Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya
setiap malam
ia menyetrika tubuhnya di depan kaca
mencari lipatan-lipatan
yang membuat lelaki itu malas pulang
dengan pelan
ia ratakan bekas luka persalinan
dan bekas jari lelaki yang kini hanya dikenangnya
di antara tumpukan sprei
namun tak ada setrika
yang bisa meluruskan
tubuh yang pernah dilipat oleh pengkhianatan
ia mencoba merapikan payudara kirinya
yang sudah lama tak dielus dengan cinta
lalu perutnya—
tempat anak-anak dulu tertidur,
kini hanya menjadi lembar kosong
tempat suaminya tak sudi menulis lagi
ia menyetrika,
seperti menahan air mata
yang hendak menguap
seperti suara lirih dalam dirinya
yang tak ingin lagi didengar
dan ketika akhirnya
tubuhnya terasa licin dan mulus kembali,
ia tahu—
cinta yang pulang
tidak pernah kembali
dengan pakaian yang sama.
—
Lubang yang Dikhianati
di ujung ranjang
ada lubang yang tidak ingin disentuh lagi
bukan karena ia bau
bukan karena ia longgar
tapi karena di dalamnya
tersimpan suara yang terus berkata:
“aku pernah kau sebut rumah.”
tapi kini kau lebih memilih
pelacur yang hanya tahu pintu,
bukan ruang tamu
—
Kenapa Mereka Tak Lagi Memandang Mata
karena mata
tidak bisa dilapisi krim pengencang
tidak bisa disuntik hormon
tidak bisa dibubuhi pewangi
mata
selalu menjadi saksi
tentang lelaki yang menjelajahi tubuh
tanpa pernah pulang pada hati
—
Pasangan di Ranjang Hotel
di kamar bernomor genap
seorang istri sah sedang ditiduri
oleh suaminya sendiri
tapi yang dipanggil bukan namanya
di ranjang itu,
mereka bukan pasangan
melainkan dua tubuh asing
yang saling berhutang orgasme
mereka tak saling bicara
karena hanya desah yang dibutuhkan
untuk menyamarkan
bahwa cinta telah lama keluar kamar
—
Obat Kuat Terbaik: Kejujuran
tidak ada yang lebih mengeras
dari hati yang mencinta sepenuhnya
tidak ada yang lebih basah
dari mata yang jujur menangisi
tubuh yang kian dijadikan komoditi
cinta tak butuh stamina
cinta hanya butuh keberanian
untuk tetap saling membuka diri
meski kulit mulai keriput
dan malam kian singkat
lelaki itu—
menyembunyikan pil di bawah bantal
seolah cinta bisa ditambah dosisnya
seperti menambah daya listrik
agar lampu tetap menyala sepanjang malam
perempuan itu—
menyemprotkan pewangi di celah paha
seolah surga bisa dibeli
dalam bentuk botol kecil berlabel “mawar putih”
padahal,
cinta sejati
tak pernah mempersoalkan
wangi atau tahan lama
tapi apakah setelah malam panjang,
kita masih mau saling melihat mata
tanpa merasa kalah?
dan bukankah
kejujuran adalah pelumas terbaik
dalam tubuh yang lelah
tapi tetap ingin pulang?
tak ada gel yang bisa mengganti percakapan
tak ada kapsul yang menyembuhkan diam
hanya kejujuran—
yang membuat tubuh rapuh
tetap ingin menyentuh
meski tak lagi sempurna
cinta,
seperti pohon tua
tak selalu rindang
tapi kau tetap ingin berteduh di bawahnya
karena rindunya tak dibuat-buat
(Yogyakarta, Juli 2025)