• Tentang Metafor
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
  • Disclaimer
  • Kru
  • Kerjasama
Rabu, 15 Oktober 2025

Situs Literasi Digital - Berkarya untuk Abadi

Metafor.id
Metafor.id
  • Login
  • Register
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Hikmah
    • Sosok
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Tips & Trik
    • Kelana
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
No Result
View All Result
Metafor.id
No Result
View All Result
Home Metafor Cerpen

Anna Maria

Ade Mulyono by Ade Mulyono
20 September 2021
in Cerpen
0
Anna Maria

https://www.elisatalentino.it/project/metamorphosis-la-serpente/

Share on FacebookShare on TwitterShare on WhatsAppShare on Telegram

Anna Maria menyembunyikan  wajahnya di kedua telapak tangan saat jaksa berapi-api membacakan tuntutan untuk dirinya. Menurut jaksa hukuman 15 tahun penjara setimpal dengan perbuatan Anna yang telah dengan sengaja membunuh Heri—salah satu pimpinan lembaga pemburu koruptor di negeri ini.

Tidak berselang lama Anna bangkit dari kursi pesakitannya dan dengan lantang berteriak yang membuat seisi ruang persidangan menjadi heboh.

“Tidak, Yang Mulia, jangan dengar tuntutan mereka,” bentak Anna sambil menuding telunjuknya ke arah para jaksa. Anna mendekati meja sang hakim sebelum dihalau petugas keamanan.

“Hukuman 15 tahun penjara terlalu ringan untukku,” teriak Anna sambil meronta hingga suasana persidangan semakin menegangkan layaknya drama film Bollywood. “Aku ingin mendapatkan hukuman mati,” ucapnya lagi dengan suara parau.

“Tenanglah Anna,” kata Roy pengacaranya. “Jika kamu bersikap seperti ini tidak akan ada yang dapat menolongmu! Bahkan seandainya seribu pengacara dihadirkan di sini untuk membantumu,” ujarnya lagi.

“Pengacara bukanlah baju perang yang dapat memenangkanku dalam pertempuran hatiku ini. Tetapi pengorbananlah yang akan menyelamatkan diriku sendiri untuk mendapatkan kedamaian,” balas Anna.

Jelas ini pemandangan ganjil. Pendeknya, tidak lazim. Semua orang yang menyaksikan jalannya persidangan dibuat melongo. Tidak terkecuali para hakim hanya melemparkan pandangan kosong satu sama lain.

“Apakah perempuan itu sudah gila,” bisik seorang lelaki paruh baya yang sejak hari pertama tidak pernah absen menghadiri persidangan.

“Tidak mungkin orang gila diadili seperti ini,” balas orang yang duduk di sebelahnya.

Setelah mendengarkan tuntutan jaksa, majelis hakim menutup sidang dan memutuskan akan menentukan nasib Anna pekan depan.

Kehebohan kasus Anna telah menjadi cause célèbre. Peristiwa pembunuhan itu bermula ketika Heri ditemukan tewas di dalam kamar hotel saat bersama Anna. Dalam penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian, terungkap jika Heri tewas karena mengalami pendarahan hebat di kepalanya. Dalam kasus ini Anna ditetapkan sebagai tersangka tunggal.

Roy selaku pengacara Anna menjadi sangat sibuk mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka di publik. Misalnya, ada hubungan apa antara Anna dan Heri? Siapakah Anna sebenarnya? Pertanyaan itu menjadi perbincangan liar di warung-warung kopi. Sebuah media mainstream “Opini”, bahkan dengan berani membuat editorial khusus kasus korupsi di belakang skandal Balada Anna-Heri yang menyebut salah satu kementerian.

Tak pelak Kementerian Kesejahteraan menjadi salah satu yang paling disorot. Mengingat belum lama ini salah satu staf khususnya terjaring dalam operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh lembaga pemburu koruptor.

Sementara Roy dalam acara Talk Show mengatakan, akan mengungkapkan fakta di balik kasus Anna. “Pembuktian terbalik menjadi penting dalam kasus Anna. Sukar jika tidak menyeret tokoh intelektual di belakang Anna untuk ikut serta dibawa ke pengadilan. Memang berat menghukum orang yang berambisi menjadi presiden. Pemilu sebentar lagi akan digelar. Semua borok harus dikubur supaya tidak tercium. Yang terjadi saat ini keputusan politik telah bekerja mendahului keputusan pengadilan. Barangkali setelah aku bicara seperti ini mulutku akan dirobek menjadi dua.”

