• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Selasa, 26 Agustus 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Kolom Esai

Telur, Susu, dan Viagra di Cafe Puisi Mbeling

Syukur Budiardjo by Syukur Budiardjo
27 Januari 2021
in Esai
0
Telur, Susu, dan Viagra di Cafe Puisi Mbeling

https://www.behance.net/gallery/22699417/Birds-nest

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangannya, puisi di negeri ini memiliki berbagai genre yang bermacam-macam. Sejak puisi lama seperti pantun, karmina, syair, dan seloka, hingga puisi baru dengan bentuk soneta yang terkenal itu, kemudian puisi kontemporer seperti puisi kongkret, kita mengenal sebuah genre puisi yang hingga hari ini tidak akan lenyap dari bumi sastra kita, yaitu puisi mbeling. 

 

Dilihat dari segi isi dan bentuk, puisi-puisi yang lahir sejak Hamzah Fansuri, Raja Ali Haji, Amir Hamzah, Chairil Anwar, Rendra, Subagio Sastrowardoyo, hingga Sutardji Clzoum Bachri, semuanya mencapai level literer. Karena puisi-puisi yang mereka ciptakan memenuhi kaidah sastra yang indah dan berguna (dulce et utile).

 

Mengapa Puisi Mbeling? 

 

Menurut Remy Sylado, dalam bahasa Jawa, kata mbeling berarti nakal atau suka memberontak terhadap kempanan dengan cara-cara yang menarik perhatian. Namun berbeda dengan kata urakan, yang dalam bahasa Jawa lebih dekat dengan sikap kurang ajar dan asal beda, kata mbeling mengandung unsur kecerdasan serta tanggung jawab pribadi (Puisi Mbeling Remy Sylado, Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2004, hlm. xi).

Menurut Sapardi Djoko Damono (Kesusastraan Indonesia Modern: Beberapa Catatan, Jakarta: Gramedia, 1983, hlm. 94), ciri utama puisi mbeling adalah kelakar, Di samping itu, di dalam puisi mbeling terdapat kritik sosial yang memuat ejekan. Ini diwujudkan dengan memanfaatkan kata-kata, arti, bunyi, dan tipografi.

Puisi mbeling merupakan sebuah genre puisi dalam sastra Indonesia yang dipelopori oleh Remy Sylado. Ketokohan Remy Sylado dan pengaruhnya dalam sastra Indonesia tidak dapat diingkari. Ia termasuk salah satu sastrawan yang memberikan pengaruh dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan sastra Indonesia (33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh (Jamal D. Rahman, dkk., Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), 2014, hlm. 573 – 585)).

Dengan puisi mbeling, saya bebas bersenda gurau, tertawa, tersenyum, mengkritik, menyindir, mengejek, atau bahkan menertawakan diri sendiri. Dengan style kocak dan koplak, puisi mbeling meledek, namun tidak melukai. Saya tidak perlu mengernyitkan kening dengan susah payah untuk merasa plong, katarsis, atau mendapatkan pencerahan.

 

Telur, Susu, dan Viagra

Malam hari sepulang kita dari bekerja dan berkumpul dengan keluarga, paling enak makan martabak. Boleh martabak manis dan boleh juga martabak telur. Tentu maknyus. Namun, mengapa mesti makan martabak? 

Saya membaca kembali dan membolak-balik buku kumpulan puisi mbeling. Di buku Puisi Mbeling Remy Sylado karya Remy Sylado (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2004, halaman 42), saya menemukan dan membaca puisi “Telor-Telor”. Inilah puisi selengkapnya.

 

TELOR-TELOR

dua telor
martabak spesial

tiga telor
martabak istimewa

empat telor
sepasang homoseks

Oh, kita rupanya makan martabak telur. Pada puisi “Telor-Telor”, Remy Sylado membelokkan kata telor sebagai bahan pokok martabak yang enak menjadi “telor” yang membuat kita tertawa. 

 

Dari segi ejaan, penulisan kata telor itu tidak baku. Kata yang baku menggunakan huruf  /u/. Ini rupanya ada unsur kesengajaan. Remy Sylado menggunakan huruf /o/ untuk menggambarkan bentuk telur yang bulat dan khas dimiliki kaum lelaki. Telur homoseks.

Di buku kumpulan puisi Puisi Mbeling Panggung Demokrasi (Malang: Meta Kata, 2015, halaman 14) karya Indra Intisa, saya menemukan dan membaca puisi “Susu”. Inilah puisi selengkapnya.

 

SUSU

segelas susu

https://unsplash.com/photos/sDeGlMAwcH4

minuman sehat

dua gelas susu
mulai haus
tiga gelas susu
mulai rakus
empat buah susu
sepasang lesbian

21 Maret 2014

Pada puisi “Susu”, Indra Intisa membelokkan kata susu sebagai minuman sehat (lima sempurna) menjadi “susu” yang juga membuat kita tersenyum. Jika kita minum segelas susu, kita akan sehat. Jika kita minum dua gelas susu, artinya kita merasa haus. Jika kita minum tiga gelas susu, kita tergolong orang yang rakus.

Nah, kalau empat buah susu? Ini susu milik kaum perempuan. Susu lesbian.

