Biografi Ibnu Al-Haitham
Abu Muhammad Abdurrahman bin Muhammad Abi Hatim bin Idris bin Mundzir bin Dawud bin Mihran bin Al-Handhali Ar-Razi atau yang sering dikenal dengan sebutan Ibnu al-Haitham ini lahir di Rayy pada abad 240 H. Ayahnya bernama Abu Hatim yang merupakan tokoh besar Islam pada masa tersebut di bidang hadis. Ibnu al-Haitham adalah pribadi yang produktif, Beliau juga merupakan sosok yang senang belajar. Setelah menyelesaikan kajiannya terhadap kitab suci Al-Qur’an, ia melanjutkan pembelajarannya dengan mengumpulkan hadis-hadis dari para ulama di tanah airnya, yakni Rayy (kini sekitaran Tehran, Iran). Sudah banyak karya tulis yang beliau sumbang untuk kontribusi ilmu pengetahuan.
Ibnu al-Haitham melakukan hijrah ke Baghdad yang pada saat itu merupakan pusat pendidikan atau oase intelekual dunia. Ia merantau untuk menimbah ilmu. Dan tidak hanya di Baghdad, Ibnu al-Haitham juga hijrah ke Mesir untuk melanjutkan pendidikan di Universitas al-Azhar. Beliau mempelajari banyak sekali ilmu pengetahuan, seperti ilmu matematika, geometri, fisika, filsafat, ilmu falak, ilmu optik dan lain-lain.
Dari banyaknya ilmu pengetahuan yang ia pelajari, Ibnu al-Haitham memfokuskan kajiannya lebih dalam untuk mempelajari ilmu optik–yang merupakan salah satu cabang dalam ilmu fisika yang mempelajari mengenai teori cahaya. Dikatakan bahwasannya kurang lebih sekitar 200 buku terkait analisa yang dibuat oleh Ibnu al-Haitham sewaktu mempelajari ilmu cahaya sehingga menjadikannya sebagai orang pertama yang menulis data penting terkait ilmu cahaya.
Ibnu al-Haitham adalah sosok yang meyakini bahwa garis lurus yang mengeluarkan sinar cahaya itu mempunyai titik spektrum cahaya di setiap permukaannya. Tak hanya berpendapat dan menganalisa, Ibnu al-Haitham juga melakukan uji percobannya (eksperimen) konkret. Ia meneliti bagaimana cahaya melintasi medium yang belakangan dikenal sebagai teori pembiasaan cahaya di masa kini.
Selain melakukan percobaan atau eksperimen dengan menghasilkan kesimpulan adanya teori pembiasan cahaya, Ibnu al-Haitham juga turut melakukan uji percobaan tentang keragaman spektrum warna cahaya. Yang mana di dalam melakukan eksperimen ia menjelaskan adanya kemunculan pelangi, gerhana, serta bayangan. Ibnu al-Haitham adalah ilmuwan yang juga menjabarkan bagaimana indera penglihatan manusia, yakni mata, dapat melihat benda, dan bagaimana mata dapat memantulkan cahaya serta mengirimkan sinyal ke otak dengan sangat amat tepat. Ia menggunakan rumus geometri matematis di dalam menjelaskan terkait bagaimana citra mata dalam menangkap suatu objek.
Ibnu al-Haitham melihat bahwasannya sinar imajiner dapat melewati mata dari berbagai titik dan sudut di dalam menangkap suatu objek. Dan dari penjelasan ini dapat dikatakan bahwasannya rumus geometri extramission dalam penerapan sinar pancaran akan menemukan dan menerima suatu cahaya dengan cara berbalik. Hal ini digambarkan melalui mekanisme di mana sinar yang diterima dibalik akan menghasilkan sesuatu yang terbalik juga di saat indera mata menangkap tangkapan objek. Dari hal tersebut, objek yang terbalik akan dikirimkan dan dilakukan proses pencatatan penting dalam bentuk visualisasi dengan pengiriman yang dilakukan ke otak. Dan dengan adanya stimulus dan rangsangan, maka otak akan mulai bekerja dan menelaah tangkapan objek tersebut.
Dari situ tampak bahwa Ibnu al-Haitham adalah sosok ilmuwan muslim yang sangat antusias dalam mempelajari dan meneliti sesuatu hal. Ia pribadi yang fokus sekaligus optimis. Selain itu, ia juga dikenal sebagai Bapak Optik. Ilmu optik yang ia kembangkan pada masanya tanpa kita sadari merupakan cikal bakal lahirnya sebuah kamera yang pada zaman ini menjadi sesuatu benda yang sangat amat dibutuhkan oleh masyarakat di era milenial.
Selain menjadi sosok ilmuwan pertama yang membahas, melakukan, dan mensimulasikan uji percobaan ilmu optik, Ibnu al-Haitham juga adalah figur kunci yang memicu kelahiran ilmu pengetahuan baru–yang kini menghasilkan sebuah benda dan teknologi yang sering kita gunakan. Maka sangat memungkinkan bila semua bahan kajian beliau menjadi hal yang menginspirasi para ilmuwan di Barat. Tidak sedikit dari mereka yang mengkaji kembali hasil dari teori dan percobaan Ibnu al-Haitham untuk menjadi sebuah ilmu pengetahuan baru ataupun sebagai sesuatu yang disempurnakan.
Dengan penjelasan biografi itu, maka Ibnu al-Haitham dapat dipandang sebagai salah satu ilmuwan muslim yang mempunyai semangat tinggi dalam belajar, meneliti, dan berinovasi. Ia mempelajari sesuatu bukan dikarenakan adanya keterpaksaan, tetapi ia senang melakukan hal tersebut. Perasaan senang dan gemar di ranah positif itulah yang membawanya dapat menemukan banyak sekali pengetahuan yang kemudian dijadikan pijakan ilmu dalam perkembangan IPTEK di masa sekarang. Tidak sungkankah kita kepada beliau? Sudah seharusnya bagi kita untuk ikut meneladani sifat-sifat dan ketekunan beliau.[]