***

Hari terus bergulir, minggu bertukar. Sidang lanjutan dengan terdakwa Anna benar-benar telah menjadi perhatian publik. Seorang penjual roti bahkan rela menutup tokonya hanya untuk mengikuti persidangan Anna. Itu sebabnya ruangan sidang menjadi penuh sesak sekaligus sumpek dari halaman sampai parkiran. Mereka berebut untuk dapat menyaksikan langsung jalannya persidangan.

Saat pengadilan kembali digelar, Roy kemudian berbicara di depan setelah dipersilakan oleh Hakim untuk menyampaikan pembelaannya. “Terima kasih Yang Mulia telah memberikanku kesempatan untuk menyampaikan hal penting dalam kasus ini,” kata Roy menyampaikan prolognya. “Anna, hanyalah korban dari kemiskinan. Itu dulu yang perlu kita ketahui. Banyak yang menanyakan kepadaku, siapa sebenarnya Anna? Siapa orang yang meminta Anna untuk bertemu dengan Heri dan peristiwa naas pun terjadi?”

Roy sesekali menatap wajah Anna yang sedari tadi hanya memandangi kakinya. Kemudian ia melanjutkan, “Yang Mulia, tidakkah Yang Mulia ingin mengetahui apa alasan saudari Anna kenapa meminta hukuman mati untuk dirinya? Saya rasa hal ini harus diperhatikan dengan serius untuk membuka tabir kasus yang sebenarnya.”

Kembali Roy menatap Anna yang masih menundukkan pandangannya. “Anna adalah seorang istri yang sangat mencintai suaminya. Kebahagiaan rumah tangga yang baru satu tahun ditegakkan, ternyata harus diamuk badai lantaran suaminya menderita penyakit leukemia. Setelah dijual harta yang dipunyainya, termasuk rumah dan cincin kawinnya untuk mengobati penyakit suaminya itu. Anna terpaksa bekerja untuk mencari biaya tambahan mengingat tidak ada rumah sakit yang murah di negeri ini. Untuk menutupi biaya pengobatan suaminya yang kelewat mahal, akhirnya Anna memberanikan diri menemui sahabat suaminya untuk meminta bantuan. Lantas Anna diperkenalkan dengan Mr. P oleh temannya untuk mendapatkan pekerjaan di Kementerian Kesejahteraan.”

“Cukup, Roy. Sudah, cukup!” Teriak Anna dibarengi dengan suara tangisannya.

“Kalau begitu ceritakan kejadian yang sebenarnya, Anna,” pinta Roy.

Anna menangis sejadi-jadinya. Setelah menguasai emosinya Anna berujar yang membuat semua orang terkejut. “Suamiku harus menjalani operasi. Aku diminta untuk membayarkan uang yang sangat besar dalam tempo seminggu. Yang Mulia, adakah cara paling cepat dan mudah untuk mendapatkan uang yang tidak sedikit jumlahnya?” Tanya Anna memulai ceritanya.

“Aku sangat mencintai suamiku, itu sebabnya aku rela melakukan apa pun demi kesembuhan suamiku. Singkat cerita seorang teman memintaku untuk bertemu dengan Mr. P. Dalam pertemuan itu, Mr. P memberikan uang yang sangat besar dan berjanji akan menerbangkan  suamiku ke Singapura untuk mendapatkan perawatan medis yang lebih baik. Demi kesembuhan suamiku aku tidak punya pilihan selain harus mengiyakan keinginannya, yakni menemani Heri di sebuah hotel.”

“Kamu memiliki segalanya An sebagai seorang perempuan. Kecantikan akan menjadi azimat dalam hidupmu. Aku akan membantu biaya pengobatan suamimu dengan beberapa syarat. Begitulah Mr. P membujukku untuk mau menerima tawarannya.”

“Lanjutkan Anna,” seru Roy yang setia berdiri di sampingnya.

