Jika kamu sudah pernah membaca buku The Secret karya Rhonda Byrne yang sudah dialihbahasakan dan naik cetak ulang berkali-kali itu, maka buku Thought Vibration ini sefrekuensi dengannya—bahkan merupakan salah satu inspirasinya. Itu karena karya William Walker Atkinson (1862-1932) ini memang terbit pertama di tahun 1908 dan masih dikonsumsi sampai saat ini. Sebagai buku psikologi populer yang gampang dicerna, buku ini terbukti telah melampaui beberapa generasi dan berbagai zaman.
Isinya pun mengandung banyak tips sederhana, langsung bisa diterapkan, dan masih related dengan kehidupan masa sekarang. Barangkali buku kecil ini juga selanggam dengan karya Prof. Yohannes Surya berjudul Mestakung (akronim: “Semesta Mendukung”), yang membahas seputar hukum tarik-menarik (law of attraction) dan kekuatan pikiran yang mampu memengaruhi kehidupan kita. Tentu bukan hal aneh jika buah pikiran penulis kelahiran Amerika pra-Perang Dunia I ini masih relevan hingga abad digital terkini.
Membaca Cara Kerja Pikiran
Lewat buku kecil ini, William Atkinson—yang juga bernama samaran Theron Q. Dumont dan Yogi Ramacharaka—menyuguhkan pembacanya suatu gebrakan diskursif (kewacanaan) mengenai psikologi di masa itu. Narasi kuat buku ini terletak pada sugesti agar seseorang mampu “berdikari” dalam mengelola pikirannya, karena itu berdampak besar dalam peta hidup seseorang. Sajian isi buku dikemas dengan gaya penulisan yang memukul sejak di awal paragraf, tajam, berenergi, dan disertai metafora yang simpel namun tetap bernafaskan sejumlah hasil penelitian terbaru. Terbukti pada penyertaan beberapa gagasan tokoh masyhur di masa itu semisal Sigmund Freud, William James, Elisha Gray hingga Buxton.
Dalam menerangkan cara kerja pikiran kita, Atkinson menekankan bahwa ilmu getaran atau gelombang pikiran sangat bertumpu pada sugesti individu pada dirinya sendiri—disebut “autosugesti”. Ini sangatlah penting dalam mengelola suasana batin seseorang. Ia mencontohkan apabila seseorang menyusupkan pikiran negatif secara terus menerus, itu akan berefek pada kondisi emosi dan psikologis. Semangat jadi turun, gairah loyo, merasa suntuk dan murung, sehingga atmosfer batin (mood) kacau. Itu kemudian akan merusak hari-harinya sendiri.
Sebaliknya, William Atkinson menuliskan:
“Tatkala pikiran anda beroperasi mengikuti garis positif, anda merasa kuat, ringan, cerah, ceria, riang, bahagia, percaya diri, dan berani, dan sangat mungkin mengerjakan pekerjaan dengan baik.” (hlm. 13)
Tidak berhenti berteori saja, ia pun membubuhkan panduan latihan yang bisa diterapkan siapa pun. Latihan meliputi afirmasi diri, simulasi menjadi tuan atas pikiran kita, sampai berkesadaran penuh atas apa-apa yang terlintas di benak kita—anak zaman sekarang menyebutnya mindfulness. Kesemua itu bisa menjadi referensi bagi generasi muda yang tengah mengalami quarter life crisis dan sedang dihinggapi rasa gamang, murung, ketidakpastian akan masa depan, dan konflik batin sejenisnya.
Dengan mengetahui cara kerja pikiran, vibrasinya di ruang sosial, sampai strategi kendali mental, buku ini menawarkan sebuah cara pandang yang holistik (lengkap menyeluruh) mengenai hidup. Pengetahuan tentang kesaling-terhubungan antar entitas akan membuahkan sikap dan pola pikir yang lebih rileks, produktif, dan bahkan bisa memberi pengaruh ke orang lain di sekitar kita.
Apalagi titik berat yang menjadi anasir utama dalam karya ini berpijak pada kredo yang menyatakan ilmu gelombang selalu berkenaan dengan ‘gravitasi pikiran’ dan itu bermula dengan meyakini bahwa “ada suatu daya immaterial yang ikut menarik untuk kita hal-hal yang kita inginkan atau cemaskan, yang membuat atau mengatur hidup kita”.
