• Tentang Kami
  • Hubungi Kami
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kerjasama
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
Monday, 01 December 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Metafor Cerpen

Pulang

Adrianus Hendra by Adrianus Hendra
22 April 2022
in Cerpen
1
Pulang

Watercolor Art by Rajkumar Sthabathy (Source: wooarts.com)

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Pak Tua adalah seorang pengemis yang mangkal di kawasan Perempatan Jalan. Setiap harinya, Pak Tua biasa menjalankan profesinya di sudut-sudut lampu merah. Trotoar jalan sudah menjadi sahabatnya selama satu dekade silam. Suara bisingnya kota menjadi musik bagi telinganya. Aroma debu jalanan bercampur keringat akibat teriknya matahari selalu menempel pada pakaiannya yang lusuh.

Sepuluh tahun yang lalu, Pak Tua bukanlah seorang pengemis. Ia sempat memiliki keluarga yang harmonis, dulunya. Pak Tua adalah sesosok Family Man yang selalu didambakan setiap keluarga. Hingga suatu saat Ia terkena PHK oleh perusahaan tempatnya bekerja, yang membuat Ia depresi berat dan berubah menjadi sosok yang pemurung.

Seluruh uang pesangonnya habis tak tersisa digunakan untuk berjudi, dan mabuk-mabukan layaknya kaum borjuis di kota-kota besar. Tak hanya uang pesangonnya, barang-barang berharga yang ada di rumahnya juga habis digadaikan, sebagian ada juga yang dijual.

Kondisi perekonomian keluarganya sangat merosot jauh, tunggakan banyak yang belum terbayar, uang SPP anak yang menunggak sehingga tidak bisa ikut ujian, sampai terpaksa harus berhutang ke warung-warung sekitar rumahnya agar dapur tetap ngebul.

Kondisi Pak Tua pada saat itu juga semakin terpuruk jauh menghantam rock bottom-nya. Satu per satu sahabatnya pergi, keluarganya tidak ada yang mau membantu, hingga anak dan istrinya yang mulai geram dengan tingkah lakunya yang saban hari hanya luntang-lantung. Akhirnya Pak Tua pergi meninggalkan keluarganya, meninggalkan tanggung jawabnya sebagai Kepala Keluarga, meninggalkan seluruh bebannya yang selama ini ia pikul.

Hidup nyamannya yang selalu dimanjakan oleh angan-angan semu telah sirna. Ia terus berjalan tanpa tujuan dan tanpa arah pulang. Ia hanya bisa pasrah dengan keadaan, tapi di lain sisi, ia juga tidak ingin menyerah dan membiarkan takdir buruknya menginjak-injak habis dirinya. Pak tua memutuskan untuk membuka lembaran baru dalam hidupnya, ia memutuskan untuk menjadi seorang pengemis.

Sepuluh tahun sudah berlalu, Ia telah pulih dari kondisinya yang dulu. Dirinya yang sekarang bukan lagi dirinya yang dulu, yang orang-orang kenal, yang orang-orang dambakan, yang disenangi banyak orang, semuanya sudah berubah.

Kini Pak Tua memandang hidupnya tak lagi ada artinya, bagi Pak Tua, hidupnya hanyalah sebuah lelucon belaka. Senyum di wajahnya tidak pernah lagi Ia tampilkan, yang ada hanyalah wajah kusam dan dekil dengan bibir yang selalu cemberut. Ia marah, marah kepada Tuhan, mengutuk Tuhan dan membenci semua orang. Hatinya kini mengeras, sangat keras, lebih keras daripada batu Wurtzite Nitride. Bagi Pak Tua, semua hal yang ada di dunia ini terasa sangat naif dan menjijikan.

***

Matahari sudah tak lagi terlihat, digantikan dengan cahaya bulan dan lampu jalanan yang redup-redup, menandakan pekerjaannya telah usai. Pak Tua bergegas pergi ke warung pinggir jalan untuk membeli sebotol miras, dan sebungkus rokok kesukaannya. Pak Tua memutuskan untuk menghabiskan harinya dengan mabuk dan bersantai di sebuah kolong jembatan.

Malam itu, udara terasa sangat dingin, hangatnya miras tak mampu mengalahkan dinginnya malam itu. Jadilah Pak Tua kedinginan dan menggigil.

Di saat udara dingin tengah menyelimutinya, tiba-tiba datang seekor kucing. Pak Tua kesal dengan kehadiran kucing itu dan langsung mengusirnya. Sialnya, sekeras apapun Pak Tua mengusirnya, kucing itu selalu kembali mendekatinya.

Pak Tua akhirnya menyerah dan membawa kucing itu ke dalam pangkuannya. Ia mengelus-mengelus tubuh dari makhluk yang terselimut bulu itu. Kucing itu mendengkur, menandakan bahwa kucing itu nyaman berada di pangkuan Pak Tua. Ajaibnya, tubuh Pak Tua menjadi terasa hangat setiap kali ia mengelus-elus tubuh kucing tersebut. Pak Tua terus menerus mengelus tubuh kucing itu, sehingga ia tidak lagi merasa kedinginan dan menggigil.