“Dalam pertemuan itu, aku diminta untuk melayani Heri. Akhirnya aku dan Heri bertemu di sebuah hotel. Dan di saat Heri sedang mencumbu tubuhku, handphone-ku berdering. Aku meminta izin untuk mengangkat panggilan masuk itu. Dari situ aku mendapat kabar jika suamiku telah meninggal. Seperti disengat arus listrik betapa kaget aku mendengar kabar kematian suamiku. Dengan cepat aku mengenakan kembali pakaianku dan hendak langsung menuju rumah sakit. Namun, Heri menarik lenganku dan memintaku untuk melayaninya. Jelas aku menolaknya. Dengan sekuat tenaga aku meronta dari sergapannya. Kemudian aku menghajar kepala Heri dengan botol minuman yang kuraih di atas meja.”

Suasana persidangan seketika menjadi hening mendengarkan pengakuan Anna. “Sungguh aku tidak bisa hidup tanpa suamiku. Orang yang sangat kucintai, bahkan melebihi cintaku pada diriku sendiri. Apalah artinya hidup ini jika kulalui tanpa seorang yang memberiku makna. Jadi, aku mohon dengan sangat berikanlah hukuman mati untuk diriku ini,” Anna memohon penuh dengan ratapan.

Sang hakim kembali hanya bertukar pandangan satu sama lain. “Perempuan ini benar-benar gila,” kata seorang wartawan yang meliput jalannya persidangan.

“Tidak seorang, melainkan beberapa. Persidangan ini tidak kalah gilanya,” seru perempuan yang berdiri di sebelahnya.

Sementara Roy juga tidak bisa berkata apa pun. Ia mematung menyaksikan Anna meminta sesuatu yang sulit untuk dipercaya. Setelah cukup lama berdiskusi Ketua Hakim memutuskan sidang lanjutan akan digelar pekan depan untuk memutuskan kasus Anna.

***

Lima hari telah berlalu dan Roy berencana menemui Anna di rumah tahanan. Ia telah bersumpah untuk membuktikan Anna hanyalah korban. Terlebih Anna telah membongkar siapa orang di balik pertemuannya dengan Heri. Kejengkelan itulah yang memenuhi batok kepala Roy pagi itu.

Sambil meminum kopi di temani pisang goreng, Roy menyalakan televisi sebelum pergi menemui Anna. Namun, tiba-tiba saja Roy tersentak sehingga kopi yang sudah di ujung bibirnya jatuh mengguyur kemeja putih kesayangannya saat mendengarkan breaking news di salah satu stasiun televisi.

Dengan cepat Roy membesarkan volume televisinya. Dari siaran breaking news itu diberitakan pihak kepolisian sedang melakukan konferensi pers: “Tersangka atas nama Anna Maria ditemukan tewas di kamar mandi. Di duga Anna tewas bunuh diri dengan ditemukannya luka di lengan tangannya. Pihak kepolisian sedang mendalami kasus ini.”

Roy menjatuhkan dirinya ke sofa, ia masih tidak percaya apa yang baru saja didengarnya.[]

Tags: ade mulyonoanna mariacerpenmetaforsastra
ShareTweetSendShare
Previous Post

Cerpenis Itu Bernama Raa

Next Post

Kultur Musiman

Ade Mulyono

Ade Mulyono

Lahir di Tegal. Menulis fiksi dan nonfiksi. Novel perdananya “Lautan Cinta Tak Bertepi” (2018). Sedang menyiapkan novel keduanya.

Artikel Terkait

Dua Jam Sebelum Bekerja
Cerpen

Dua Jam Sebelum Bekerja

21 September 2025

Hujan belum menunjukkan tanda reda. Aku menyeduh kopi lalu termenung menatap bulir-bulir air di jendela mess yang jatuh tergesa. Angin...

Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?
Cerpen

Selain Rindu, Apa Lagi yang Kaucari di Palpitu?

24 Juli 2025

Selain rindu, barangkali kau tak punya alasan untuk apa pulang ke Palpitu. Sebuah pertanyaan tentang keadilan bagi ibumu juga belum...

Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab
Cerpen

Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab

11 Juli 2025

Sore seperti keliru membaca waktu, demikian orang-orang bilang tentang udara di desa Watu Rinding. Ia terlambat panas, tergesa dingin. Kabutnya...

Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib
Cerpen

Lelaki Tua yang Dipermainkan Nasib

20 Mei 2024

“Ini sudah masuk bulan Agustus, Maemuna,” ucap Dae la One sembari membongkar perlengkapan sunat miliknya. “Aku ingat dua minggu lagi...

