Meski tahun baru sudah menampakkan dirinya, akan tetapi pandemi belum juga terselesaikan walaupun vaksin sudah ditemukan. Nampaknya memang pandemi covid-19 akan tetap ada, hanya saja bagaimana cara melindungi diri dengan lebih ketat lagi, seperti mematuhi protokol kesehatan. Sebab dengan adanya media digital yang semakin mudah diakses, mempermudah seseorang untuk mengonsumsi berbagai berita yang diperolehnya.
Dari sekian banyak berita yang marak di sosial media, memang, pandemi covid-19 selalu menjadi trending topic dan hangat untuk dibicarakan. Mengingat hal itu, masih banyak kasus di akhir tahun yang juga menggemparkan konsumsi media. Mulai dari berbagai aspek, seperti hal politik, ekonomi serta infotainment.
Jika dunia global sedang mengalami keprihatinan atas kesehatan yang semakin renta, tak luput juga dengan Indonesia. Selain soal keprihatinan atas wabah yang sekiranya sudah bersinggah selama kurang lebih satu tahun, kiranya hal itu juga berdampak ke kasus hukum. Di mana yang semestinya bantuan sosial (bansos) digunakan untuk kepentingan masyarakat, khusunya untuk korban covid-19, yang ada malah disalahgunakan.
Miris, kasus korupsi masih menampilkan keberaniannya atas tindakan yang tak patut untuk ditiru. Di samping itu, moral tak lagi penting bahkan terabaikan hanya untuk suatu kepentingan pribadi.
Mengutip dari opini Adib M.A tentang kasus penggelapan dana bansos. Terungkap sebuah praktik suap yang menjerat Julia Peter Batubara—politikus PDIP yang menjadi Menteri Sosial (Mensos)—oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di sisi lain, dengan adanya keprihatinan atas kesehatan dunia global yang sedang terjangkit, masih ada manusia-manusia dengan jabatan yang terhormat justru tidak mencitrakan kepribadian yang baik.
(Mantan) Menteri Sosial Juliari diduga menerima suap senilai 17 miliar dari fee pengadaan bansos sembako untuk masyarakat di Jabotabek. Ironisnya, saya pernah mendengar pidato beliau di salah satu media sebelum beliau terjerat kasus korupsi. Pada saat itu beliau ditanya terkait pandangannya tentang korupsi. Dengan santainya beliau menjawab bahwa, Jangan melakukan korupsi, kasian anak istri di rumah.
Memang, lidah tak bertulang. Akan tetapi, yang menjadi miris adalah masih banyak orang-orang yang membutuhkan pekerjaan, uang, bantuan di masa pendemi covid-19. Mereka kehilangan mata pencaharian, mengalami kemerosotan ekonomi yang mendadak, bahkan sampai gulung tikar. Juga banyak perceraian merajalela sebab hal yang menjadikan hal itu adalah sektor ekonomi yang mendadak kempes sehingga menjadi musibah pasca covid-19.
Sebenarnya masih seabrek kasus-kasus yang masih terbungkam. Juliari hanyalah salah satu kasus yang terkuak. Masih banyak kasus yang belum terbongkar. Di tengah keterbatasan itu, KPK di tahun 2020 berani menangkap kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh Kabinet Indonesia Maju dan sejumlah kepala daerah. Hal itu mendapat apresiasi dari Hamdan Zoelva, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), melalu opini Adib M.A.
Jika kita lihat, dengan adanya kasus-kasus seperti itu menunjukkan bahwa rendahnya keteladan moral para pejabat. Seakan moral dan keteladanan dari kasus tersebut tak lain lebih rendah dari pekerjaan tukang copet ataupun pencuri ayam yang memperoleh hasil pas-pasan.
“Menurutnya, hukum sejatinya diterapkan secara imparsial, berlaku kepada siapa pun dan berkeadilan. Meningkatnya pemidanaan terhadap kelompok yang kontra pemerintah mencoreng iklim demokrasi. Proses dialog harus lebih dikedepankan daripada pemidanaan yang sesungguhnya adalah suatu upaya paling akhir (optimun remedium).” Dalam catatan Publik Terabaikan, yang Privat Dikejar yang dimuat Solopos (31/12/ 2020).
Saat kita cermati, memang konsumen media digital selalu disajikan dengan gagasan atau berita-berita yang selalu simpang siur. Menghadirkan kasus-kasus yang semestinya memang benar-benar harus dirampungkan. Jangan setengah-setengah. Masih banyak kasus publik yang harus diperjelas, semacam jatuhnya korban jiwa atas penangkapan FPI oleh Polri di jalan tol pada akhir tahun ini. Belum juga catatan akhir Omnibus Law Cipta Kerja.
Sementara banyak hal publik terabaikan atau kurang disorot. Hanya saja, memang masyarakat cenderung menyukai kasus-kasus ringan untuk santapan tiap hari, semisal kasus privat yang sedang terkenal di kalangan artis atas video durasi 19 detik. Masalah seperti itu sangat cepat viral, dan bahkan cenderung cepat terselesaikan.[]