Di buku Beda Pahlawan dan Koruptor (Sekumpulan Puisi Mbeling) (Kebumen: Intishar Publishing, 2019, halaman 83) karya Syukur Budiardjo, kita menemukan puisi bertajuk “Cuma Viagra”. Inilah puisi selengkapnya.

 

 

CUMA VIAGRA

Politikus sontoloyo
Bupati sontoloyo
Begal sontoloyo
Koruptor sontoloyo
Yang tak loyo
Cuma viagra

 

Jakarta, 26 Oktober 2018

 

Mereka, politikus, bupati, begal, dan koruptor adalah orang-orang yang tidak beres, bodoh, dan kurang ajar. Sebab, mereka terbiasa berbuat yang merugikan orang lain.

Politikus yang korup, bupati yang suka mengakali anggaran untuk memperkaya diri, begal yang suka mengambil dengan paksa harta orang lain, dan koruptor yang demen mencuri dan merampok secara halus uang negara, semuanya sontoloyo..

Kondisi loyo bisa dialami oleh siapa pun. Tak bertenaga, lemah, lembek, dan tak memiliki vitalitas, yang menjurus ke alat kelamin laki-laki, menjadi diksi untuk membelokkan makna puisi di atas. Pada masanya, cuma obat kuat bernama viagra yang biasa dikonsumsi oleh para lelaki untuk menciptakan kekuatan dan vitalitas tubuh.

Demikianlah, telur, susu, dan viagra, yang dikemas menjadi puisi mbeling mampu menyampaikan pesan yang membuat kita menjadi tersenyum atau tertawa. Karena hidup tidak harus melulu memikirkan politik yang absurd dan njlimet, lebih baik kita melepaskan keruwetan hidup ini dengan membaca puisi mbeling. Anda setuju?

Cibinong, Januari 2021

 

https://unsplash.com/photos/eIzzzwtkBjU
Tags: puisipuisi mbelingsusutelurviagra
ShareTweetSendShare
Previous Post

Buku-buku Ompong

Next Post

Pengasingan

Syukur Budiardjo

Syukur Budiardjo

Penulis dan Pensiunan Guru ASN di DKI Jakarta. Alumnus Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Bahasa Indonesia IKIP Jakarta. Menulis artikel, cerpen, dan puisi di media cetak dan daring. Menulis buku kumpulan puisi Mik Kita Mira Zaini dan Lisa yang Menunggu Lelaki Datang (2018), Demi Waktu (2019), Beda Pahlawan dan Koruptor (2019), buku kumpulan esai  Enak Zamanku, To! (2019), dan buku nonfiksi Strategi Menulis Artikel Ilmiah Populer di Bidang Pendidikan Sebagai Pengembangan Profesi Guru (2018). Akun Facebook, Instagram, dan Youtube menggunakan nama Sukur Budiharjo.

Artikel Terkait

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
Esai

Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna

5 Agustus 2025

Malam itu, saya belum ingin tidur cepat. Hingga lewat tengah malam dan hari berganti (Rabu, 23 Juli 2025) saya duduk...

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
Esai

Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

28 Juli 2025

Jika bulan Juni sudah kepunyaan Sapardi, Juli adalah milik Hemingway. Pasalnya, suara tangis bayi-Hemingway pecah di bulan yang sama (21...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 2 (Selesai)

2 April 2024

Sepuluh menit setelah tanggal berganti menjadi 29 Maret 2024, teks cerpen Agus Noor dihidupkan di ampiteater Ladaya. Sejumlah kursi kayu...

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1
Esai

Diri yang Tak Bersih dan Sejumlah Tegangan – Bagian 1

1 April 2024

28 Maret 2024 Masehi. Malam 18 Ramadhan 1445 Hijriah. Saya tiba di Ladaya, Tenggarong, setelah menempuh lebih dari satu setengah...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya

Cosmic Hospitality dan Puisi Lainnya

26 Mei 2025
Gambar Artikel Orbital Drago : Ragam Pengalaman di Satu Tempat

Orbital Dago: Ragam Pengalaman di Satu Tempat

17 November 2020
Salam Forum dan Strategi Dakwah di Medsos

Salam Forum dan Strategi Dakwah di Medsos

4 Mei 2021
Gambar Artikel Puisi Dengan Angin

Dengan Angin

19 Januari 2021
Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya

Kandang Menjangan Menggugat dan Puisi Lainnya

5 April 2024
Gambar Artikel Pak Soesilo Toer: Homo Alalu dan Doktor yang Memulung

Pak Soesilo Toer: “Homo Alalu” dan Doktor yang Memulung

9 November 2020
Kidung Rindu

Kidung Rindu

11 Juni 2021
Dari Pesisir

Dari Pesisir

12 Agustus 2021
Gambar Artikel Aku dan Impian Terbesarku: Pengalaman Tinggal di Jerman

Aku dan Impian Terbesarku: Pengalaman Tinggal di Jerman

29 November 2020
Tentang Kita di Laman Koran Pagi

Tentang Kita di Laman Koran Pagi

21 Maret 2021
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu
  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway
  • Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
  • Status Baru Ibu dan Puisi Lainnya
  • Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
  • Kiat Marah yang Payah dan Puisi Lainnya
  • Siasat Bersama Wong Cilik dan Upaya Menginsafi Diri: Sebuah Perjamuan dengan Sindhunata

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (213)
    • Cerpen (53)
    • Puisi (140)
    • Resensi (19)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (70)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (32)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.