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Juga

Kisah Penjual Jamu dan Hukum yang Aneh

Kisah Penjual Jamu dan Hukum yang Aneh

29 Mei 2021
Bersetubuh dengan Kata

Bersetubuh dengan Kata

24 Maret 2021
Gambar Artikel Game yang lagi viral tahun 2021. Higgs Domino. Chip. Spin. Game yang menghasilkan Uang

Game yang Lagi Viral di Tahun 2021

23 April 2021
Hujan Menulis Air

Hujan Menulis Air

30 April 2021
Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya

Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya

3 Agustus 2025
Maraknya Perundungan Tanda Rendahnya Budaya Literasi

Maraknya Perundungan Tanda Rendahnya Budaya Literasi

17 Maret 2024
Istirahat dan Pelukan Ibu

Istirahat dan Pelukan Ibu

29 Juni 2022
Menulis sebagai Aktivitas Produksi Pengetahuan

Menulis sebagai Aktivitas Produksi Pengetahuan

30 Januari 2021
Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab

Bentuk Cinta Paling Tenang dan Tak Ingin Jawab

11 Juli 2025
Bersama Kakek

Bersama Kakek

11 Mei 2021
Facebook Twitter Instagram Youtube
Logo Metafor.id

Metafor.id adalah “Wahana Berkarya” yang membuka diri bagi para penulis yang memiliki semangat berkarya tinggi dan ketekunan untuk produktif. Kami berusaha menyuguhkan ruang alternatif untuk pembaca mendapatkan hiburan, gelitik, kegelisahan, sekaligus rasa senang dan kegembiraan.

Di samping diisi oleh Tim Redaksi Metafor.id, unggahan tulisan di media kami juga hasil karya dari para kontributor yang telah lolos sistem kurasi. Maka, bagi Anda yang ingin karyanya dimuat di metafor.id, silakan baca lebih lanjut di Kirim Tulisan.

Dan bagi yang ingin bekerja sama dengan kami, silahkan kunjungi halaman Kerjasama atau hubungi lewat instagram kami @metafordotid

Artikel Terbaru

  • Bersikap Maskulin dalam Gerakan Feminisme
  • Emas di Piring Elite dan Jualan Masa Depan Cerah yang Selalu Nanti
  • Dua Jam Sebelum Bekerja
  • Cinta yang Tidak Pernah Mandi dan Puisi Lainnya
  • Pemerintah Daerah Tidak Bisa Cari Uang, Rakyat yang Menanggung
  • Merebut Kembali Kembang-Kembang Waktu dari Tuan Kelabu
  • Perempuan yang Menyetrika Tubuhnya dan Puisi Lainnya
  • Perjalanan Menuju Akar Pohon Kopi
  • Ozzy Osbourne dalam Ingatan: Sebuah Perpisahan Sempurna
  • Hisap Aku hingga Putih dan Puisi Lainnya
  • Going Ohara #2: Ketika One Piece Menjelma Ruang Serius Ilmu Pengetahuan
  • Sastra, Memancing, Bunuh Diri: Mengenang Ernest Hemingway

Kategori

  • Event (12)
    • Publikasi (2)
    • Reportase (10)
  • Inspiratif (31)
    • Hikmah (14)
    • Sosok (19)
  • Kolom (65)
    • Ceriwis (13)
    • Esai (52)
  • Metafor (216)
    • Cerpen (54)
    • Puisi (141)
    • Resensi (20)
  • Milenial (47)
    • Gaya Hidup (25)
    • Kelana (12)
    • Tips dan Trik (9)
  • Sambatologi (72)
    • Cangkem (18)
    • Komentarium (33)
    • Surat (21)

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.

Welcome Back!

OR

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • Metafor
    • Cerpen
    • Puisi
    • Resensi
  • Sambatologi
    • Cangkem
    • Komentarium
    • Surat
  • Kolom
    • Ceriwis
    • Esai
  • Inspiratif
    • Sosok
    • Hikmah
  • Milenial
    • Gaya Hidup
    • Kelana
    • Tips & Trik
  • Event
    • Reportase
    • Publikasi
  • Tentang Metafor
    • Disclaimer
    • Kru
  • Kirim Tulisan
  • Kerjasama
  • Kontributor
  • Login
  • Sign Up

© 2025 Metafor.id - Situs Literasi Digital.