Kehidupan yang Saling Terhubung (Interconnected)
Ilustrasi mengenai keterkaitan antarunsur kehidupan ini, dalam buku Atkinson, terasa cukup menonjol. Ia sampai mengutip beberapa kajian fisika quantum—yang di masa itu masihlah baru—dan menyadari semacam hubungan paralel yang saling pengaruh-mempengaruhi. Sebagaimana kita sadari, bahwa pada unsur atomik terkecil sekalipun, manusia mampu memengaruhinya—seperti temuan riset terbaru mengenai partikel air yang berubah sesuai dengan kalimat yang dikeluarkan oleh manusia di sekelilingnya.
Apabila berkaca pada beberapa aliran spiritual keagamaan tertentu, narasi di atas tentu memiliki kesinambungan. Semisal dalam tasawuf atau sufisme, tidak ada satu partikel pun di jagat raya ini yang tidak berkaitan dengan Sang Maha. Kita hidup dalam jalinan multisemesta yang berjejaring dan berkelindan. Bahwa manusia hidup di dalam galaksi sekaligus galaksi itu sendiri.
Manusia merupakan semesta besar (makrokosmos) tempat bernaung organ-organ tubuh, tulang belulang, sel darah, neuron, bakteri, dan ‘penduduk’ berukuran nano lainnya. Di saat yang sama, manusia sekaligus merupakan jagat raya kecil (mikrokosmos) dan bertempat tinggal di bumi yang beralamat di tata surya dan galaksi bimasakti.
Buku ini secara tak langsung terhubung ke narasi tersebut dengan caranya yang menarik. Kemudian dengan memadukan psikologi (sains) dengan okultisme (berkaitan dengan mistisisme dan spiritualisme), Atkinson juga memberikan pandangan kalau manusia hanya akan menerima apa yang sesuai dengan keadaan mental mereka.
Jika kita berkecil hati, misalnya, otomatis kita terperangkap ke dalam ruang kekerdilan dan semesta negatif. Sedangkan saat kita antusias, kita masuk ke alam penuh energi dan tak kehabisan semangat hidup. Ringkasnya, rasa takut dan kemurungan dalam pikiran kita akan menarik hal-hal sejenis itu untuk hadir ke diri kita. Sementara pikiran yang ceria dan bahagia, akan mendatangkan hal-ihwal yang cerah dan menggembirakan. Pada poin inilah pembaca semakin menyadari pentingnya kendali mental dan menjadi tuan atas pikiran kita sendiri.
Kekuatan Tekad dan Vibrasi Pikiran
Sebagai seorang penulis, William Atkinson telah membuktikan apa-apa yang dituliskannya selama hidup, terutama mengenai tekad. Betapa tidak, ia menjalani 70 tahun usianya dengan melahirkan sekitar 100 buku—atau bisa jadi lebih, karena ada beberapa yang tidak terdata mengingat ia sering menggunakan nama pena baru. Itu sudah bukti kuat bahwa sebagai individu yang hidup di masa pra-teknologi digital, bahkan sebelum masa perang, ia mempunyai tekad kuat mendedikasikan pikiran untuk berbagi wawasan ke sesama manusia hingga melintas beberapa generasi.
Dari situ kita memperoleh penegasan mengenai kekuatan tekad dan hasil yang dicapainya. Dengan membaca buku setebal tak sampai 150 halaman ini, saya menemukan bahwa tekad adalah sesuatu yang nyata, penting, dan terasa. Kekuatan tekad beserta vibrasi pikiran, dalam penjelasan buku ini, ternyata dapat berpendar ke luar, hingga berupa semacam ‘angin atau gelombang energi’ yang entah mendorong atau bahkan mengintimidasi orang lain.
Jika anda penonton anime jepang One Piece, bukan suatu kebetulan jika saat membaca bagian akhir buku ini anda akan teringat “haki”. Suatu kekuatan internal (mental, batin, metafisik) seseorang yang mampu memancar dan berdampak secara fisik sehingga mempengaruhi orang di sekitarnya.
Secara apik dan jitu, Atkinson mempertebal penjelasannya terkait kekuatan itu dengan narasi Buxton yang berkata, “makin lama saya hidup, makin saya sadar bahwa perbedaan besar antara manusia, yang lemah dan yang kuat, yang besar dan yang tak penting, adalah energi dan tekad yang tak terkalahkan”. Dari sinilah bisa kita kaitkan dengan charisma, wibawa, dan sejenisnya. Segera baca selengkapnya dalam buku kecil namun bergizi ini.[]
__________________
Data Buku:
Judul: Thought Vibration (Vibrasi Pikiran) | Penulis: William Atkinson | Penerjemah: Marina Pakaya | Kota: Yogyakarta | Penerbit : Bright Publisher (Shira Media) | Tahun: Cet. I, 2019 | Tebal: xxii + 110 hlm. | ISBN : 978-602-5868-66-5