua: Tolong Jangan Perlakukan Anak Semena-mena!

9 April 2022

Belum lama ini timeline media sosial saya sempat dilewati sebuah berita soal seorang ayah yang membanting laptop anaknya. Hal tersebut...

Kenapa Lagu Jawa Trending Terus Di Youtube? Ini Jawabannya
Komentarium

Kenapa Lagu Jawa Trending Terus Di Youtube? Ini Jawabannya

17 Maret 2022

Dalam kategori musik di Youtube, ada banyak sekali lagu Jawa, entah itu genrenya dangdut, pop, atau koplo. Mungkin lagunya baru...

Menerka Kiblat Dakwah Generasi Muda di Masa Depan
Komentarium

Menerka Kiblat Dakwah Generasi Muda di Masa Depan

16 Februari 2022

Fenomena ‘hijrah’ bukan hal yang asing lagi bagi kita. Saya sendiri kurang begitu paham kapan awal-mula munculnya fenomena hijrah ini....

Jenis-Jenis Garangan Paling Berbahaya bagi Kaum LDR
Komentarium

Jenis-Jenis Garangan Paling Berbahaya bagi Kaum LDR

9 Januari 2022

Istilah LDR tentu sudah tak asing lagi di telinga. Ada banyak alasan mengapa orang menjalani LDR, seperti pekerjaan atau pendidikan...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Heliofilia: Narasi Psikopat dan Kemuraman Berlapis

Heliofilia: Narasi Psikopat dan Kemuraman Berlapis

22 Juli 2021
Gambar Artikel Melebur Bersama Tuhan dengan Tarian

Melebur Bersama Tuhan dengan Tarian

27 Desember 2020
Tips Menulis Artikel Ilmiah yang Publishable di Jurnal Nasional Terakreditasi

Tips Menulis Artikel Ilmiah yang Publishable di Jurnal Nasional Terakreditasi

25 Maret 2022
Perempuan Sumba dan Budaya Kawin Tangkap

Perempuan Sumba dan Budaya Kawin Tangkap

23 Juni 2021
Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya

Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya

14 Agustus 2025

Senyum Pak No: Bekali Jiwa dengan Rasa Bahagia

7 September 2021
Mengotak-atik Singkatan Merk Rokok

Mengotak-atik Singkatan Merk Rokok

5 Maret 2021
Diam dan Merapal Hujan

Diam dan Merapal Hujan

6 Juli 2022
Gambar Artikel Jangan Baper!

Jangan Baper!

23 Desember 2020
Drama Korea Yumi’s Cell dan Mencintai Diri

Drama Korea Yumi’s Cell dan Mencintai Diri

3 November 2021
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata
  • Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (212)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (140)
    • Resensi (18)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.