Hujan menulis air, juga sejumlah dingin
dan bayangan badai di selatan
Ini Januari, katamu.
Benar, jawabku, ini bulan yang tak acuh
pada eskalasi malam
setelah lelah
menyisipkan gerimis.
Tapi gelap
menyedot cahaya
dan hanya angin, juga histeria
sepanjang gang
yang mengecil, di sampingku
hanya nafsmu yang terpencil.
Dan hujan terus menulis air, menyusun arsip
yang menyisakan desir.
(Grobogan, Januari 2021)
0:28
Gemerincing ruang
berhenti
seperti jam yang datang
pada pekat.
Ada hari yang menggigil
di setiap lekuk hitam
sebelum dentang
terpejam.
(Grobogan, September 2020)
Di Ujung Kaktus Tua
Di ujung kaktus tua itu
hari masih basah
dan lagu terakhir
yang tak pernah yakin
ingin kau nyanyikan, entah bagaimana
hanya repetisi kosong
semenjak dingin melepaskan diri
dari harmoni.
Lalu waktu layu,
setelah luput
menemuimu.
(Grobogan, November 2020)
Berbaring
Bulan putih, malam singkat,
jam yang terluka, menawarkan ruang singgah
di akhir agenda.
Namun berisik angin telah memblokir
kata-kata; sebuah interupsi
sebelum menit terpejam.
Hanya gumam, mungkin
yang terhempas pelan
sebelum warna waktu berubah
di awal ilusi.
(Grobogan, Januari 2021)
Di Stasiun Tawang
Hari menerjemahkan dingin
dalam sebuah proses, namun bising memadat
di setiap baris ruang; jam yang raib
pada blok-blok beton
menetapkan klise,
seperti cahaya yang tak betah
pada sebuah reklame.
Tak ada kenangan
pada bekas kopi, atau remah roti
sepanjang peron, hanya jam yang terengah-engah
saat enam dentang lonceng
mengejar.
Tapi aku tak akan lama tinggal.
(Grobogan, Oktober 2020)