Malam itu, di tengah-tengah udara malam yang dingin, Pak Tua diselimuti oleh kehangatan. Muncul perasaan damai dan tenang menghampiri jiwa Pak Tua. Terbayang kenangan-kenangan manis yang pernah ia alami. Malam itu juga, Pak Tua melihat kilas balik hidupnya yang indah. Malam itu Ia menyadari bahwa Ia selama ini salah, Tuhan tidaklah salah dan tidak pernah salah. Semua takdir buruk yang dilimpahkan oleh Tuhan kepadanya ternyata sangatlah indah. Hanya saja selama ini Pak Tua selalu melihat takdirnya dari sudut pandang yang buruk.

Malam itu, Pak Tua tidak lagi membenci takdirnya, dan ia mulai mencoba untuk mencintai takdirnya. Air matanya menetes, mengalir melalui pelipisnya, hatinya kini tak lagi keras, melunak selembut kapas. Pak Tua tersenyum, senyumnya yang telah lama hilang kini muncul kembali menghiasi wajahnya. Malam itu, Pak Tua adalah manusia paling bahagia di dunia ini.

Keesokan paginya, warga menemukan tubuh Pak Tua yang sudah tidak bernyawa tergeletak di kolong jembatan itu dengan senyum bahagia yang menempel di wajah dekilnya. Pak Tua pulang dengan jiwanya yang telah damai.[]

Tags: ceritacerpenkehidupanpengemispulangsastra
ShareTweetSendShare
Previous Post

Konsep Cahaya Menurut Suhrawardi dalam Epistimologi Ishraqi (Tasawuf Falsafi)

Next Post

Mati dan Pagi Hari di Cikajang

Adrianus Hendra

Adrianus Hendra

Penulis asal Depok, Jawa Barat. Bisa disapa via akun Instagram @adrianushdr.

Artikel Terkait

Gelembung-Gelembung
Cerpen

Gelembung-Gelembung

19 November 2025

Gelembung-gelembung itu terus mengudara dan semakin tinggi diterpa angin pagi. Perlahan satu per satu jatuh dan pecah, namun ada yang...

Dua Jam Sebelum Bekerja
Cerpen

Dua Jam Sebelum Bekerja

21 September 2025

Hujan belum menunjukkan tanda reda. Aku menyeduh kopi lalu termenung menatap bulir-bulir air di jendela mess yang jatuh tergesa. Angin...

Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
Cerpen

Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?

24 July 2025

Selain rindu, barangkali kau tak punya alasan untuk apa pulang ke Palpitu. Sebuah pertanyaan tentang keadilan bagi ibumu juga belum...

Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
Cerpen

Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab

11 July 2025

Sore seperti keliru membaca waktu, demikian orang-orang bilang tentang udara di desa Watu Rinding. Ia terlambat panas, tergesa dingin. Kabutnya...

Comments 1

  1. Julian says:
    3 years ago

    Pantera walk

    Reply

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga

Panjang Sama Panjang

Panjang Sama Panjang

17 February 2021
Win-Win Corruption

Win-Win Corruption

30 May 2021
Drama Korea Yumi’s Cell dan Mencintai Diri

Drama Korea Yumi’s Cell dan Mencintai Diri

3 November 2021
Bebatuan dan Anyir Air

Bebatuan dan Anyir Air

23 March 2021
Beberapa Adegan di Balik Pintu yang Tak Terkunci

Beberapa Adegan di Balik Pintu yang Tak Terkunci

7 February 2021
Bentang dan Jet Lag Blues

Bentang dan Jet Lag Blues

31 August 2021
Gambar Artikel Abu Zayd Al-Balkhi: Ulama Psikologi yang Jarang Diketahui

Abu Zayd Al-Balkhi: Ulama Psikologi yang Jarang Diketahui

15 January 2021
Gambar Artikel Wisata di Tarempa : Perjalanan Menuju Tarempa, Kepulauan Anambas

Perjalanan Menuju Tarempa, Kepulauan Anambas

30 April 2021
Bulan Memancar di Rambutmu

Bulan Memancar di Rambutmu

8 March 2021
Gambar Artikel Ibnu Al-Haitham adalah Ilmuwan Muslim, Tokoh Penemu Lensa, Optik, Kamera

Kilas Balik Tokoh Penemu Lensa: Ibnu al-Haitham

26 May 2021
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Mempersenjatai Trauma: Strategi Jahat Israel terhadap Palestina
  • Antony Loewenstein: “Mendekati Israel adalah Kesalahan yang Memalukan bagi Indonesia”
  • Gelembung-Gelembung
  • Mengeja Karya Hanna Hirsch Pauli di Museum Stockholm
  • Di Balik Prokrastinasi: Naluri Purba Vs Tuntutan Zaman
  • Pulau Bajak Laut, Topi Jerami, dan Gen Z Madagaskar
  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu

Kategori

  • Event (14)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (12)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (66)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (53)
  • Metafor (217)
    • Cerpen (55)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (49)
    • Gaya Hidup (26)
    • Kelana (13)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)
  • Tentang Kami
  • Kebijakan Privasi
  • Kirim Tulisan
  • Kru
  • Kontributor
  • Hubungi Kami

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Kami
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Hubungi Kami
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Disclaimer
  • Kebijakan Privasi
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.